Rai Mantra: Perlu Sinergi Pusat dan Daerah Bentuk Perda untuk Kembangkan Pendidikan Widyalaya
Pendidikan di Indonesia memiliki tuan rumahnya masing-masing, seperti Madrasah, Pesantren serta Widyalaya menjadi domain Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal masing-masing. SD, SMP, SMA Umum menjadi domain Kemendikdasmen. Kemudian ada juga Sekolah Garuda (Kemendiksi Saintek) dan Sekolah Rakyat (Kementerian Sosial).
(Baliekbis.com),Anggota DPD RI perwakilan Bali I.B. Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan pihaknya akan mendorong Pemerintah Daerah melalui Bupati untuk dapat membentuk Peraturan Daerah (Perda) sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan Widyalaya terutama dari segi operasional. Sehingga nantinya terbuka akses-akses yang sama dengan sekolah umum serta Pemerintah Daerah dapat memberikan intervensi kebijakan dalam pengembangannya.
“Widyalaya berupaya membangun dan menyeimbangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, inilah yang kemudian dimaksud sebagai Modal Budaya,” ujar Rai Mantra saat kegiatan Penyerapan Aspirasi terkait Pendidikan Widyalaya di Kabupaten Gianyar, Kamis (29/5/2025).
Ditekankan, ada empat nilai dalam agama Hindu yang diusung dalam sekolah Widyalaya yakni Sidhi atau cerdas, Sidha (terampil), Sudha (jujur) dan Sadhu (bijaksana). Paradigma pembentukan Widyalaya adalah untuk melindungi “aset” kebudayaan dan membentuk kekuatan SDM (Human Capital) di tengah tantangan-tantangan global yang dihadapi ke depan. “Tantangan-tantangan manajerial yang dihadapi pada awal pembentukan Widyalaya bukanlah suatu penghalang, melainkan suatu kekuatan dalam pengembangan pendidikan berbasis agama ke depan,” ujar mantan Walikota Denpasar ini.
Menurut Rai Mantra, Widyalaya terdiri dari 2 bentuk yakni Negeri dan Swasta. Apabila berstatus negeri, nantinya perlu duduk bersama dengan Pemerintah Daerah. Namun, apabila ingin tetap berstatus swasta, tidak perlu melakukan penyerahan aset dan tetap mendapatkan dukungan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta guru-gurunya dapat menjadi ASN PPK dan mengikuti PPG. “Harapan kita ke depan mempunyai Widyalaya-Widyalaya percontohan. Tantangan yang ada harus dihadapi dan dibutuhkan dukungan bersama. Ke depan ketika ini sudah berjalan dan ada percontohan yang baik, akan timbul kepercayaan dan perhatian yang lebih,” tambahnya.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Gianyar I Gusti Ngurah Agung Wardhita menyambut baik agenda yang diadakan sebagai upaya percepatan pembangunan pendidikan Agama di Kabupaten Gianyar. Ia mengapresiasi penguatan dari Anggota DPD RI terhadap dukungan program dan sinkronisasi kebijakan Kakanwil Agama Kab. Gianyar yang berada di bawah koordinasi Dirjen Bimas Hindu. Dikatakan pengalihstatusan dari yayasan ke Widyalaya, secara otomatis akan mengubah pembinaannya. Yang sebelumnya berada di bawah binaan Disdik akan beralih ke Kementerian Agama.
“Apabila ingin statusnya menjadi negeri, maka Kanwil Agama perlu menjalin sinergi dengan Pemerintah Daerah karena kaitannya dengan penyerahan aset,” jelasnya. Jika berstatus swasta, maka sekolah tetap dapat mengakses bantuan operasional dari Kemenag dan tambahan insentif bagi tenaga kependidikan. Sementara itu I Ketut Mudra dari Yayasan Paud Widya Kesari Yeh Malet menyampaikan kekurangan jumlah guru di PAUD dan mayoritas guru yang mengajar berusia lanjut usia (di atas 60 tahun).
Untuk itu ia mohon agar ada kebijaksanaan-kebijaksanaan dari pemerintah utamanya dalam hal pendistribusian guru. PAUD juga tidak dapat mengakses Dapodik dan kesulitan dalam melakukan pendaftaran akta notaris. Made Madriana selaku Pengelola Widyalaya Rsi Markandya Taro menyampaikan siswa Madyama Widyalaya belum mendapat akses angkutan sekolah seperti sekolah negeri/umum lainnya. Kondisi ini bisa mempengaruhi minat orangtua. Ia mohon agar difasilitasi. Menurutnya ada beberapa SD yang tidak terpakai di Desa Taro, namun belum menemui kesepakatan peruntukannya, apa untuk sport center, klinik atau sekolah.
“Mohon agar segera diturunkan rekomendasi,” harapnya. Bendesa Sanding mengatakan di wilayahnya sudah mempunyai TK dan berjalan 34 tahun. Namun infrastruktur sekolah masih kurang memadai dalam upaya untuk pengembangan Widyalaya. Plt. Kadisdik Gianyar Wayan Mawa mengatakan sekolah yang diselenggarakan oleh kelompok masyarakat/yayasan, regulasinya terus berkembang. Sebelumnya, pemerintah tidak bisa membantu yayasan dari segi ketenagaan, karena beririsian dengan proses pengangkatan tenaga kependidikan.
Namun, belakangan berkembang kembali bahwa guru yang bertugas di swasta dapat diangkat menjadi ASN PPPK dan dibutuhkan kajian-kajian teknis yang mendalam terlebih dahulu. Terkait akses angkutan dan aset menurutnya dapat bersurat kepada Bupati agar diberikan kebijaksanaan kepada penyelenggara teknis. Kepala Desa Bresela I Wayan Dirka menanyakan bagaimana nantinya sinergitas yang sudah terbentuk ketika sekolah-sekolah swasta yang sudah ada dialihkan menjadi Widyalaya, apakah regulasi yang ada memungkinkan APBDes tetap bisa membiayai.
“Kalau tidak bisa di-cover APBDes, siapa kemudian yang akan membiayai, karena kaitannya dengan kesejahteraan tenaga pendidik dan penyediaan fasilitas/ sarana prasarana kependidikan,” ujarnya. Ditambahkan, program angkutan sekolah yang disediakan oleh Pemkab Gianyar masih belum maksimal, baru menyentuh sekolah negeri, bahkan di sekolah negeri juga masih banyak yang diantar jemput. Ini perlu diperhatikan agar tidak ada perbedaan kebijakan terhadap Widyalaya juga nantinya.
Stereotipe yang berkembang di masyarakat, anak yang di sekolah negeri cenderung lebih baik dibandingkan yang di swasta. Pandangan inilah yang kemudian harus diubah karena akan berdampak terhadap pengembangan widyalaya ke depan. Ketut Karsa dari Desa Sumampan mengatakan syarat/aturan pendirian Widyalaya perlu disampaikan secara lebih luas untuk memudahkan melakukan sosialisasi dan persiapan pembentukan widyalaya di desa. Kasi Pendidikan Kanwil Agama Kab. Gianyar mengatakan Kabupaten Gianyar sudah memiliki 11 satuan Pendidikan Widyalaya dan saat ini terus berproses dalam pengembangannya, salah satunya pembentukan Widayalaya berbasis bilingual.
Disebutkan ketika sudah beralih status menjadi Widyalaya, guru-guru nantinya akan mendapatkan insentif sebesar Rp250 ribu dan akan meningkat ketika sudah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). Namun, memang diperlukan dukungan-dukungan tambahan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan di satuan pendidikan Widyalaya. Terkait berbagai masukan yang ada, Rai Mantra mengatakan bahwa pendidikan Widyalaya mengembangkan kurikulum berbasis Hindu modern yang adaptif dengan sekolah umum sehingga bisa bersaing baik secara nasional maupun internasional. Dimana 60% merupakan kurikulum umum dan 40% kurikulum berbasis Agama.
Sekolah Widyalaya itu tak berbeda dengan pendidikan formal lainnya. Ada kurikulum ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan seperti sekolah pada umumnya. Hanya saja, ada tambahan pembelajaran nilai-nilai agama Hindu dalam sekolah Widyalaya kepada siswa. “Tapi bukan sekolah agama,” tegasnya.
Dikatakan pengembangan Widyalaya di Gianyar sudah lebih maju dan masif dan ini dapat menjadi percontohan bagi daerah-daerah lainnya. “Kami akan mendorong Pemerintah Daerah melalui Bupati, setidaknya dapat membentuk Peraturan Bupati (Perbup) sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan Widyalaya terutama dari segi operasional. Sebagai legislatif, tugas kami memberikan rekomendasi/ pertimbangan kepada Pemerintah Daerah agar kiranya dapat memberikan intervensi kebijakan terhadap pengembangan Widyalaya. Melalui Widyalaya ini kita ingin melahirkan siswa yang berakhlak mulia dengan berlandaskan nilai-nilai dalam agama Hindu,” jelasnya.
Dirjen Bimas Hindu Prof. Nengah Duija sebelumnya mengatakan Bali dijadikan pusat pengembangan pendidikan widyalaya dikarenakan keberadaan umat Hindu yang menyatu, berbeda dengan daerah lain. “Kita sudah punya 134 widyalaya di Indonesia,”ujarnya. (bas)
Leave a Reply