Kudapil Dr. Mangku Pastika, M.M.: Perubahan Perda RTRW Bali, Menunggu Hasil Evaluasi Kemendagri

(Baliekbis.com), Anggota DPD RI dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M. mengatakan perubahan tata ruang akan membawa dampak yang luas. Perubahan ini sering terjadi dan tidak lepas dari masuknya investasi untuk melakukan kegiatan pembangunan. Sementara Bali punya aturan sendiri seperti batas tinggi bangunan yang tidak boleh lebih dari pohon kelapa dan aturan sosial dan budaya. Di sisi lain ada Kepres tentang Satgas Percepatan Investasi. “Ini bisa bypass bila ada hambatan di lapangan. Apa pemprov sudah mataki-taki terkait perubahan ini,” ujar Mangku Pastika selaku Anggota BULD (Badan Urusan Legislasi Daerah) saat kunjungan daerah pemilihan (Kudapil) dalam rangka penyerapan aspirasi, Jumat (28/5).

Penyerapan aspirasi yang berlangsung secara vidcon mengangkat tema: “Inventarisasi Masalah untuk Perubahan Perda tentang RTRW Provinsi Bali Sejalan dengan UU Cipta Kerja dan PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang”. Vidcon dipandu Tim Ahli Nyoman Baskara didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja menghadirkan narasumber Kadis PUPR Prov. Bali, Dinas Perikanan dan Kelautan Bali, Bappeda serta Biro Hukum Setda Bali.

Menurut Mangku Pastika memang perlu gerak cepat dalam penyusunan aturan guna mendorong investasi. “Saya lihat semua sudah on the track, sudah bergerak. Kalau sudah siap substansinya maka bisa segera diajukan ke Dewan,” jelas mantan Gubernur Bali dua periode ini.

Sementara Kadis PUPR Prov. Bali Nusakti Yasa Weda yang didampingi Kelompok Ahli Ir. Made Arca mengatakan UU Cipta Kerja ini pintu gerbangnya ada di tata ruang yang menjadi border perubahan, banyak dinamika yang berkembang.

Kepada Mangku Pastika dijelaskan berdasarkan identifikasi atas mandat UU 11/2020 dan PP. 21/2021 terhadap RTRWP Bali ada sejumlah permasalahan.

  1. Perda No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Perda 16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali 2009-2029, berlaku tepat 1 tahun (ditetapkan 29 Mei 2020), dan Perda Induk berlaku sudah 11 tahun.

  2. Evaluasi Raperda RZWP-3-K yang diajukan kepada Kemendagri pada tahun 2020 namun belum terbit sampai saat ini (karena terdapat substansi yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi)

  3. Belum tersedia Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi yang baru (yang memuat Integrasi RZWP3K) sesuai mandat PP. 21 Tahun 2021

  4. Penyusunan RTRWP (terintegrasi), sekaligus disertai Penyusunan KLHS RTRWP yang diintegrasikan dalam Materi Teknis RTRWP

  5. Potensi masalah dalam pengintegrasian muatan substansi dan perbedaan skala peta RZWP3K yang berskala 1:50.000 dengan peta RTRWP.

  6. Dibutuhkan Update dan Pemutakhiran Data dan Peta sesuai kondisi terkini, dinamika yang berkembang karena sebagian data RTRWP dan RZWP3K berbasis tahun 2017

  7. Dibutuhkan penyesuaian, penambahan dan pendetailan substansi arahan pemanfaatan ruang dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi. (Penghapusan Perizinan menjadi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR))

  8. Penghapusan RTR Kawasan Strategis Provinsi, namun substansinya diintegrasikan ke dalam RTRW Provinsi

  9. Revisi beberapa pasal dalam Perda No. 3 Tahun 2020 (Lokasi Bandar Udara Baru Bali Utara, Rencana Struktur Ruang, Rencana Pola Ruang).

Meski teridentifikasi ada permasalahan, namun pihaknya tetap melakukan berbagai persiapan agar apa yang ada di UU Cipta Kerja itu selaras, sinkron dan teradopsi. Hal senada juga disampaikan Made Pasek dari Bappeda Bali dan Luh Gede Aryani serta Ni Ketut Astari dari Dinas Perikanan dan Kelautan. Pada intinya diharapkan DPD melalui Mangku Pastika bisa membantu di pusat sehingga bisa lancar.

Dalam webinar tersebut juga mengemuka masalah Teluk Benoa dan Bandara Baru di Bali Utara (Buleleng). Terkait Teluk Benoa yang jadi rujukan bukan laut tapi darat sehingga terjadi pertentangan, apa RTRWP laut atau darat. Sedangkan soal bandara, menurut Mangku Pastika nasibnya belum pasti. “Saat webinar dengan Kemenhub, saya tanyakan soal itu, namun belum ada kepastian,” ujar Mangku Pastika. (bas)