Pemutaran Film “Roots” karya Michael Schindhelm untuk Masa Depan Bali Mendapat Apresiasi Berbagai Kalangan

(Baliekbis.com), Film “Roots” karya Michael Schindhelm yang berdurasi sekitar 52 menit, Minggu (2/11) malam diputar kembali di Jango Creative House, Jalan Veteran Gg. IV Denpasar disaksikan puluhan undangan yang hadir.

Film yang digarap sejak tahun 2017 dan melibatkan sekitar 200 pendukung ini, beberapa waktu lalu telah diputar di sejumlah tempat di Bali dan mendapat apresiasi yang sangat baik dari berbagai kalangan. Bahkan menurut Michael, film yang mengungkap sejarah 100 Tahun seniman Walter Spies ini juga siap diputar di luar Bali termasuk luar negeri.

Roots sebagai film Dokumenter Fiksi mengisahkan kisah yang belum terungkap secara sinematik tentang Bali, kebangkitannya menjadi eldorado pariwisata global, dan upaya gigih masyarakatnya untuk melestarikan identitas budaya mereka di tengah gempuran globalisasi.

Seratus tahun yang lalu setelah pelukis Walter Spies mengunjungi Bali untuk pertama kalinya menjadi pembuka melihat realita Bali setelahnya. Dalam film ini arwah Walter Spies kembali bangkit ke pulau ini. Kemudian menghubungkan Spies yang pada kenyataannya membawa pariwisata dan modernitas ke pulau Bali, menjadi pertanyaan penting apa ya ng telah terjadi di Bali.

Michael dengan pendekatan yang sangat dalam, memotret kembali realita yang terjadi itu. Melibatkan lebih dari seratus pendukung dari seniman multi genre, benar-benar mampu mengangkat realita yang ingin ditunjukkan pada publik secara luas.

Jango Pramartha dari Jango Creative House dan Bog Bog memandang film Roots karya Michael Schindhelm ini bukan hanya sebuah kritik bagi Bali dan perkembangannya, namun juga bagaimana melihat masa depan Bali.

Jango juga menilai melihat Bali di zaman yang serba terbuka di media sosial, seolah kita disuguhi masalah yang terus ada di setiap waktu.  “Film Roots adalah sarana bagaimana membangun ingatan secara kolektif dari apa yang terjadi untuk melihat dan berbuat yang terbaik di masa depan,” ujarnya.

“Jangan menutup kegelapan, mari kita nyalakan lilin. Harapan itu tetap ada kalau kita berbuat,” imbuh Jango dalam kata penutupnya. Dalam pemuteran film ini berbagai kritik dan masukan disampaikan khususnya terkait kondisi Bali saat ini seperti kemacetan dan dampak pariwisata lainnya.

Michael Schindhelm dalam lawatannya ke Bali kali ini juga menyempatkan waktu untuk memutar dua filmnya yaitu The Chinese Lives of Uli Sigg dan In the Mood of Art di Universitas Warmadewa Denpasar. Pemutaran ke dua film ini diprakarsai oleh Popo Danes Architect, bekerja sama dengan Kecunduk Institute dan Jimbaran Hijau.

Michael Schindhelm juga mengunjungi kawasan Jimbaran Hub sebagai pusat laboratorium kebudayaan baru di daerah Bali selatan, serta bertemu dengan para seniman Bali untuk berdiskusi dan berdialog serta berbagi pengalamannya tentang proyek seninya “After the Deluge” yang membayangkan tenggelamnya kota Basel Swiss untuk mengajak audience menyumbangkan gagasan dalam menyelamatkan kotanya.

Sementara itu Dr. Putu Agung Prianta dari Jimbaran Hijau Foundation, salah seorang yang juga menginisiasi mendatangkan Michael Schindhelm dalam proyek seni masa depan, memandang sangat penting dan berterima kasih banyak atas kehadiran Michael Schindhelm untuk berbagi pengetahuan, timbang rasa, serta membangun networking dalam menempatkan seni, arsitektur, desain serta berbagai gerakan-gerakan penyelamatan dan kepedulian Bali bagi masa depan.

Denpasar telah memiliki sejarah panjang dalam perkembangan pariwisata di Bali, bahkan Bali Hotel sebagai sarana pariwisata terlengkap dan termewah di zamannya, hadir menjadi penanda bagaimana kota ini menjadi episentrum penting dalam perkembangan budaya. Melalui pemutaran film Roots karya Michael Schindhelm catatan itu telah dihadirkan kembali.

Jango Creative House berharap kegiatan dan ruang-ruang dialog budaya seperti ini dapat menstimulasi gerakan-gerakan budaya yang mewakili bahkan mengikuti gerak lintas generasi yang ada. (ist)