Sosialisasi Empat Konsensus Kebangsaan, Dr. Mangku Pastika,M.M.: Perguruan Tinggi Strategis dalam Mengukuhkan Jati Diri Bangsa yang Berintegritas

Berbagai kasus yang menyeruak baik secara nasional maupun lokal Bali belakangan ini menjadikan “Empat Konsensus Kebangsaan” relevan untuk terus disosialisasikan. Sosialisasi tanpa dibarengi implementasi menjadikan kegiatan dimaksud kehilangan rohnya. Dalam hal ini peranan perguruan tinggi sebagai komponen bangsa yang “nota bene” sebagai embrio pencerdas dan pencerah dalam konteks bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjadikannya sangat penting dan strategis dalam upaya mengukuhkan jati diri bangsa yang berintegritas.

(Baliekbis.com), Anggota MPR RI Dr. Made Mangku Pastika, M.M mengatakan ada indikasi ancaman terhadap keberlangsungan NKRI dan Pancasila. Demikian pula politik identitas yang ada kaitannya dengan hal-hal yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu sosialisasi Empat Konsensus Kebangsaan ini penting dan perlu lebih intensif dan lebih sering dilaksanakan.

“Sebenarnya di perguruan tinggi sudah ada pendidikan kewarganegaraan, ada bela negara, Pancasila, agama, empat pilar ini juga ada. Tinggal sekarang apa itu sudah meresap apa tidak,” ujar Mangku Pastika yang juga Anggota DPD RI dapil Bali sebagai keynote speaker saat acara Sosialisasi Empat Konsensus Berbangsa dengan tema: “Peranan Lembaga Pendidikan dalam Menegakkan Empat Konsensus Bangsa untuk Membentuk Sumber Daya Manusia Berintegritas”, Rabu, 29 Maret 2023 di RAH (Rumah Ahli Hukum) Jln. Tukad Musi IV Renon Denpasar.

Sosialisasi yang dipandu Tim Ahli Nyoman Wiratmaja didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Baskara menghadirkan narasumber akademisi Drs. I Ketut Donder,M.Ag.,Ph.D. tentang “Kewajiban Suci Setiap Warga Negara Melaksanakan Dharma Agama dan Dharma Negara serta Keikutsertaan Perguruan Tinggi sebagai Pusat Peradaban Bangsa dalam Mensosialisasikan Empat Konsensus Berbangsa”.

Sementara pembicara Prof. Dr. I Nyoman Suyatna,S.H.,M.H. mengetengahkan materi “Peran Perguruan Tinggi dalam Meningkatkan
Pemahaman dan Tanggung Jawab Melaksanakan Nilai-Nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara melalui Penguatan Hak dan Kewajiban sebagai Warga Negara”. Sosialisasi ini juga dihadiri mantan Hakim MK yang juga akademisi Dr. Dewa Palguna, Dr. Gede Suardana serta puluhan peserta dari kalangan mahasiswa dan praktisi.

Mangku Pastika berharap perguruan tinggi bisa realistis dalam memberikan pendidikannya, sehingga lebih kontekstual sesuai dengan situasi yang ada sekarang. “Selama ini kesannya membosankan, itu yang saya dengar dari mahasiswa. Karena itu kita harus terus dan berkewajiban untuk mensosialisasikan kepada masyarakat dan perguruan tinggi sebagai salah satu tempat untuk mencerdaskan bangsa,” jelasnya.

Mantan Gubernur Bali dua periode ini di awal paparannya menceritakan sejarah perjuangan bangsa Indonesia hingga bisa merdeka dan ada seperti sekarang ini. “Tidak mudah saat itu, bisa dibayangkan tahun 1925 hingga 1945 dan tahun 1950 saat baru ada pengakuan Kemerdekaan Indonesia. Di zaman penjajahan, hukum ada 3 kelas yakni untuk pribumi, golongan Timur Asing dan Kulit Putih,” jelasnya. Di sisi lain dijelaskan tantangan ke depan yakni kemungkinan perang ideologis. “Kita berkepentingan untuk bersatu, jangan terjebak dengan ekstrim kiri, ekstrim kanan dan ekstrim lainnya. Juga pentingnya agama dalam kaitannya dengan integritas.
Kalau semua merasa benar kan tetap saja bisa ada potensi perpecahan,” pungkasnya.

Prof. Suyatna menegaskan penting menjaga 4 pilar ini agar bangsa ini tidak sampai terpecah. Ia memaparkan warga negara punya hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam UUD 45. Sehingga punya tanggung jawab menjaga 4 pilar ini. Perguruan tinggi juga punya tanggung jawab. Demikian pula negara punya kewajiban melindungi warganya.

Prof. Suyatna menambahkan kalau masyarakat merasa dirugikan, maka pemerintah wajib memberi perlindungan hukum. “Jadi masyarakat gak perlu demo. Dalam UU tidak ada prosesnya dengan demo. Kita harus preventif bukan reaktif. Reaktif ini tidak ada gunanya. Kalo tidak cocok buat kajian. Demokrasi kita berdasarkan mufakat, beda dengan negara yang liberal bisa melalui voting. Kalau voting, maka mayoritas yang akan menang. Karena itu dibuatlah Sila ke-4 Musyawarah Mufakat,” jelas dosen FH Unud ini.

Suyatna juga menjelaskan kewenangan pemerintah, dimana bila ada yang melanggar bisa dilakukan tindakan hukum. Tapi pemerintah juga bisa digugat. Karena itu pemahaman terhadap hak dan kewajiban yang baik dan benar itu sangat dibutuhkan. Menurutnya sebagai bangsa yang majemuk, potensi ancaman dan tantangan selalu ada. Untuk itu kualitas SDM perlu terus ditingkatkan. “Mahasiswa jangan seperti kupu kupu (kuliah-pulang, kuliah pulang), tapi harus mengisi dengan kegiatan yang positif dan vermanfaat,” pesannya.

Sedangkan Dr. Donder mengingatkan hendaknya bersatu dan bersama-sama dalam mengatasi persoalan. “Semut saja bisa bersatu, masak kita gak bisa,” ujarnya. Ia juga mencontohkan tumbuhan itu berbuah bukan untuk dirinya tapi orang lain. Oleh karena itu manusia harus belajar dari pohon. Sapi juga mengeluarkan susu untuk orang lain, bukan untuk dirinya.

Setiap warga negara Indonesia harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara; bersesuaian dengan itu patut turut serta memasyarakatkan nilai-nilai Empat Konsensus Berbangsa. Dan sesuai UU No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan, maka semua lembaga pendidikan, khususnya pendidikan tinggi mutlak harus melaksanakan Empat Konsensus Berbangsa.

Ia menjelaskan negara dan warga negara tidak dapat dipisahkan, karena warga negara (rakyat) merupakan syarat terbentuknya negara. Sejak awal, para pendiri negara Indonesia menyadari kemajemukan masyarakat merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus diakui, diterima, dan dihormati. “Karena keanekaragaman ras, suku, agama, dan bahasa daerah merupakan khasanah budaya yang justru dapat menjadi unsur pemersatu bangsa,” tegasnya.

Ajaran Hindu, tambah Donder memastikan apabila ada seorang menyatakan dirinya sebagai orang Hindu, memahami ajaran Hindu secara baik dan benar, maka ia layak hidup damai di dunia material ini dan juga pada dunia lain setelah kehidupan di dunia ini.

Di zaman Kaliyuga ini, ada enam efek terhadap karakter manusia yakni mudah marah,
suka berkata-kata kasar, tidak pernah puas dengan yang dimilikinya, tega memusuhi keluarganya sendiri,
melaksanakan tugas tidak tulus dan
menghamba atau menjadi anak buah orang-orang bejat. (bas)