Respon “New Normal”, Pelaku Usaha dan Stakeholder Harus Mampu Berinovasi

(Baliekbis.com),Di tengah pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan I 2020 mengalami perlambatan. Tertahannya kunjungan wisatawan ke Bali menyebabkan kinerja ekonomi Bali terkontraksi sebesar -1,14% (yoy).

Memasuki triwulan I 2020, kunjungan wisman sempat meningkat di Bali. Namun, pertumbuhan kunjungan wisman menurun tajam di penghujung triwulan I 2020. “Hal ini menjadi penyebab kontraksi pada komponen ekspor jasa. Bali merupakan daerah yang paling terdampak dari turunnya kunjungan wisman tersebut,” jelas Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali Trisno Nugroho, Kamis (28/5/2020) saat Webinar: Roadmap to Bali’s Next Normal “Is Bali ready for a MICE Business” dengan
narasumber Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio, Wakil Gubernur Provinsi Bali, Prof. Dr. Ir. Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, M.Si. dan
Ketua Bali Tourism Board Ida Bagus Agung Partha Adnyana.

Dijelaskan Trisno, akumulasi inbound wisman periode Januari-Maret 2020 mengalami kontraksi sebesar -21,82% (yoy), dengan penurunan terdalam pada wisman asal Tiongkok sebesar -64,24% (yoy). Namun demikian, penurunan inbound tourism di Indonesia masih lebih moderat dibanding negara-negara lainnya. “Singapura, Thailand, Korea Selatan, Jepang dan Hongkong mencatat penurunan yang lebih dalam dengan ditetapkannya restriksi kunjungan wisman untuk mengendalikan penyebaran Covid-19,” jelas Trisno.

Menyikapi perkembangan Covid-19 di seluruh dunia, maka perlu dirumuskan berbagai strategi untuk terus bersaing dengan destinasi wisata lainnya di berbagai negara. Tren pariwisata diperkirakan akan mengalami perubahan. Pandemi Covid-19 menimbulkan disrupsi pada dunia pariwisata dan preferensi/perilaku wisatawan.

Di era pasca pandemi, wisatawan akan mengedepankan aspek safety, hygiene and cleanliness atau yang sering disebut sebagai kondisi “New Normal”. Sejumlah negara sudah mulai merencanakan untuk membuka perjalanan internasional ke negara tertentu.

Di Eropa Utara, Latvia, Lithuania, dan Estonia, sudah sepakat untuk mengizinkan penduduknya untuk melakukan perjalanan ke masing-masing 3 negara tersebut (Balitic Travel Bubble). Australia dan New Zealand juga berencana akan menerapkan travel bubble tanpa karantina 14 hari.

Vietnam, Thailand dan Singapura juga mulai melakukan persiapan untuk membuka sektor pariwisata.
Pemerintah, pelaku usaha dan stakeholder terkait harus mampu beradaptasi/menciptakan inovasi sebagai respon terhadap perubahan dalam rangka meningkatkan daya saing dan bersiap menghadapi kondisi New Normal, dengan menerapkan protokol kesehatan pada setiap lini, termasuk membangun Non-Cash Payment Environment.

Berbagai tantangan yang dihadapi oleh pariwisata Bali perlu dijawab bersama. Sebagaimana diketahui, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah membuat strategi Pemulihan Pariwisata Indonesia melalui program CHS (Cleanliness, Health, & Safety) Pariwisata Indonesia.

Untuk Program CHS Pariwisata Indonesia, Kemenparekraf juga telah menentukan 3 daerah prioritas termasuk Bali.
Menghadapi berbagai tantangan di tengah pandemi Covid-19, semua harus bekerja sama dan saling bahu membahu.

“Bank Indonesia berkomitmen untuk terus bersinergi dengan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, otoritas, instansi, asosiasi, pelaku usaha, dan seluruh lapisan masyarakat dalam meningkatkan kinerja ekonomi Indonesia khususnya pertumbuhan ekonomi Bali yang akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,” jelas Trisno.

Dengan koordinasi dan sinergi yang baik dari seluruh pihak, kami yakin kita semua pasti bisa memasuki norma-norma baru pasca pandemi COVID-19.(ist)