Perlu Ada Kajian Seberapa Besar Pendapatan Pariwisata yang Mengendap di Bali

(Baliekbis.com), Banyaknya turis ke Bali sejauh ini belum terlihat mengangkat kesejahteraan masyarakatnya. Bahkan angka kemiskinan masih tetap tinggi. Padahal kalau melihat turis yang datang dengan lama tinggal dan uang yang dibelanjakan begitu besar semestinya masyarakat Bali bisa lebih sejahtera dari sekarang ini. “Lantas kemana larinya pendapatan jutaan turis yang ke Bali ini. Apa sudah sepenuhnya uang uang itu masuk ke (pengusaha/daerah) Bali. Bisa saja turisnya saja yang ke Bali namun sebagian uang yang dibawa sudah “lari” ke tangan lain di luar sana,” ujar pelaku bisnis AA Mahendra di Denpasar,  Jumat (30/3).

Menurutnya ke depan Bali jangan semata mengejar sebanyak-banyaknya turis yang datang. Perlu dilihat sejauh mana kontribusinya bagi pariwisata Bali. “Jangan sampai kelihatannya saja banyak turis yang datang, tapi belanjanya di Bali kecil,” tegasnya. Hal itu bisa terjadi karena beberapa transaksi mereka sudah dilakukan di tempat lain melalui agen-agen di negara mereka. Sehingga belanja mereka jadi rendah. “Hanya sebagian kecil yang kita dapatkan,” ujarnya. Untuk itu ke depan perlu ada kajian dari pihak terkait untuk mengetahui seberapa besar belanja mereka yang “murni” mengendap di Bali sehingga bisa diketahui apa yang didapat Bali dari turis yang datang. Bali menurutnya sangat kecil, jangan sampai ruang/lahan habis untuk kepentingan pariwisata, tapi masyarakatnya tak dapat apa-apa.

Nyoman Dhamantra.

Apa yang diungkapkan Mahendra juga tidak terlepas dari kecilnya kepemilikan bisnis pariwisata oleh warga lokal sehingga pendapatan yang masuk ke Bali menjadi “semu” bagi kesejahteraan warga lokal. “Kelihatannya saja dalam angka begitu besar pemasukan bagi Bali namun yang bisa dinikmati masyarakatnya sangat kecil,” tambah owner Khrisna Kargo. Hal senada sebelumnya dilontarkan anggota Komisi VI DPR-RI Nyoman Dhamantra yang melihat makin terpinggirnya orang Bali. Bahkan banyak yang akhirnya memilih bertransmigrasi karena sudah tidak mampu bertahan hidup layak lagi di daerahnya. “Coba cermati seperti tak masuk akal kalau ada warga dari Ubud yang kini mau bertransmigrasi. Ini kan karena mereka sudah merasa tak bisa hidup layak lagi di daerahnya,” tegasnya. Dhamantra mengaku prihatin dengan kondisi warga lokal yang semakin tak berdaya sementara Bali dimana-mana terkenal dengan pariwisatanya. Pariwisata Bali mendapat penghargaan terbaik di dunia, tapi masyarakatnya masih banyak yang miskin.

Di sisi lain Mahendra juga mencermati kunjungan turis Cina yang semakin banyak ke Bali. Menurutnya perkembangan ini juga harus dikaji agar dampak positifnya bisa diperoleh Bali. “Dubai melakukan kajian sampai sepuluh tahun sebelum membuka pintu kunjungan bagi turis Cina,” tambahnya mengingatkan. Sejumlah pengelola pariwisata juga mulai selekif terhadap kedatangan turis Cina ke Bali. “Kita lebih fokus menerima turis Cina yang datang secara perorangan. Kalau yang grup kita selektif,” ujar GM sebuah hotel di Kuta belum lama ini. (bas)