Pergub No.1/2020, Gubernur Koster: Jadikan Minuman Fermentasi Khas Bali sebagai Kekuatan Ekonomi Berbasis Kerakyatan

(Baliekbis.com),Setelah melalui proses yang cukup panjang, Gubernur Bali Wayan Koster akhirnya berhasil menerbitkan Peraturan Gubernur No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
Peraturan Gubernur (Pergub) ini bahkan telah disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri dan telah diundangkan pada 29 Januari 2020.

“Saya mengharapkan, dengan telah diatur dalam pergub, maka minuman fermentasi khas Bali ini menjadi kekuatan ekonomi baru kita berbasis kerakyatan dan kearifan lokal Bali,” ujar Gubernur Koster saat acara sosialisasi Pergub No.1 Tahun 2020, Rabu (5/2/2020) sore di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jayasabha.

Dikatakan Koster, pergub ini melalui proses panjang, bahkan sebelum maju jadi gubernur. “Saat itu ada perajin arak dari Karangasem datang dan minta agar kalau jadi gubernur membantu dan melindungi perajin arak. Dan sekarang saya wujudkan harapan itu,” ujar Koster.

Tantangan lain sebelum pergub ini lahir, juga karena ada perpres yang menjadikan arak sebagai daftar negatif investasi (negatif list). “Tapi kok miras luar bisa masuk Bali. Masak yang dari alam Bali dibilang negatif investasi. Ini jelas tak adil. Lalu saya tulis surat ke Menteri Perindustrian agar perpres ini direvisi dan ternyata disetujui,” ujar Koster.

Dengan adanya Pergub 1/2020 ini, Koster berharap nasib perajin arak dan minuman fermentasi lainnya bisa lebih baik dan usahanya makin maju. “Kita ingin bangun orang-orang yang tangguh. Karena itu pengusaha besar jangan caplok ini, jangan diganggu dan direbut. Jangan rugikan petani, jangan ada kapitalisme model baru. Biarkan yang kecil bisa tumbuh jadi besar. Ini usaha yang merakyat,” tegas Koster.

Agar usaha ini berjalan baik, diminta instansi terkait turut memberi dukungan. Seperti
tanaman harus dipelihara, dipupuk dan diperluas. Juga ada wadahnya yakni dibentuk kelompok (koperasi) agar bisa dapat bantuan permodalan, pembinaan, dll. Koperasi juga harus bergerak dari hulu ke hilir baik menyangkut bahan baku juga industrinya termasuk melibatkan ahli (Badan Riset dan Inovasi Daerah) sehingga kualitas produknya jadi bagus.

Sebab menurut Koster, ke depan pemasaran minuman ini bukan hanya di tingkat lokal namun juga diupayakan bisa diekspor. Jadi pihak yang terlibat seperti distributor harus memiliki izin juga diurus HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual).
BPOM diminta untuk membina para petani minuman fermentasi. Dengan demikian, minuman tradisional ini bisa disuguhkan di hotel-hotel, dipajang di bandara, maupun dalam acara ‘dinner’ di rumah jabatan gubernur.

Di sisi lain, Koster menjelaskan minuman ini tak boleh bebas diperdagangkan, hanya bisa dijual di tempat tertentu. Arak, tuak, dan brem Bali dilarang dijual di gelanggang remaja, pedagang kaki lima, penginapan, bumi perkemahan, tempat yang berdekatan dengan sarana peribadatan, lembaga pemerintahan dan fasilitas kesehatan serta tempat-tempat sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Juga tak boleh dijual kepada anak sekolah, apalagi anak di bawah umur. Dalam acara tersebut, Gubernur Koster yang didampingi Sekda Bali beserta undangan yang hadir berkesempatan mencoba meminum arak Bali. (bas)