Dr. Mangku Pastika, M.M.: Aset Daerah Harus Bisa Dimanfaatkan untuk Menambah PAD

(Baliekbis.com), Pemprov Bali memiliki ribuan aset yang sebagian besar berupa tanah dan bangunan. Jumlah aset ada 5 ribu lebih bidang dengan luas sekitar 33.340 hektar tanah.

“Dengan banyaknya aset dan begitu luas mestinya ini bisa dimanfaatkan untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) sehingga bisa meningkatkan pembangunan,” ujar Anggota DPD RI Dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika, M.M. saat kegiatan reses, Jumat (20/10) bertempat di antor RAH (Rumah Ahli Hukum) Jalan Tk. Musi Renon, Denpasar.

Reses yang mengangkat tema “Pengawasan Pelaksanaan UUNo. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara” dipandu Tim Ahli Nyoman Wiratmaja, Ketut Ngastawa dan Nyoman Baskara menghadirkan narasumber dari BPKAD Bali, Kanwil DJKN Prov. Bali dan Kanwil DJPB Bali.

Dari pemaparan pihak BPKAD, hingga tahun 2022 pendapatan dari hasil ribuan aset ini seluruhnya baru sekitar Rp65 miliar.

Menurut Made Mangku Pastika persoalan aset memang kerap menjadi temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Penyebab temuan, karena ketidaksesuaian norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK). Selain itu, ada kalanya temuan karena perubahan sistem.

“Semestinya sistem yang ada harus efektif dan efisien. Jika memang ada perbedaan sistem, harus dipilih yang mana yang harus disepakati,” ujar mantan Gubernur Bali dua periode ini.

Diakui memang tidak mudah untuk mencari orang untuk mengurusi harta benda pemerintah, maupun yang mau bertugas di bidang perencanaan.

Di sisi lain, Mangku Pastika mengaku sedih melihat tanah pemprov dibagi-bagi begitu saja. Kalau pun diberikan mestinya sebatas untuk tempat tinggal (rumah). Sebab tanah itu dibeli oleh pemprov.

Kabid Pengelolaan BMD BPKAD Bali Drs. I M. Arbawa mengatakan aset masih menjadi masalah, utamanya tanah. Aset tanah itu tersebar di seluruh kabupaten/kota di Bali dengan luas puluhan ribu hektar.

Menurutnya, kendala yang dihadapi dalam pensertifikatan tanah menyangkut bukti sehingga sering jadi bahan gugatan. Juga menyangkut anggaran untuk pensertifikatan.

Arbawa juga mengakui adanya peraturan yang memungkinkan warga yang sudah menempati tanah-tanah negara puluhan tahun bisa mengajukan permohonan kepemilikan (sertifikat). Celakanya, warga yang kemudian mendapatkan sertifikat lantas menjualnya. “Mestinya aset jadi berkah buat PAD, bukan sebaliknya menjadi beban. Apa perlu ada UU khusus yang bisa mengatur barang milik negara mengingat tugas yang semakin besar,” ujarnya.

Sony Sudarsono dari Kanwil DJKN Bali- Nusra mengatakan pihaknya sudah mengusulkan RUU
tentang Pengelolaan Kekayaan Negara ini tapi belum bisa masuk Prolegnas.

Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Bali dan Nusa Tenggara berharap Pemerintah Provinsi Bali dapat segera membentuk penilai pemerintah daerah dan sekaligus menjadi percontohan bagi daerah-daerah lainnya.

“Pemerintah daerah bisa lebih kaya lagi jika sudah ada penilai pemerintah daerah karena pengelolaan aset-aset daerah bisa menjadi lebih optimal,” jelasnya.

Pemerintah Provinsi Bali dan sejumlah pemprov lainnya di Tanah Air hingga saat ini masih belum memiliki penilai pemerintah daerah sehingga ketika akan melakukan reevaluasi barang milik daerah disesuaikan dengan kondisi saat ini, pemda harus meminta bantuan dari DJKN.

Persoalan aset juga kerap menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan dalam laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD).

Kepala Bidang Pembinaan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Provinsi Bali Anggun Prihatmono mengatakan pemerintah daerah dapat meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah yang berkualitas, yang andal, akuntabel untuk mendukung laporan keuangan yang lebih akuntabel juga.

Pihaknya melihat salah satu kendala karena adanya perbedaan sistem pencatatan keuangan sehingga diharapkan ada harmonisasi yang mana yang disepakati.

“Pemerintah kabupaten/kota selama ini memiliki sistem pencatatan yang berbeda-beda sehingga menyulitkan di provinsi untuk melakukan konsolidasi,” tambahnya. (bas)