Menteri PPPA Bintang Puspayoga Apresiasi Inovasi Masyarakat Pesisir dalam Memanfaatkan Mangrove, Prof. Wijaya: Potensi Ekonomi Miliaran Rupiah

(Baliekbis.com), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI I Gusti Ayu Bintang Darmawati yang dikenal dengan nama Bintang Puspayoga memberikan apresiasi pada Pelatihan Diversifikasi Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Mangrove di Gedung Serbaguna PT PLN Indonesia Power Bali, Senin (28/8).

Acara itu dihadiri Kepala Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Unda Anyar Tri Adi Wibisono, Senior Manager PT PLN Indonesia Power Bali Power Generation Unit I Made Harta Yasa, Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai, I Ketut Subandi, Ketua Group Riset Energi Terbarukan dan Baterai Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma yang didampingi Prof. Dr. Ir. I Gusti Ngurah Nitya Santhiarsa, MT, Ketua Kelompok Kerja Mangrove Daerah Provinsi Bali, Abdul Muthalib dan KKMD dari Seluruh Indonesia serta Para Tokoh Adat dan Kelompok Masyarakat Penggiat Mangrove dan Danau dari Provinsi Bali.

Bintang Puspayoga menyerap aspirasi masyarakat pesisir untuk bisa memberikan solusi serta pemanfaatan hasil mangrove untuk masyarakat termasuk pemberdayaan perempuan.”Jadi bagaimana pelatihan ini bisa memberi pendampingan dan pemberdayaan masyarakat pesisir agar memberi pendapatan sehingga bisa meningkatkan kesejahteraannya,” ujar Bintang Puspayoga yang Ketua WHDI Bali.

Ia juga merasa bangga produk inovatif Komunitas Peduli Lingkungan beragam dan siap dipasarkan. Bahkan ada yang mengolah sampah menjadi barang berharga bernilai ekonomis. Memang produk-produk itu masih kendala sertifikasi Halal maupun BBPOM. Beragam aspirasi itu akan diteruskan kepada lembaga-lembaga terkait.

Dia tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam melakukan pemberdayaan perempuan. Apalagi pada musim pandemi, peran UKM dari perempuan cukup besar dalam melewati kondisi sulit pandemi Covid-19 hampir dua tahun. “Waktu itu, ada keluarga sampai tidak bisa beli susu. Kondisi itu kami terima langsung masalahnya,” ungkapnya.

Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan para perempuan mengenai kewirausahaan serta memanfaatkan peluang bisnis di era digital pasca pandemi, sehingga para perempuan dapat berdaya secara ekonomi.

Pelatihan yang melibatkan 50 orang, sebaiknya dilakukan melalui beberapa tahapan.
• Tahap pertama adalah memetakan usaha yang akan membantu perekonomian.
• Tahap kedua adalah tahap pelaksanaan dan
• Tahap ketiga adalah tahap evaluasi untuk memastikan para peserta dapat memiliki panduan dalam memulai atau mengembangkan usahanya.

Setelah kegiatan ini, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta untuk memulai dan mengembangkan usaha yang dapat diukur dengan skala motivasi berwirausaha dan berdaya secara ekonomi.

Pelatihan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Mangrove mendapat respons positif peserta yang hadir dari berbagai lembaga dan komunitas di antaranya Kelompok Kerja Mangrove Daerah Provinsi Bali dan KKMD dari seluruh Indonesia, Tokoh Adat dan Kelompok Masyarakat Penggiat Mangrove dan Danau dari Provinsi Bali. Hadir juga para pengusaha Perempuan yang tergabung dalam IWAPI Bali, Rotary Club, serta Pusat Studi dan Inkubator Bisnis Perguruan Tinggi yang ada di Bali.

Sementara itu, Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Unda Anyar Tri Adi Wibisono menyatakan bahwa Hutan mangrove mempunyai keistimewaan dan manfaat dalam berbagai hal, baik dari aspek manfaat fisik, ekologi, dan ekonomi. Dari sisi fisik, mangrove berakar banyak dan batangnya kokoh mampu mencegah ombak, abrasi pantai dan mengurangi bahaya tsunami.

Dari sisi ekologi, mangrove mampu berfungsi sebagai filter polusi air dan udara karena dapat tumbuh pada kondisi tanah berlumpur/limbah dan menyerap serta menyimpan karbon. Mangrove sebagai habitat tempat hidup dan berkembang biaknya berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya.

Dari sisi ekonomi, mangrove menghasilkan hasil hutan bukan kayu (HHBK), yaitu dari buah/biji yang dapat dibuat untuk berbagai panganan atau minuman. Kulit batang maupun daun mangrove sangat baik untuk bahan baku pewarna batik dan juga ecoprint. Disamping itu keberadaan hutan mangrove berpotensi sangat besar untuk dikembangkan pemanfaatannya menjadi wisata alam.

Di Provinsi Bali, Hutan Mangrove di Tahura Ngurah Rai ini merupakan potret nyata sebuah contoh keberhasilan pemerintah Indonesia dan masyarakat Bali dalam upaya pemulihan ekosistem mangrove yang semula dalam kondisi rusak akibat aktivitas tambak menjadi kawasan hutan mangrove yang baik.

Tahura Ngurah Rai seluas sekitar 1.300 hektare ini, kini dikelola dengan baik dan menjadi rumah bagi 33 spesies mangrove dan 300 spesies fauna. Sebagai negara pemilik hutan mangrove terluas di dunia yaitu lebih dari 3juta hektare atau 23% dari luas hutan mangrove dunia, maka hutan mangrove di Indonesia memiliki kontribusi yang sangat besar dalam upaya menekan emisi Carbon, karena berdasarkan penelitian, hutan mangrove mampu menyimpan cadangan carbon hingga 4-5 kali dibandingkan hutan di terestrial. “Oleh karenanya, mari kita pulihkan dan jaga ekosistem mangrove kita,” ujarnya.

Ia berharap mendapat pencerahan sesuatu yang baru dan inovatif terkait dengan alternatif pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) mangrove, substansi yang akan dikenalkan antara lain adalah pemanfaatan buah mangrove untuk biodiesel, serta pemanfaatan eceng gondok dan ganggang laut untuk biofuel.

Kegiatan pengenalan alternatif pemanfaatan HHBK mangrove dapat dilanjutkan dan mendapat dukungan disektor hulu dan hilirnya. Di sektor hulu masyarakat dikenalkan dan diberdayakan melalui kemitraan dengan teknologi sederhana dan tepat guna yang sesuai standar serta kompetitif secara ekonomi, sedangkan disektor hilir perlu didukung dengan pengembangan jejaring pemasarannya serta insentif lainnya.

Hal penting lainnya adalah pemanfaatan HHBK ini harus tetap memperhatikan aspek keberlanjutan dan aspek aturan yang berlaku terkait dengan pemanfaatan HHBK. Dengan demikian, pengenalan teknologi ini diharapkan dapat mendukung 4 pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu pilar ekonomi, pilar lingkungan, pilar sosial, dan pilar tata kelola.

Inisiasi sosialisasi dan pelatihan pemanfaatan HHBK mangrove untuk energi terbarukan pada hari ini, adalah salah satu wujud kepedulian kita semua terhadap upaya pengelolaan hutan mangrove yang lestari dan menjadi momentum sangat penting dalam pencapaian keberlanjutan lingkungan, ekonomi dan pengembangan energi hijau.

Sementara itu Ketua Group Riset Energi Terbarukan dan Baterai Unud Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma yang memberi pelatihan mengatakan dengan begitu luasnya hutan mangrove di negeri ini bila dikelola hasinya akan memberi nilai ekonomi yang sangat besar, miliaran rupiah.

Hasil mangrove berupa buah dan daunnya bisa diolah menjadi berbagai produk baik makanan, pewarna maupun energi berupa bioenergi yang bernilai ekonominya sangat besar. Secara umum, bioenergi menghasilkan biofuel, bioetanol dan biamassa padat seperti biobriket. Bioenergi ini dapat menghasilkan energi listrik, bahan bakar transportasi dan panas.

Pada kegiatan pengenalan alternatif pemanfaatan HHBK mangrove masyarakat dikenalkan dan diberdayakan melalui kemitraan dengan teknologi sederhana dan tepat guna yang sesuai standar serta kompetitif secara ekonomi.

Secara teknologi, pihak Unud akan siap membantu memfasilitasinya. Ia memprediksi nilai ekonomi pemanfaatan mangrove miliaran rupiah. Untuk itu, pemanfaatan ekonomi tersebut yang diperhatikan tanpa merusak lingkungan.

Hal penting lainnya adalah pemanfaatan HHBK ini harus tetap memperhatikan aspek keberlanjutan dan aspek aturan yang berlaku terkait dengan pemanfaatan HHBK. “Jangan sampai hutan bagus lestari, tetapi masyarakatnya miskin,” ungkapnya.

Dengan demikian, pengenalan teknologi ini diharapkan dapat mendukung 4 pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu pilar ekonomi, pilar lingkungan, pilar sosial, dan pilar tata kelola.

Dalam sesi tanya jawab mengemuka adanya kekhawatiran kerusakan ekosistem dan biota laut akibat terjadinya pengerukan pasir di pelabuhan. Peserta juga mengaku masih terkendala dalam pengurusan perizinan di BBPOM.

Senior Manager PT PLN Indonesia Power Bali Power Generation Unit I Made Harta Yasa pun mendukung penuh acara tersebut. Pihaknya pun akan mengoptimalkan Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dalam melakukan pemberdayaan masyarakat pesisir, khususnya perempuan. (ist)