NCPI Gelar Dialog Pengembangan Pariwisata Bali Berkelanjutan, Masalah Turis ‘Nakal’: Perlu Edukasi dan Warga Lokal harus Beri Contoh

Turis bermasalah yang belakangan ini menjadi viral menimbulkan pro-kontra. Namun sejumlah tokoh menyebut kasus yang terjadi itu tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada yang bersangkutan. Pasalnya selain ketidaktahuan, ulah para turis itu karena meniru apa yang dilakukan warga lokal. Mereka boleh (melanggar), kenapa kami tidak?

(Baliekbis.com), Pengembangan pariwisata Bali kini menghadapi masalah yang cukup kompleks, mulai dari kebijakan yang bisa menurunkan citra hingga pelanggaran yang dilakukan para wisman.

“Soal turis nakal atau yang melanggar, kita tak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya. Karena banyak faktor penyebabnya. Selain karena ketidaktahuan juga sebagian akibat ulah warga lokal sehingga mereka menirunya. Seperti berkendara di trotoar dan tidak memakai helm. Jadi edukasi itu penting,” ujar Presiden Komisaris Kura Kura Bali Tantowi Yahya saat tampil sebagai pembicara pada NCPI Great Sharing Session – Dialog Bersama “Pengembangan Pariwisata Bali Berkelanjutan: Tantangan dan Solusinya” di UID Bali Campus Kura-Kura Bali Serangan Denpasar, Sabtu (15/4).

Mantan Dubes Selandia Baru itu juga mengatakan sosialisasi aturan di Bali sebagai daerah pariwisata masih kurang. Ia mencontohkan New Zealand (Selandia Baru) yang mirip dengan Bali karena 90 persen ekonominya ditopang pariwisata.

Tantowi Yahya

“Tapi di sana gak ada gangguan seperti yang di Bali. Turis sebelum masuk sudah di-briefing lebih dulu. Di pesawat mereka diberi peringatan agar taat aturan, care dan enjoy. Di hotel juga mereka diajak agar hidup seperti orang New Zealand. Apa kita sudah lakukan seperti itu. Jadi kita perlu ajarin mereka. Turis itu gak ngerti soal pecalang. Maka ketika distop pecalang mereka bilang apa urusan kamu karena mereka gak tahu. Juga tempat sakral,” ujarnya.

Tantowi juga mengingatkan level turis yang ke Bali tidak semua sama. Ada yang mampu tinggal di hotel berbintang (Nusa Dua, Ubud, dll).  Juga banyak yang nginap di tempat lebih murah. Banyak dari mereka yang punya uang sedikit asal bisa melancong.

“Mereka pun ketika mau ke suatu tempat sudah punya persepsi tentang daerah ini. Jadi selain perlu ada sosialisasi yang intensif juga law enforcement dan hukum itu harus adil,” tambahnya.

Sementara Anggota DPD RI Dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M. melihat branding Bali sudah mulai berubah, tantangannya makin kompleks, seperti adanya larangan turis naik motor, kondisi politik, pelarangan Israel, dll.

Memang itu tidak mudah bagi pemerintah di Bali mengambil kebijakan. Namun semua sudah terjadi lalu solusinya apa? “Yang memberikan solusi yaa bapak-bapak sekalian (yang hidup di pariwisata), jangan berharap hanya dari pemerintah. Namun paling tidak dari diskusi ini untuk memantik berpikirberpikir,” ujar Mangku Pastika.

Kembali ke soal pelanggaran oleh wisatawan, mantan Gubernur Bali dua periode ini mengatakan pentingnya dibuatkan SOP, agar polisi memiliki kemampuan berkomunikasi. Kebijakan seperti ini perlu disampaikan kepada Kapolda, Imigrasi termasuk Gubernur. Tentu ini harus didukung politik anggaran agar bisa berjalan.

“Keamanan itu tidak jatuh dari langit, harus ada upaya untuk membangunnya. Bali harus punya sistem keamanan yang berstandar internasional sehingga bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan,” tambah mantan Kapolda Bali ini.

Tokoh pariwisata yang juga mantan dubes IB Ngurah Wijaya juga mengingatkan pariwisata itu penting. Kalau berkembang akan diikuti sektor lain seperti properti, pertanian, perbankan dll. Karena itu penting memberikan pemahaman tentang pariwisata agar bisa lebih dimengerti. Ngurah Wijaya sepakat aparat harus kapabel dan aturan tidak boleh diskriminatif.

Kepala KPw BI Bali Trisno Nugroho mengatakan ekonomi Bali sekitar 54 persen didominasi dari pariwisata. Kalau Bali ingin tahan maka harus disupport oleh pemerintah. Ketua GIPI Bali IB Agung Partha Adnyana mengatakan payung hukum sangat penting dan pemerintah harus jadi motornya untuk menjaga keamanan.

Sementara Ketua NCPI (Nawa Cita Pariwisata Indonesia) Bali Agus Maha Usadha mengatakan pariwisata sangat rentan dengan faktor internal dan eksternal. “Bagaimana kita menyiasatinya dan harus ada kesepakatan bersama untuk mencari pada tujuan mensejahterakan masyarakat Bali,” harapnya. Dikatakan melalui tema diharapkan bisa memberi masukan mau dibawa Bali ini.

Di lain sisi, akademisi Prof. Nyoman Sunarta menyoroti banyaknya desa wisata. Namun tidak jelas apa yang mau dijual dan kepada siapa. Mestinya desa wisata didukung potensi yang spesifik agar laku. “Kalau tidak punya daya tarik khusus jangan buat desa wisata,” jelasnya. (bas)