Ini Rekomendasi Pengabdian Masyarakat ITB di SMPN 3 Bebandem

l(Baliekbis.com),  Ketua Pelaksana Kegiatan Pengabdian Masyarakat Integrated Geohazard Observation dan Simulation (IGOS) Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Eng. Asep Saepuloh,ST, M.Eng. melaksanakan Kegiatan Pengabdian Masyarakat di SMPN 3 Bebandem, Jl. Tanah Aron, Desa Bhuana Giri selama lima hari dari tanggal 26 hingga 30 Desember 2022.

Dengan mengadakan “Edukasi Kebencanaan dan Pemetaan Potensi Bahaya di Wilayah Gunung Agung Bali” yang didukung oleh PT Reasuransi Maipark Indonesia, BPBD Karangasem, Yayasan Bali Angel, Rotary Club of Denpasar, Tagana Dinsos Karangasem, Skywatcher Bali.

Kedatangan Dr. Asep Saepuloh didampingi oleh Anggota Dr. Edi Riawan,S.Si.,MT dan Dr. I Gusti Bagus Edy Sucipto,ST, MT, Muhaji Sahnita Putri dan Nida Azkiya.

Dipilihnya SMPN 3 Bebandem, Karangasem, Bali adalah salah satu sekolah yang ada di lereng Gunung Agung (Bali) memiliki bahaya awan panas, abu volkanik, erosi, longsor, lahar, dan memerlukan titik aman. Apalagi pada Oktober lalu, Padmasana SMPN 3 Bebandem longsor.

Sekolah tersebut berada dalam Kawasan Rawan Bencana III berupa potensi bahaya dari landaan awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu pijar, dan hujan abu.

Sekolah ini didirikan di atas endapan hasil letusan besar Gunung Agung tahun 1963 yang menewaskan sekitar 1600 jiwa. Hasil kegiatan sebelumnya menunjukan bahwa sekolah ini selain memiliki potensi bencana yang tinggi terkait dengan aktivitas Gunung Agung, juga memiliki potensi bencana lain yaitu longsor.

Posisi sekolah yang berada di atas endapan awan panas yang belum mengalami kompaksi (material lepas) dan dengan keberadaan sungai di bawahnya sebagai jalur aliran lahar menyebabkan timbulnya potensi bencana longsor.

Kondisi ini diperparah dengan kegiatan penambangan pasir di bagian hilir sungai sehingga proses erosi ke hulu menyebabkan lereng sungai semakin terjal dan mendekati bangunan sekolah.

Laporan terbaru dari pihak sekolah menyebutkan curah hujan yang tinggi saat ini menyebabkan debit sungai semakin tinggi sehingga proses erosi ke hulu semakin besar.

Hal itu mengakibatkan tergerusnya halaman sekolah dan meander sungai semakin dekat ke dinding bangunan sekolah. Pergerakan tanah terlihat dengan rusaknya dinding-dinding bangunan sekolah di sisi yang dekat dengan aliran sungai.

Untuk mengantisipasi bencana yang bisa terjadi, diperlukan pemetaan bahaya aktual dengan berubahnya pola aliran sungai akibat erosi ke hulu.

Pemetaan rinci berbasis pesawat tanpa awak (drone) diperlukan untuk mengetahui kecepatan erosi yang terjadi dan prediksi awal erosi maksimal yang dimungkinkan sebelum kejadian longsor terjadi. Hasil ini akan penting sebagai langkah awal dalam melakukan perencanaan mitigasi bencana.

Untuk itu, Asep Saepuloh hadir untuk menyosialisasikan potensi bahaya hidrometeorologi, memetakan potensi bahaya terbaru secara spasial, menganalisis kecepatan erosi, memberikan rekomendasi kepada pihak terkait mengenai bahaya yang ada. Selama ini, pihaknya sudah melakukan tiga kali penelitian dan pengamatan yakni tahun 2018, 2019 dan 2022.

Ia melihat perubahan yang signifikan terhadap SMPN 3 Bebandem sejak awal penelitian 2018 dalam mewujudkan Sekolah Siaga Bencana. Tujuan pendidikan siaga bencana tersebut untuk memberikan bekal pengetahuan tentang adanya resiko bencana yang ada di lingkungannya (jenis bencana, cara mengantisipasinya, dan mengurangi dampak bahaya yang ditimbulkan).

Selain itu, pihaknya memberikan keterampilan agar peserta didik mampu berperan aktif dalam pengurangan resiko bencana baik pada diri sendiri dan lingkungannya serta memberikan bekal sikap mental yang positif tentang potensi bencana dan resiko yang mungkin ditimbulkan.

Dijelaskan, kondisi sisi timur SMPN 3 Bebandem semakin miring dan kedalamannya semakin dalam akibat erosi dan material di bawah sekolah yang menghilang. “Kami melihat perubahan signifikan pada sekolah tersebut, awal luas sekolah 10.000 meter persegi, sekarang sisa 9.380 meter persegi,” ujarnya.

Untuk itu, rata rata sekitar 74 meter persegi per bulan material luas sekolah yang hilang. Maka perkiraan potensi material sekolah itu bisa tergerus habis dalam waktu 10 tahun. Dengan demikian, pihaknya memberikan rekomendasi penanganan dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

Asep Saepuloh memberikan rekomndasi jangka pendek dengan menguatkan edukasi terhadap zona bahaya areal sekolah. “Siswa dan guru bisa mengetahui garis – garis daerah rawan. Sehingga kewaspadaan semakin meningkat,” imbuhnya.

Sedangkan solusi jangka menengah diperlukan rekayasa kemiringan agar tidak terlalu tinggi, bangun Sabo Dam (bronjong) untuk bangunan penahan, perlambatan dan penanggulangan aliran lahar di sepanjang sungai yang berpotensi terlanda lahar.

Kemiringan tebing agar dibentuk maksimal 30 derajat, sekolah itu tediri dari batu dan pasir. Dengan kemiringan maksinal 30 derajat sekolah bisa aman. Namun saat ini . kemiringan mencapai 90 derajat. Apabila rekayasa itu dilakukan diyakini sekolah bisa bertahan dari gerusan kehilangan material bisa mencapai 20 tahun lebih.

Namun rekomendasi jangka panjang dan permanen, memang sekolah tersebut diperlukan relokasi. Upaya itu dalam mewujudkan sekolah aman dalam melindungi hak-hak anak dengan menyediakan suasana dan lingkungan yang menjamin proses pembelajaran, kesehatan, keselamatan dan keamanan siswanya terjamin setiap saat.

Sekaligus sekolah aman dari bencana yang menerapkan penyeleggaraan pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan dan budaya sekolah yang mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan di sekitarnya dari bahaya.

Pentingnya sekolah aman, dikarenakan anak-anak merupakan kelompok yang rentan terhadap bencana. Disamping itu, anak-anak punya kemampuan belajar dan menyampaikan pengetahuan yang tinggi. Bahkan sekolah sering digunakan sebagai tempat pengungsian dan distribusi bantuan pasca bencana. Sekolah berperan penting sebagai tempat berkumpul masyarakat setempat.

Selanjutnya, diharapkan rekomendasi itu menjadi pertimbangan bagi pemegang kebijakan, lebih lanjut dilakukan analisis baik dari segi Teknik Lingkungan (Planologi), Teknik Sipil Bangunan dan Pengairan serta Geologi.

Sementara itu, Kepala SMPN 3 Bebandem I Made Wijana mengaku sudah ada kerja sama dari tahun 2018. Mengingat sekolah di rawan bencana, warga sekolah perlu mendapatkan edukasi tentang kebencanaan dari ahlinya, untuk bekal ketika bencana terjadi.

Pada kesempatan itu, pihaknya mengucapkan terima kasih Pelaksana Kegaitan Pegabdian Masyarakat IGOS FITB ITB yang ikut getol memberikan edukasi kebencanaan.

Sedangkan Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Karangasem Ida Bagus Ketut Arimbawa mendukung acara tersebut. “Arahan dan imbauan agar anak-anak sekolah tidak melakukan aktivitas di dekat alur sungai/pinggiran yabg longsor,” ujarnya. Hasil penelitian yang dilaksanakan akan dijadikan rekomendasi untuk melakukan langkah-langkah pengamanan atau penanganan. (ist)