Penyerapan Aspirasi Rai Mantra: Revisi UU Sisdiknas harus Mampu Menjawab Kebutuhan Pendidikan Jangka Panjang

(Baliekbis.com),Revisi UU Sisdiknas mesti dapat menjamin muatan lokal menjadi bagian integral dari Kurikulum Pendidikan Nasional dalam upaya pelestarian budaya, bahasa, dan kearifan lokal daerah. Revisi ini juga harus mampu menjawab kebutuhan pendidikan dalam jangka panjang, tidak hanya mempertimbangkan tren yang terjadi saat ini.

” Untuk itu sangat diperlukan ruang-ruang dialog yang partisipatif dengan melibatkan seluruh elemen pendidikan,” ujar Anggota DPD RI Perwakilan Provinsi Bali Dr. I.B. Rai Dharmawijaya Mantra dalam FGD (Focus Group Discussion) Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Senin (9/6/2025) di Denpasar.

FGD dihadiri perwakilan Universitas, Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota, PGRI, MKKS SMA/SMK se-Bali, MKKS SMP Kota Denpasar, K3S SD Kota Denpasar, Ikatan Alumni SMA/SMK, dan pihak terkait. Rai Mantra memantik diskusi mengatakan sebagai bentuk pelaksanaan tugas konstitusional Anggota DPD RI melaksanakan penyerapan aspirasi masyarakat dan daerah berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Khususnya tentang Revisi Undang-Undang Sisdiknas. Diharapkan diskusi ini dapat menghasilkan masukan-masukan konstruktif dalam upaya perbaikan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.

Disebutkan revisi ini dilakukan karena UU yang disahkan pada 2 dekade lalu dinilai sudah tidak lagi mencerminkan kebutuhan pendidikan nasional secara utuh. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Atip Latipulhayat menyebutkan 3 hal penting yang mendasari revisi UU Sisdiknas yakni 1.Ketentuan yang tidak kompatibel dengan perkembangan zaman; 2.Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah memutus beberapa Pasal Inkonstitusional; 3.Tantangan Eksternal dan Perkembangan Teknologi.

Disamping itu, regulasi terkait pendidikan di Indonesia juga masih terpencar dalam berbagai UU. Seolah-olah UU Sisdiknas hanya mengatur Pendidikan Dasar dan Menengah. Idealnya UU Sisdiknas dapat menjadi wadah utama yang mengintegrasikan seluruh jenjang pendidikan. Oleh karena itu, kemudian disepakati arah revisi UU Sisdiknas menggunakan metode kodifikas (Omnibus Law).

Terdapat beberapa wacana menarik dalam Revisi UU Sisdiknas, pertama, Resentralisasi Guru. Terdapat wacana untuk mengembalikan kewenangan pengelolaan guru dari Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat guna meningkatkan kualitas pendidikan, terutama terkait distribusi, rekrutmen, dan pembinaan. Dalam halnya memang diperlukan kajian-kajian yang lebih mendalam agar tidak menghilangkan semangat keberagaman. Kedua, Penetapan Upah Minimum Bagi Tenaga Pendidik (Guru dan Dosen) yang saat ini masih banyak mendapatkan gaji di bawah UMR/ UMP sehingga diperlukan intervensi-intervensi dalam upaya peningkatan kesejahteraanya. Hal-hal substansial lainnya seperti Perlindungan Guru dan Dosen, Penggratisan Biaya SD-SMP Negeri Swasta, Wajib Belajar 13 Tahun, Inovasi dan Teknologi Pendidka (Coding & Artificial Intelegence) serta Reformulasi Politik Anggaran Pendidikan juga menjadi pembahasan dalam Revisi UU Sisdiknas.

Diskusi menyimpulkan sejumlah point yang nantinya bisa diteruskan ke pusat antara lain: Peningkatan Kesejahteraan Guru melalui Percepatan Proses Sertifikasi, Penetapan Upah Minimum, Reformulasi Transfer Tunjangan Profesi Guru (TPG), Peningkatan Profesionalisme/ Penguatan Kompetensi dan Penyediaan Jaminan Sosial & Tunjangan Hari Tua. Peningkatan Kesejahteraan Dosen, Mendorong adanya jaminan/kepastian hukum terhadap Perlindungan Guru guna menjaga martabat dan marwah guru (tenaga kependidikan), Reformulasi poltik anggaran pendidikan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana pendidikan serta memastikan pemerataan dan kualitas layanan pendidikan. Juga mendorong adanya kesetaraan antara Satuan Pendidikan Negeri dan Swasta serta memastikan muatan lokal menjadi bagian integral dari Kurikulum Pendidikan Nasional dalam upaya pelestarian budaya, bahasa, dan kearifan lokal daerah.

Merekomendasikan adanya Peningkatan Bantuan Dana Pendidikan bagi Perguruan Tinggi Hindu (PTH) dan Percepatan Pengangkatan Guru Agama dan Guru Bahasa Daerah. Dalam diskusi pihak Pemerintah Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Provinsi Bali mendorong adanya jaminan perlindungan hukum yang kuat bagi tenaga pendidik (Guru) sebagai upaya menguatkan/ memulihkan fungsi guru sebagai pendidik. Pihak Rektor berharap tiap daerah memiliki sistem pendidikan yang dapat diangkat menjadi sistem pendidikan nasional.

Oleh karena itu, Revisi UU Sisdiknas mesti dapat menjamin muatan lokal menjadi bagian integral dari Kurikulum Pendidikan Nasional dalam upaya pelestarian budaya, bahasa, dan kearifan lokal daerah. Juga disinggung sekolah negeri banyak menerima bantuan pendanaan dari pemerintah dalam berbagai bentuk, sementara swasta hanya mengandalkan dana partisipasi masyarakat (UKT). Tinggal dari MKKS SMA berharap perlindungan guru untuk memberikan rasa aman bagi guru dalam proses belajar mengajar. Menurutnya masih banyak tenaga pendidik yang berstatus honorer dan persebaran guru PPPK belum merata.

Kadispora Denpasar AAG Wiratama mengatakan kenaikan gaji PPPK khususnya di Kota Denpasar dilakukan secara berkala, namun untuk kenaikan golongan regulasinya belum ada. Peningkatan profesionalisme guru sangat kurang, ini berdampak terhadap peningkatan mutu/ kualitas pendidikan. Kebijakan antara Kemendikdasmen dengan KemenPanRB tidak sinkron terutama dalam mengatasi kekurangan guru. Rida dari KKS SMA mengatakan dana komite sangat dibutuhkan. “Bila ini hilang bagaimana kami membayar tenaga/pegawai honorer,” ujarnya. Sejumlah Rektor mengatakan PPPK untuk PTN/PTS agar dilanjutkan. Mereka minta KIP jangan dihilangkan. Diharapkan ada pengaturan kuota/daya tampung, jangka waktu agar tidak hanya overload di PTN. (ist)

Leave a Reply

Berikan Komentar