Menjaga Integritas dan Martabat Pemilu

Dinamika Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Indonesia sudah semakin terasa, terlebih di tengah terbentuknya pasangan calon untuk presiden yang berdampak pada perubahan peta politik. Perhelatan politik ini pun telah dilanjutkan dengan kampanye. Tentu ini juga akan berpotensi menciptakan perubahan arah dukungan masyarakat.

Dalam realitas di masyarakat, pemilihan presiden relatif menjadi perbincangan yang lebih hangat jika dibandingkan dengan legeslatif. Tidak salah memang karena kontestasi politik ini dipandang menjadi ujung tombak keberlanjutan dan eksistensi bangsa dan negara. Masyarakat tentu mengharapkan pemimpin ke depan yang berkualitas, pemimpin yang mampu menangani dan menuntaskan berbagai permasalahan pelik yang masih membelit sendi-sendi kehidupan masyarakat. Tidak hanya masalah sosial, tetapi hal berkaitan dengan hukum. Korupsi salah satunya yang telah diangkat menjadi salah satu topik debat calon Presiden.

Esensi Pemilu adalah untuk memperkuat fondasi demokrasi Indonesia. Pemilu memiliki peran sentral sebagai proses menentukan pemimpin dan perwakilan rakyat maupun sebagai wadah untuk membangun partisipasi aktif dan kesadaran akan demokrasi masyarakat.

Sejak awal ditetapkan, Pemilu di Indonesia telah mampu berjalan sebagai pesta demokrasi lima tahunan. Masyarakat telah mendapatkan ruang untuk menyalurkan hak suaranya sesuai dengan asas Luber-Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil). Dari segi proses dan pelaksanannya, Pemilu telah menunjukkan kedewasaan. Regulasi atau kebijakan telah menjadi sandaran oleh pihak penyelenggara. Akan tetapi masih ada tantangan yang dihadapi, diantaranya
politisasi identitas, politik uang, netralitas ASN/TNI/POLRI yang dilarang terlibat kampanye, dan penyebaran informasi hoaks. Adanya tantangan ini memberikan gambaran dari sisi masyarakat belum sepenuhnya dewasa menghadapi Pemilu.

Penyelenggara Pemilu dan Pengawas sejatinya telah melakukan langkah-langkah antisipasi dan pencegahan terhadap tindakan yang mencederai Pemilu. Hal ini penting untuk diapresiasi dan harus mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Masyarakat yang menjadi bagian tidak terlepaskan perlu memaknai bahwa Pemilu bukan semata-mata tentang merebut kekuasaan maupun siapa yang harus berkuasa. Lebih dari itu adalah menjaga citra bangsa dan negara, tidak terkecuali Pemilu 2024 yang sudah di depan mata.

Pemilu 2024 harus dijadikan ruang untuk berbenah sekaligus sebagai bukti Bhineka Tunggal Ika tetap ajeg. Angka kelompok pemilih nanti didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z. Data Pemilih Tetap (DPT), jumlah pemilih dari generasi milenial sebanyak 66.822.389 atau 33,60% dan pemilih dari generasi Z sebanyak 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85% dari total DPT. Generasi muda ini adalah tumpuan masa depan bangsa. Oleh karena itu Pemilu 2024 dapat sebagai ruang edukasi politik yang sehat dan dapat menjadi role model untuk pemilu mendatang.

Pemilu harus diselenggarakan secara beretika dan bermartabat. Hal ini tidak hanya untuk menghasilkan pemerintahan dan kekuasaan yang demokratis sesuai aspirasi rakyat, tetapi juga dalam rangka menjaga keutuhan bangsa yang sedemikian majemuknya. Semua itu berpulang kepada karakter dan integritas pemilih. Hajatan politik ini harus mampu mempertontonkan dan melakonkan sikap yang tunduk pada perundang-undangan. Tidak hanya oleh pemilih, tetapi juga oleh yang dipilih, yaitu calon presiden dan wakil presiden maupun calon legislatif. Dengan demikian, Pemilu 2024 yang demokratis dan bermartabat dapat terwujud seperti dambaan bersama. Pemilu yang berlangsung damai sesuai dengan asas dan hukum niscaya akan menghasilkan sesuatu yang berbanding lurus, yaitu pemimpin yang cakap, memiliki legitimasi, dan mampu membawa bangsa pada kematangan berdemokrasi. Selain itu eksistensi dan keutuhan bangsa dapat terjaga.

*Penulis: Ni Made Juni Yastiti, S.E

Mahasiswa S2 Ilmu Manajemen Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Bali