Pujawali Pura Dalem Taro, Wagub Minta Umat Tidak Sekadar Beryadnya

(Baliekbis.com), Yadnya merupakan perbuatan yang dilakukan dengan penuh keiklasan dan kesadaran untuk melaksanakan persembahan kepada Tuhan. Yadnya bukanlah sekadar upacara keagamaan, lebih dari itu segala aktivitas manusia dalam rangka sujud bhakti kepada Hyang Widhi adalah yadnya. Yadnya bagi Umat  Hindu merupakan satu kesatuan yang utuh dari seluruh ajaran dan aktifitas keagamaan, karena Yadnya adalah unsur yang sangat penting dalam tatanan kehidupan beragama masyarakat  Hindu. Untuk itu, dalam melaksanakan Yadnya jangan hanya sekadar beryadnya atau terlihat menjalankan yadnya. Hal tersebut disampaikan Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta, Rabu (9/8) saat menghadiri Karya Pujawali Ngusaba lan Patoyan Ida Bhatara Ratu Dalem di Pura Dalem Tatag, Desa Taro, Tegalalang, Gianyar.

“Kualitas dan keagungan sebuah Yadnya bukan terletak pada besarnya persembahan, melainkan terletak pada niat suci dan ketulusan hati dari orang yang melakukan yadnya. Dalam ajaran agama Hindu hakekat yadnya adalah pakayunan sane hening, tulus tur jangkep, jadi jelas bahwa hakekat yadnya adalah pikiran yang suci/tulus dan bulat untuk melakukan persembahan. Jadi jangan sampai kita melaksanakannya secara asal-asalan, sekadar beryadnya,” ujar Sudikerta yang dalam kesempatan tersebut didampingi Kadis Perumahan Rakyat dan Desa Tertinggal Provinsi Bali, Ketut Artika.

Ditambahkan Sudikerta, umat diharapkan untuk terus meningkatkan srada bhakti kepada Ida Hyang Widhi Wasa sebagai bentuk rasa syukur atas apa yang telah diberikan selama ini. Menurut Sudikerta, kita sebagai umat manusia jangan hanya meminta sesuatu ataupun berdoa semata tanpa dibarengi dengan persembahan yadnya. “Kita jangan hanya meminta ini itu kepada tuhan, tapi kita malah tidak pernah melaksanakan yadnya atau sembahyang. Kan percuma juga, jadi harus di seimbangkan,” ujarnya. Dalam kesempatan tersebut, Sudikerta juga menyinggung terkait penggunaan buah lokal pada gebogan atau sarana upakara lainnya. Menurut Sudikerta, diharapkan masyarakat dapat menggunakan buah lokal sebagai bahan utama gebogan. Hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah Provinsi Bali dalam melestarikan buah lokal. “Saya juga mengajak masyarakat agar dalam pelaksanaan yadnya sarana yang dipergunakan hendaknya merupakan hasil dari isi bumi sendiri seperti buah-buahan lokal seperti pisang, jeruk, salak, manggis, jambu dan buah lokal lainnya. Jangan semuanya buah import. Persembahan dengan menggunakan buah lokal merupakan  wujud terima kasih kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi atas segala berkah dan rahmat yang telah beliau dilimpahkan kepada kita. Selain itu, banyak juga kita lihat umat membuat gebogan tidak hanya menggunakan buah import tapi juga minuman kaleng, jelas ini sangat tidak bagus dan tidak cocok sebagai persembahan,” tegas Sudikerta. (sus)