Raker Komite III DPD RI dengan Kementerian Pariwisata, Rai Mantra: Terjadi Penurunan Okupansi akibat Platform Ekonomi Berbagi

(Baliekbis.com), Bali menyumbangkan sekitar 44% devisa pariwisata nasional dan sangat membutuhkan perhatian pusat terutama dalam pengembangan infrastruktur dan pelindungan alam budaya, terutama di tengah kondisi persaingan regional yang makin ketat. Demikian disampaikan Anggota Komite III DPD RI I.B. Rai Dharmawijaya Mantra dalam Rapat Kerja Komite III DPD RI dengan Kementerian Pariwisata Rabu (30/4/2025) bertempat di Gedung B DPD RI.

Rapat Kerja (Raker) dihadiri langsung oleh Menteri Pariwisata RI, Widiyanti Putri Wardhana didampingi Wakil Menteri Pariwisata RI, Ni Luh Enik Ermawati (Ni Luh Puspa). Raker membahas pengembangan destinasi wisata dan dampaknya terhadap perekonomian lokal.

Raker dinilai penting mengingat pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi untuk mengembangkan potensi daerah, meningkatkan kesejahteraan dan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana mengungkapkan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan dan kunjungan pariwisata yang cukup pesat. Bahkan, sebelum pandemi Covid-19, pariwisata menjadi penyumbang devisa terbesar kedua.

“Dalam 1 dekade terakhir, Pariwisata Indonesia mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Pada tahun 2024, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 13,9 juta, meningkat 19% dari tahun sebelumnya. “Dalam 2 bulan pertama tahun 2025, perkembangannya juga menunjukkan performa yang baik,” ungkap Widiyanti Putri Wardhana.

Meskipun jumlah kunjungan wisatawan mancanegara menunjukan tren positif, sektor pariwisata terutama di Bali menghadapi berbagai tantangan spesifik yang harus diantisipasi.

Dalam raker tersebut Rai Mantra menyampaikan beberapa poin penting “Isu Strategis Kepariwisataan di Bali” yang merupakan akumulasi usulan dan aspirasi dari Pemerintah Daerah, Asosiasi Pariwisata, dan Akademisi.

Pertama, menyoroti terkait penurunan okupansi (tingkat hunian hotel). PHRI mengungkapkan pada awal tahun 2025 terjadi penurunan okupansi sekitar 10-20%. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh platform ekonomi berbagi (sharing economy) yang menawarkan harga yang lebih kompetitif.

“Terjadi persaingan akomodasi ilegal dengan platform ekonomi berbagi seperti AirBnb, Booking.com yang tidak mempunyai kantor, bahkan tidak membayar pajak, sehingga diperlukan pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam untuk menghadapinya. Model pariwisata sharing ekonomi ini seharusnya memperhatikan pemilik warga lokal bukan investor luar atau asing,” ungkapnya.

Kedua, berkaitan dengan overtourism dan degradasi lingkungan. Overtourism ini sejatinya hanya terjadi di wilayah Selatan (Badung, Denpasar, Gianyar) akibat distribusi wisatawan yang tidak merata. Dibutuhkan pengaturan dan penataan untuk menekan lonjakan jumlah wisatawan pada satu titik.

Saat ini, Bali juga menghadapi persaingan regional dengan negara-negara seperti Thailand, Singapura, Malaysia, Jepang dan Tiongkok yang kualitas pariwisatanya mulai meningkat, terutama dari segi infrastruktur.

“Dibutuhkan kolaborasi lintas lembaga untuk bisa membantu kami dalam menghadapi persaingan, seperti halnya dalam bentuk transfer daerah. Mengingat Bali juga menyumbangkan tingkat devisa pariwisata nasional yang signifikan,” ungkap mantan Walikota Denpasar dua periode ini.

Ketiga, persoalan Online Single Submission (OSS). Banyak usaha properti yang klasifikasi izin pada OSS menggunakan “Rumah Tinggal” atau “Pondok Wisata”, tetapi dalam praktiknya mereka beroperasi seperti hotel komersil. Ini salah satunya diakibatkan karena ketiadaan verifikasi lapangan dan lemahnya penegakan hukum.

“Berdasarkan data di lapangan, diperkirakan lebih dari 30% akomodasi wisata yang beroperasi dengan izin rumah tinggal dan ini menjadi salah satu penyumbang overtourism,” ujar Rai Mantra.

Keempat, Bali merupakan salah satu destinasi MICE (Meetings, Incentives, Conferences, Exhibitions) dengan kombinasi akomodasi, infrastruktur, serta alam dan budaya yang kompetitif. Dalam upaya memenangkan persaingan global dibutuhkan keterlibatan dari Kementerian Pariwisata melalui berbagai dukungan seperti dalam hal promosi, bidding, dan special incentives.

Di akhir pendapatnya, Rai Mantra menekankan pentingnya pemulihan-pemulihan budaya sebagai jati diri Pariwisata Bali yang sangat dibutuhkan untuk mengembalikan tingkat kepercayaan wisatawan. “Sebab budaya merupakan salah satu potensi bangsa yang terbukti mampu mendatangkan kemanfaatan dan kebermanfaatan,” tegasnya.

Menanggapi beberapa poin yang disampaikan, salah satunya terkait maraknya penggunaan platform ekonomi berbagi, Kementerian Pariwisata mengatakan saat ini sudah mendapatkan data terkait akomodasi yang berada di luar KBLI dan akan berkoordinasi dengan Komdigi berkenaan dengan regulasi.

Kementerian Pariwisata juga mendorong Pemerintah Daerah untuk melakukan penguatan pengawasan dengan turut melibatkan Desa Adat di dalamnya.

Sementara, berkaitan dengan akomodasi wisata non resmi yang operasionalnya menggunakan izin rumah tinggal, Kementerian Pariwisata akan segera bertemu dengan Kementerian Investasi dan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman untuk menyelesaikan persoalan tersebut. (ist)

Leave a Reply

Berikan Komentar