Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali: Ternak Positif PMK bisa Dikonsumsi

(Baliekbis.com), Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Dr. Wayan Sunada mengatakan ternak yang positif mengalami penyakit mulut dan kuku (PMK) tidak boleh dilalulintaskan.

“Ternak PMK ini harus dipotong namun masih bisa dikonsumsi,” ujar Sunada pada rapat bersama DPRD Bali membahas tentang Pengawasan Lalu Lintas Ternak antar Pulau di Kantor DPRD Bali, Rabu (14/5). Rapat yang dihadiri unsur terkait yakni dari Karantina, Bali Besar Veteriner dan PDHI Bali dipimpin Wakil Ketua II DPRD Bali Ida Gede Komang Kresna Budi, S.Ap.

Sunada menjelaskan Bali merupakan provinsi pertama yang bebas PMK pada tahun 1987. Kematian ternak akibat PMK di Bali sangat rendah, hanya 3 ekor. PMK ini masuk Bali pada Juni 2022 setelah sebelumnya di Lombok pada April dan Jatim bulan Mei.

Menurut Sunada, daya tular PMK sangat tinggi. Namun ditegaskan untuk Bali 87 persen ternak (sapi) sudah divaksin. “Meski demikian Bali belum sepenuhnya bebas PMK,” tegasnya.

Pada rapat tersebut juga disinggung soal penyakit African Swine Fever (ASF) yang menyerang babi, juga kasus rabies serta kondisi pangan di Bali. “Intinya Bali surplus pangan, hanya bawang putih yang defisit karena proses budidayanya yang lebih lama sehingga kurang diminati petani,” jelasnya.

Sedangkan komoditi beras, Bali masih surplus karena produksinya mencapai sekitar 600 ribu ton sedangkan kebutuhan 418 ribu ton. “Kalau produksi bisa digenjot lagi 0,5 ton/ha saja, maka produksi akan sangat tinggi,” tambahnya.

Menanggapi penjelasan tersebut, Wakil Ketua II DPRD Provinsi Bali Ida Gede Komang Kresna Budi, S.Ap. padan intinya menekankan yang utama adalah upaya-upaya bagaimana agar peternak jangan sampai rugi karena gangguan penyakit tersebut. “Yang ditakuti peternak adalah penyakit. Jadi penting pencegahan penyakit ini untuk menyelamatkan ternak di Bali,” tegasnya.

Sebab penyakit seperti ASF yang menyerang babi menimbulkan kerugian begitu besar hingga triliunan rupiah. “Saya minta jangan rugikan peternak,” tegasnya.

Dalam rapat juga mengemuka penyebab penyebaran penyakit pada ternak salah satunya melalui alat angkut. Karena itu harus ada upaya agar bisa meminimalisir gangguan tersebut.

Pihak PDHI menjelaskan pengiriman sapi hidup memang rumit. Disarankan pengiriman dengan sapi beku karena resikonya lebih kecil. Di sisi lain, pihak Balai Besar Karantina mengatakan kendala pada jumlah alat angkut melalui laut masih terbatas. Kalau pun tersedia, harus dipertimbangkan kuotanya agar tidak di bawah standar kapasitas angkut.

Kadis Pertanian Ketahanan Pangan menjelaskan Pemerintah Provinsi Bali menyiapkan kuota 40.000 ekor sapi untuk kebutuhan pasar, salah satunya untuk keperluan perayaan Idul Adha. Peternak dapat memasarkan sapi ke luar daerah, selama tidak melebihi kuota tersebut. (ist)

Leave a Reply

Berikan Komentar