Pameran Puncak ‘Calm In Nation’ Digelar di Santrian Art Gallery Sanur

Dalam sebuah lingkaran titik tengah menjadi pusat, tempat bidang-bidang dan garis dipertemukan, bertumpu. Seni adalah sebuah wujud kegembiraan dan rasa syukur yang abstrak, yang oleh seniman berusaha dikongkretkan agar bisa dilihat, didengar, dirasakan dan dinikmati.

(Baliekbis.com), Pameran seni bertajuk
“Culmination Calm in Nation” digelar di Santrian Art Gallery Sanur, Bali, Jumat (10/5) malam. Pameran yang dihadiri puluhan pelaku seni ini dimeriahkan dengan penampilan monolog yang dibawakan Seniman AA Mas Ruscita Dewi serta penyerahan buku.

Culmination menghadirkan karya dari Agus Kama Loedin, David Hopkins, Dibal Ranuh, Eric Buvelot, Made Kaek, Sujana Suklu, Nyoman Suantara, Tjandra Hutama dan Wayan Suastama.

Ketika seniman berkumpul, berkolaborasi, maka puncak awal yang bisa dijadikan dasar pijakan adalah meredam ego pribadi agar bisa menjunjung puncak bersama. Sebuah puncak, tempat lapang bagi semua, untuk bisa merasakan kebahagiaan.

Pemilik Santrian Art Gallery dan Griya Santrian Resorts Sanur Ida Bagus Gede Sidharta Putra juga ikut merasakan kebahagiaan itu, kebahagiaan dalam berseni, berkreativitas, seperti keasyikan anak-anak bermain, yang dalam tradisi upacara di Bali yang ditandai dengan menghadirkan dan menjelmakan Sanghyang Rare Angon.

“Maka, dengan setulus hati lewat pameran ini saya ingin mengajak semuanya untuk menikmati kebahagiaan kita bersama. Hanya dari rasa bahagia, kita semua bisa memberi vibrasi positif untuk menyebarkan kasih sayang, yang makin mekar dan berkembang, memberi energi dan kekuatan, meresap dan memenuhi semesta,” ungkap Gusde Sidharta saat pembukaan pameran, Jumat (10/5) malam.

Sementara itu Dian Dewi Reich selalu kurator sekaligus pemilik Sawidji Gallery mengatakan perhelatan seni yang bertajuk “Puncak” mengacu pada puncak atau titik tertinggi dari sesuatu, sering kali dicapai setelah proses pengembangan atau kemajuan.

Menurutnya ini menandakan titik kedatangan, penyelesaian, atau pemenuhan, di mana berbagai elemen atau upaya berkumpul untuk Menandakan momen resolusi, pencapaian, atau realisasi.

“Tema pameran berkisar pada ‘puncak’, yang melambangkan puncak. Penting untuk dicatat, kami memaknai ‘puncak’ sebagai titik harmoni dan positif. Mengapa? Masyarakat di seluruh dunia menghadapi banyak permasalahan kompleks. “Dari mikro hingga makro, kami merasa berada pada masa yang lebih kompleks dan penuh tantangan,” ungkapnya.

Saat kita keluar dari cengkeraman pandemi selama bertahun-tahun, ungkap Dian, kita menghadapi perubahan yang tidak terduga. Didorong oleh faktor ekonomi, perilaku sosial pun berubah, sehingga harus menghadapi dunia baru dengan perubahan yang tidak kentara dan nyata.

Banyak yang mengalami perpecahan, sikap apatis, kecemasan, dan isolasi yang berlapis-lapis. Meskipun ada perpecahan, hubungan antarmanusia yang kuat tetap bertahan, memupuk rasa kekeluargaan dan kebaikan.

Untuk menandai moment inilah menurutnya, Sawidji bekerja sama dengan Santrian Art Gallery menghadirkan pameran kelompok multidisiplin karya seniman dan penulis dalam dan luar negeri. Culmination menghadirkan karya dari Agus Kama Loedin, David Hopkins, Dibal Ranuh, Eric Buvelot, Made Kaek, Sujana Suklu, Nyoman Suantara, Tjandra Hutama dan Wayan Suastama.

“Kegiatan ini merupakan kegiatan yang berangkaian, bekesinambungan, untuk menggabungkan suara kami dalam satu tujuan untuk berbagi pemikiran damai dan tindakan toleran. Mewartakan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, kebersamaan dan saling menghormati satu sama lain, dengan segala bentuk perbedaan,” jelasnya.

Arsitek dan budayawan Popo Danes mengapresiasi positif apa yang digelar Sawidji dan Santrian Art Gallery bersama seniman dalam dan luar negeri ini. “Kebersamaan dengan sebagian besar seniman terkemuka di Bali selama lebih dari 20 tahun terakhir membantu saya mengembangkan pemetaan saya sendiri tentang kedudukan semua orang di lingkaran tersebut. Namun saya melihat perkembangan yang cukup signifikan dalam lima tahun terakhir ketika beberapa seniman mulai mengembangkan kesadaran mereka tentang betapa pentingnya kolaborasi yang baik untuk mencapai hasil yang lebih bermakna bagi karya mereka. Hal ini juga membuka hati lebih banyak seniman untuk lebih terbuka terhadap opini eksternal dan menurut saya ini adalah gerakan yang sangat positif. Gelombang positif yang memberikan harapan lebih baik bagi masa depan taman bermain ini,” ucap Popo.

Rangkaian kolaborasi seniman ini juga menyertakan 11 karya sastra, 9 berupa puisi karya Eda Ocak (Turki) Shio Senda (Jepang) , Mas Ruscitadewi, Made Adnyana Ole, Sonia Piscayanti, Arya Ngurah Dimas, Wini Hartini, Agung Gede Putra, dan Darma Putra, serta prosa karya Nandini Khrisna (India) dan Brandon Spars (AS). Penggiat seni rupa, foto, grafis dan film yang tergabung dalam kegiatan ini berupaya untuk “membaca” sastra sebagai salah satu bentuk kolaborasi, juga karya tulis yang berbahasa Inggris maupun Indonesia disalin dan digunakan di atas daun lontar dengan aksara Bali. (ist)