Pengguna Rokok Elektrik pada Orang Dewasa dan Remaja Meningkat Tajam

(Baliekbis.com), Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey tahun 2011 dan 2021, penggunaan rokok elektrik ini meningkat tajam sampai 10 kali lipat pada orang dewasa. Kalau tahun 2011 prevalensinya 0,3 persen, di tahun 2021 sudah menjadi 3 persen.

Demikian disampaikan Ketua Udayana Center for NCDs, Tobacco Control and Lung Health (Udayana CENTRAL) Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dr. Putu Ayu Swandewi Astuti,.MPH, Ph.D., saat temu media “Sinergi Media untuk Memperkuat Pengendalian Perilaku Merokok” di Denpasar, Rabu (1/2/2023).

Menurut Ayu Swandewi prevalensi penggunaan rokok elektronik di Bali 4,2% lebih besar dari rata-rata nasional -2,8%. Dari Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018 di Indonesia, penggunaan rokok elektronik pada usia remaja angkanya juga lebih tinggi. Pada remaja di Indonesia usia 10 hingga 18 tahun angkanya 10,9%, sedangkan di Bali usia 10 hingga 8 tahun angkanya 20,18%. Sekitar 10 hingga 20 persen. Angka ini sangat mengkhawatirkan,” tambahnya.

Terkait hal itu, dr. Ayu berharap ada tindakan tegas melarang penggunaan rokok elektronik di Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan mengatur perizinan penjualannya di masyarakat. “Juga ada edukasi pada masyarakat termasuk remaja tentang bahaya dari rokok elektronik dan jika memungkinkan membatasi dan mengatur perijinan penjualan rokok elektrik,” harapnya.

Sementara Pejabat Fungsional Epidemiologi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Sri Dana,SKM, M.Kes. menyampaikan untuk mengurangi budaya merokok, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Bali akan dilengkapi fasilitas layanan konseling berhenti merokok. “Jumlahnya 120 dimana setiap Puskesmas akan dijatah 2 petugas yang menangani terdiri dari dokter dan perawat,” jelasnya.

Dikatakan pada tahun 2022 sudah dilakukan pelatihan terhadap 90 orang petugas dan akan ditambah 60 orang lagi pada tahun 2023.
Adapun dalam konseling, petugas akan mengawalinya dengan pemeriksaan kesehatan terkait resiko kecanduan merokok seperti tes terhadap fungsi paru, kadar nikotin dalam darah, serta tes lain yang terkait. Setelah itu barulah dilakukan konseling untuk mengurangi perilaku merokok.

Menanggapi kritik mengenai minimnya kunjungan setelah program itu diuji coba setahun terakhir, Sri Dana menyatakan pihaknya akan mendorong agar petugas lebih aktif melakukan penjangkauan sasaran. U. ntuk perokok pemula dimana petugas akan mengunjungi sekolah dan kelompok anak muda lainnya.

Langkah pelayanan itu, kata dia, untuk memutus kebiasaan merokok yang diduga terkait dengan penyakit-penyakit tidak menular seperti jantung, darah tinggi dan diabetes. Dari data Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Bali, penyakit-penyakit itu pula yang menyedot pembiayaan dan besarnya empat kali lipat lebih besar daripada penanganan penyakit menular.

Penasihat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Bali Made Kerta Duana, SKM, MPM memaparkan pentingnya implementasi peniadaan iklan di luar ruang, sebagai pencegahan terhadap perokok pemula di seluruh Bali.

“Kita berupaya menggerakkan anak muda dan remaja menjadi agen-agen perubahan yang bisa mempengaruhi dari lingkungan keluarga,” harapnya didampingi Dr. dr. Ketut Suarjana MPH selaku tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Made Kerta Duana juga mendorong lahirnya klinik berhenti merokok. Layanan berhenti rokok diharapkan bisa lahir di tiap-tiap Puskemas akan pihaknya memfasilitasi perokok yang ingin berhenti merokok dengan tersedianya klinik berhenti merokok. Dalam diskusi juga mengemuka Terkait sejauhmana dampak menaikkan harga rokok yang 10 persen. Sebab sejauh ini perokok terus meningkat. (bas)