Perjalanan Volunteer: Melindungi Keberlanjutan Hutan Mangrove di Kawasan Kampoeng Kepiting

(Baliekbis.com), Tahukah kamu apa itu tanaman mangrove? Apa manfaat hutan mangrove bagi Bumi? Disini akan dibahas mengenai perjalananku menjadi volunteer untuk merawat perkembangan mangrove. Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut.

Mangrove biasanya menempati wilayah pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau. Peran ekosistem mangrove adalah menyerap gelombang dan angin badai, melindungi pantai dan mencegah abrasi. Permasalahan yang sering dihadapi adalah banyaknya hutan mangrove yang mengalami kerusakan, baik karena faktor alam maupun ulah manusia yang tidak bertanggung jawab.

Upaya yang dapat dilakukan untuk membantu kelestarian hutan mangrove adalah dengan melakukan pelestarian hutan mangrove dengan melakukan penanaman bibit mangrove di kawasan tersebut. Melalui konservasi hutan mangrove dapat membantu revitalisasi hutan mangrove di kawasan Kampoeng Kepiting.

Ekowisata merupakan salah satu program alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Pemanfaatan kawasan hutan mangrove sebagai ekowisata dinilai mampu membantu perekonomian sekitar kawasan. Adanya ekowisata di Kampoeng Kepiting dapat menarik wisatawan khususnya eco traveller untuk menikmati tempat wisata di kawasan Kampoeng Kepiting dengan suasana alam hijau yang menyenangkan.

Ekosistem mangrove memberikan fungsi ekologis dan ekonomis bagi makhluk hidup di dalamnya dan di sekitarnya. Pohon mangrove sendiri sangat banyak memiliki manfaat dari bawah sampai atas, selain pohon mangrove sangat banyak mengeluarkan oksigen pohon mangrove juga banya memiliki fungsi mulai dari akar yang berfungsi sebagai tempat berlindungnya kepiting dan ikan – ikan. Mereka nantinya akan berkembang biak dan dapat diolah menjadi makanan oleh masyarakat sekitar. Bagian dahan yang kering dapat di jadikan kayu bakar, bagian daun dapat di jadikan keripik yang mengandung kandungan gizi flavonoid yang dapat berguna sebagai antioksidan tubuh. Namun, sampai saat ini belum banya orang yang tau bahwa daun dari pohon mangrove dapat diolah menjadi makanan, khususnya pada buah mangrove jenis pidada dapat di olah menjadi selai. Sekitar tahun 2017, ada salah satu komunitas lingkungan asal Bali yaitu Earth Hour Denpasar yang berhasil mengolah buah mangrove jenis pidada menjadi selai yang diisi di dalam coklat. Ini yang membuat perpaduan rasa manis asam dari buah dan bercampur rasa manis susu dari coklat tersebut. Bentuk pohon Mangrove yang rimbun dapat menjadi tempat sarang berkembangbiaknya burung bangau.

Dari pengalaman saya saat bergabung menjadi volunteer di salah satu komunitas lingkungan di Bali pada tahun 2016 sampai saat ini banyak kegiatan beach clean up yang saya ikuti. Dari kegiatan beach clean up tersebut banyak sekali jenis sampah yang saya temui contohnya sampah organik seperti daun dauan dan ranting pohon; sampah anorganik seperti plastik, kaleng, dan styrofoam; sampah bahan berbahaya dan beracun (D3) seperti kaca dan kemasan detergen atau kemasan yang mengandung bahan kimia, dan sampah residu yaitu seperti popok bekas, pembalut, bekas permen karet, atau puntung rokok.

Dalam kegiatan tersebut sampah yang telah di ambil dan di kumpulkan akan di olah menjadi bahan kerajinan contohnya seperti sampah plastik yang dapat di olah menjadi bahan kerajinan seperti yang sudah banyak pengrajin dari bali yang mengolah sampah plastik menjadi suatu barang yang dapat di jual kembali contohnya tutup botol yang dikumpulnya di setiap warna lalu di cairnya yang nantinya di cetak menjadi meja, kursi dsb dan jenis lainnya akan di bawa ke TPA.

Selain mengumpulkan sampah, saya juga diajak berkeliling hutan mangrove bersama kakak-kakak senior mengunakan kano atau perahu kecil dimana perjalaman kita menggunakan kano atau perahu kecil untuk dapat mengelilingi hutan mangrove sambil mengambil sampah yang mengapung di atas air. Selain melihat sampah yang mengambang di sekitaran kano saya juga banya melihat jenis – jenis burung yang bertengger di batang pohon.

Selain melihat banyaknya burung di daerah hutan mangrove saya juga bisa menikmati pemandangan yang ada di sekitar sana yaitu melihat banyaknya pesawat yang lewat di atas saya dan di sore hari saya dapat menikmati sunset dari bawah jalan tol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di kawasan Mangrove Center Tuban terdapat 33 jenis burung dengan indeks keanekaragaman 2.4 yang tergolong sedang.

Terdapat tiga jenis burung yang paling melimpah, yaitu Collocalia esculenta 20, 93%, Bubulcus ibis 20, 56%., dan Egretta garzetta 13, 35%. Selain itu terdapat 12 jenis vegetasi yang paling sering dimanfaatkan oleh burung sebagai tempat bersarang, bertengger, dan mencari makan yaitu Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Pandanus odoratissima, Ceiba pentandra, Hibiscus tiliaceus, Muntingia calabura, Tectona grandis, Calotropis gigantea, Acacia constricta, Acacia auriculiformis, Manilkara kauki, dan Casuarina equisetifolia.

Kegiatan ini biasa di laksanakan di hari Sabtu dan minggu pada pukul 16:00 sampai selesai. Selain mengumpulkan sampah dan naik kano kami juga menanam bibit mangrove di lahan yang sudah di sediakan oleh pihak setempat yang dimananya nanti bibit tersebut akan tumbuh besar yang akan banyak bermanfaat bagi makhluk hidup.

Dalam kegiatan Beach Clean Up yang diselenggarakan oleh Komunitas Bring Your Tumbler Be An Eco Warrior yang bekerja sama dengan GIZ dan Uni Eropa, yang telah saya ikuti di hutan mangrove yang terletak di Kmapoeng Kepiting Menurut data Komunitas Bring Your Tumbler, mayoritas sampah yang ditemui di sebagian kecil area hutan mangrove terbesar di Bali ini yakni berupa sampah plastik. Menurut Kelompok Nelayan Wanasari, sampah-sampah tersebut kemungkinan besar berasal dari banyaknya masyarakat di hulu yang membuang sampah ke sungai.

Sampah tersebut kebanyakan tersangkut di dahan dan akar-akar mangrove, sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan pohon mangrove itu sendiri. Setelah proses pengumpulan sampah, acara yang didukung penuh oleh proyek Rethinking Plastics: Circular Economy Solution to Marine Litter melalui pendanaan dengan pembiayaan Uni Eropa dan Pemerintah Jerman, dan dilaksanakan oleh GIZ (Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit), ini dilanjutkan dengan proses pembersihan sampah temuan yang tercampur dengan lumpur. Setelahnya, proses berlanjut dengan pengklasifikasian jenis sampah dan menghitung jumlah kuantiti yang telah didapatkan.

Meski tak menjangkau keseluruhan kawasan yang mencapai sekitar 1.373 Ha tersebut, upaya Komunitas Bring Your Tumbler berhasil mengumpulkan berbagai jenis sampah plastik. Antara lain botol plastik, stereofoam, plastik kemasan, sedotan, tutup botol, sendok plastik, korek api, karet, pipa, dan berbagai sampah lainnya; kain, kertas, kaca, dan kaleng. Sekretaris Kelompok Nelayan Wanasari, Agus Diana menjelaskan banyaknya sampah yang ada di areal hutan mangrove mengakibatkan kondisi ekosistem menjadi buruk. Contohnya seperti biota yang ada di dalam lumpur sangatlah berkurang akibat adanya sampah yang menumpuk atau tertanam di dalam lumpur. Seperti cacing laut, kerang, lumut atau rumput laut yang menjadi sumber makanan bagi ikan, kepiting bakau, udang, dan lainnya.

Kesimpulannya adalah pentingnya kita merawat hutan mangrove karena manfaatnya sangat banyak sekali baik dari segi lingkungan maupun untuk masyarakat sekitar dan berharap kedepannya akan ada lebih banyak ada penanaman pohon mangrove. (tin)