HKTI Bali Rekomendasi Pertanian sebagai Penggerak Ekonomi Bali

(Baliekbis.com), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah Bali untuk menjadikan sektor pertanian sebagai penggerak ekonomi Bali. Bali diharapkan tidak lagi terlalu memprioritaskan sektor pariwisata karena sangat mudah goyah ketika terjadi goncangan.

“Kita tidak boleh lagi terlalu tergantung pada sektor pariwisata, karena mudah limbung. Maka pertanian harus dijadikan penggerak dasar struktur perekonomian Bali” kata Ketua HKTI Bali Prof. Dr. Ir. I Nyoman Suparta, MS.,MM., IPU saat webinar serangkaian HUT Ke-48 HKTI di Denpasar pada Sabtu (22/5).

Menurut Suparta, kebijakan pembangunan ekonomi selama ini yang bertumpu pada sektor pariwisata, dan sektor pertanian sebagai pendukung pariwisata hanya bersifat pelengkap. Fakta menunjukkan bahwa sektor pariwisata sangat rapuh dan rentan terhadap perubahan terjadinya gejolak social, ekonomi, politik dan pertahanan keamanan regional maupun global.

Ia menegaskan bahwa arah pembangunan perekonomian Bali seyogianya bertumpu pada 4 (empat) sektor adalan dan unggulan yaitu: sektor pariwisata, pertanian, industri kecil dan UMKM, tetapi dalam implementasinya selama ini pembangunan perekonomian hanya menitik beratkan pada sektor pariwisata walaupun dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) sektor lainnya sebagai pendukung tapi nyaris tidak ditangani secara komprehensif.

Ketua HKTI Bali Prof. Suparta

Plt Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali Ketut Lihadnyana mengakui pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan pada saat ini merupakan suatu keharusan. Mengingat pertanian di tidak saja berperan dalam penyediaan pangan dan bahan baku industri tetapi juga dalam memperluas lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, dan pelestarian lingkungan.

“Berbagai tantangan dan permasalahan yang ada dalam mengembangkan pembangunan pertanian seperti alih fungsi lahan, keterbatasan irigasi, gangguan hama penyakit serta bencana alam dan semakin mahalnya harga sarana produksi perlu kita sikapi bersama” jelas Lihadnyana.

Lihadnyana menyampaikan bahwa berbagai tantangan dan permasalahan yang ada dalam mengembangkan pembangunan pertanian seperti alih fungsi lahan, keterbatasan irigasi, gangguan hama penyakit serta bencana alam dan semakin mahalnya harga sarana produksi perlu sikapi bersama. Ia berharap HKTI tetap berkomitmen dan berperan aktif dalam pembangunan pertanian di Bali dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan kelestarian lingkungan.

Sedangkan Ketua Komisi II DPRD Bali I Gusti Komang Krisna Budi mengakui jika selama ini anggaran untuk sektor pertanian Bali masih sangat kecil. Besarannya anggaran pertanian yang dialokasikan tidak lebih dari 1%.

“Mudah-mudahan anggaran yang diberikan kepada dinas pertanian dalam arti luas perkebunan dan peternakan bisa mencapai di atas 5%. Kita upayakan, mudah-mudahan penganggaran daripada dinas pertanian bisa kita tingkatkan” jelas Krisna Budi.

Akademisi Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Prof. Dr. Nyoman Rai mengingatkan bahwa Bali perlunya membuat desain arsitektur dibidang pertanian. Desain ini menjadi penting karena selama ini pondasi pembangunan ekonomi Bali terlalu bertumpu pada sektor pariwisata.

“Maka redesain pembangunan ekonomi kedepan harus menyeimbangkan sektor pariwisata dengan pertanian melalui kebijakan anggaran pertanian yang lebih besar mencapai 5%, dan sinergi antar SKPD di Bali dalam membangun pertanian terutama di sektor hilir yaitu pemasaran,” tegas pria yang merupakan Mantan Dekan Fakultas Pertanian, Unud tersebut.

Kegiatan Webinar dengan topik “Strategi Mewujudkan Sektor Pertanian Sebagai Pondasi Pembangunan Struktur Ekonomi Bali” ini diselenggarakan atas kerjasama DPD HKTI Bali dengan Universitas Dwijendra dan Prodi Magiater Sains Pertanian Pascasarjana Universitas Warmadewa. (ist)