Undwi Gelar Kuliah Umum Bersama Koordinator Staf Khusus Presiden, Angkat “Budaya Air dan Tanah”

(Baliekbis.com),Universitas Dwijendra (Undwi) Denpasar bersama narasumber Koordinator Staf Khusus Presiden RI AAGN Ari Dwipayana menggelar kuliah umum dengan mengangkat tema “Penguatan Memaknai Budaya Air dan Tanah Dalam Membangun Bali” di aula Shadu Gocara, Senin (14/3).

Ari Dwipayana dalam kuliah umum ini mengatakan pentingnya pemanfaat air dan tanah sebagai kebutuhan hidup. “Jangan pernah sia-siakan apa yang sudah diberikan oleh alam, dan harus dijaga baik-baik,” ujarnya.

Ia berpesan kepada seluruh civitas akademika Undwi Denpasar agar senantiasa selalu mengingat Danghyang Dwijendra yang dikenal luas dengan pemikiran-pemikiran besar yang tertuang dalam berbagai karya sastra.

“Saya juga berharap keluarga besar Dwijendra University nantinya bisa menjadi pemikir-pemikir besar seperti halnya yang sudah dilakukan oleh Danghyang Dwijendra sebagai sumber inspirasi dalam membangun keinsyafan atau kesadaran dalam laku kehidupan masyarakat Bali,” ungkapnya.

Ketua Yayasan Dwijendra Dr. I Ketut Wirawan, S.H.,M.Hum dalam sambutannya  mengingatkan kewajiban masyarakat untuk ikut melakukan konservasi dan menjaga kesucian air dan tanah. Apalagi dalam kuliah umum sekarang yang dipaparkan oleh narasumber yakni tentang “Penguatan Memaknai Budaya Air dan Tanah Dalam Membangun Bali”. Karena air dan tanah sangat penting bagi kehidupan kita, maka harus dijaga baik-baik,” ucapnya.

Sementara itu Rektor Undwi yang juga sebagai moderator dalam kuliah umum tersebut Dr. Ir. Gede Sedana menekankan masalah lingkungan di Bali tidak terlepas dari permasalahan global sebagai akibat pemanasan global.

Dimana pemanasan global sendiri mulai mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan frekuensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrim yang berdampak pada penurunan produktivitas pangan hingga mengganggu hubungan sosial antarmasyarakat. Perlu upaya-upaya mengatisipasi hal tersebut supaya berbagai dampah yang ditimbulkan oleh pemanasan global tidak lebih meluas.

Menanggapi masalah tersebut Ari Dwipayana mengatakan agar pamanasan global sedikit tidaknya bisa diatasi yakni dengan tetap menjaga habitat alam seperti air dan tanah harus bisa dirawat dengan baik sebagai salah satu sumber kehidupan.

“Karena kita tahu Bali memiliki permasalahan lingkungan tersendiri mulai dari deforestasi besar-besaran yang menimbulkan krisis air dan juga banjir, pencemaran air oleh sampah dan limbah serta polusi, pendangkalan dan terjadi alih fungsi lahan pertanian, rusaknya kesuburan tanah, sampai dengan munculnya konflik karena perebutan lahan dan juga air,” ujarnya.

Oleh karena itu, dalam upaya menyelesaikan masalah lokal dan global tentu diperlukan semangat solidaritas dan kolaborasi. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Penyelesaiannya juga tidak bisa dilakukan secara segmented/parsial.

“Harus lebih menggunakan pendekatan integrated-holistic dengan berbasis pada nilai-nilai kearifan lokal yang bertujuan untuk bisa menyembuhkan alam dan peradaban,” ujarnya. Sembari menambahkan perlu strategi nguriping toya, nguriping pertiwi yaitu upaya menjaga tanah dan memuliakan air tesebut. Itu bisa dicapai melalui empat level.

Pertama, strategi di level negara untuk menyusun kebijakan yang inklusif dan mendukung keberlanjutan. Para pemimpin harus betul-betul “pesaje” dalam menjaga alam Bali. Kebijakan insentif juga perlu diberikan bagi wilayah-wilayah konservasi sehingga masyarakat bisa mempertahankan gunung, hutan, dan danau.

Kedua, strategi di level komunitas melalui penerapan awig-awig dan perarem yang menjaga lingkungan hidup. Tri Hita Karana seharusnya tidak berhenti menjadi slogan yang dibanggakan, tetapi menjadi dresta dalam kehidupan masyarakat Bali.  Berbagai Desa dresta dan Kuna dresta untuk konservasi alam seperti alas kekeran perlu dipertahankan dan diperkuat lagi. Bahkan bisa dibuat alas kekeran baru.

Ketiga, strategi literasi dan edukasi di level keluarga dan sekolah. Pendidikan kearifan ekologis harus masuk dalam kurikulum mulai dari PAU sampai dengan perguruan tinggi. Di Perguruan Tinggi di bali, perlu dikembangkan tri dharma perguruan tinggi yang pro pada lingkungan hidup. Seperti mengajak civitas akademika mengadakan riset dan pengabdian masyarakat di wilayah-wilayah konservasi di hulu maupun pesisir.

Keempat, yaitu melalui strategi pengembangan ekonomi konservasi, ekonomi hijau. Strategi ini menyeimbangkan antara aspek konservasi lingkungan dengan aspek kesejahteraan. Sehingga masyarakat menjalankan aktivitas ekonomi dengan berkesadaran lingkungan. Sebaliknya, konservasi lingkungan juga memberikan benefit ekonomi. (sus)