Kinerja Industri Jasa Keuangan Provinsi Bali Posisi Mei 2023 Solid dan Tumbuh Positif

(Baliekbis.com),Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara menilai kinerja Industri Jasa Keuangan di Provinsi Bali posisi Mei 2023 tetap terjaga stabil, tercermin dari fungsi intermediasi berjalan baik.

“Likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai, rasio Loan at Risk (LaR) terus mengalami penurunan,” ujar Kepala Kantor Regional OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Kristrianti Puji Rahayu, Kamis (6/7) di Denpasar.

Adapun kecukupan modal BPR yang tercermin pada Capital Adequacy Ratio (CAR) BPR dan juga likuiditas BPR terjaga di atas threshold. Data sektor perbankan menunjukkan adanya pertumbuhan pada penyaluran kredit maupun penghimpunan DPK perbankan di Bali. Penyaluran kredit mencapai Rp100,32 triliun atau tumbuh 3,75 persen yoy lebih tinggi dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,98 persen yoy.

Puji Rahayu menambabkan pertumbuhan kredit Bank Umum di Bali sebesar 3,68 persen yoy, lebih tinggi dibandingkan posisi April 2023 yang sebesar 3,25 persen yoy. Sementara itu, pertumbuhan kredit BPR posisi Mei 2023 mencapai 4,23 persen yoy, juga lebih tinggi dibandingkan posisi April 2023 yang sebesar 3,40 persen yoy. Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit yoy didorong oleh peningkatan kredit Investasi dan Konsumsi, yang masing-masing tumbuh 5,50 persen yoy dan 3,59 persen yoy.

Berdasarkan sektornya, pertumbuhan kredit disumbangkan oleh peningkatan nominal penyaluran di Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha (tumbuh 3,59 persen yoy) serta Sektor Perdagangan Besar dan Eceran (tumbuh 3,15 persen yoy).

Berdasarkan kategori debitur, sebesar 52,61 persen kredit di Bali disalurkan kepada UMKM dengan pertumbuhan sebesar 4,76 persen yoy. Peningkatan penyaluran kredit secara yoy ini selaras dengan kebijakan pelonggaran aktifitas masyarakat dan meningkatnya aktifitas pariwisata serta sektor pendukung pariwisata di Bali. Sementara itu, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp150,74 triliun atau tumbuh double digit yaitu 24,88 persen yoy tumbuh lebih tinggi dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 8,29 persen yoy.

Pertumbuhan DPK posisi Mei 2023 24,88 persen juga lebih tinggi dibandingkan posisi April 2023 yang tumbuh sebesar 24,84 persen yoy. Berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK ditopang oleh kenaikan Tabungan dan Giro. Fungsi intermediasi posisi Mei 2023 sedikit turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya, tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) turun dari 67,28 persen menjadi 66,55 persen. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan kredit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan DPK. Kondisi pandemi Covid-19 masih berdampak bagi perekonomian Bali dan memberikan scarring effect bagi perbankan dalam penyaluran kredit.

Di sisi lain, rasio likuiditas (Cash Ratio) dan permodalan (CAR) BPR di Bali masih solid dan terjaga di atas threshold masing-masing sebesar 14,85 persen dan 35,19 persen. Risiko penyaluran kredit perbankan mengalami penurunan tercermin dari Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) gross menurun dari 3,36 persen pada April 2023 menjadi 3,28 persen. Demikian juga rasio LaR yang terus mengalami penurunan menjadi 28,01 persen dari sebelumnya 29,39 persen pada April 2023.

OJK akan terus mendukung perbankan melalui langkah kebijakan yang diperlukan sehingga perbankan terus bertumbuh berkelanjutan namun tetap prudent dalam aspek manajemen risiko. Restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di Bali (berdasarkan lokasi proyek) terus melandai dari Rp45,80 triliun posisi Desember 2020 menjadi Rp26,81 triliun atau turun sebesar 41,46 persen posisi Mei 2023 (April 2023: Rp28,12 triliun).

Berdasarkan sektor ekonomi, restrukturisasi kredit Covid-19 di Provinsi Bali didominasi oleh sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum (40,67 persen), sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (23,41 persen), dan sektor Rumah Tangga (15,04 persen). OJK mendukung transisi yang baik (smooth) dari era pandemi dengan melakukan normalisasi kebijakan secara bertahap (targeted) sehingga tidak menimbulkan guncangan (cliff effect).

Kebijakan ini akan ditempuh secara terukur sehingga tidak menimbulkan moral hazard. OJK juga telah meminta perbankan dan perusahaan pembiayaan untuk terus membentuk pencadangan yang memadai untuk mengantisipasi berbagai ketidakpastian yang bersumber dari perekonomian global ke depan. (ist).