BPJS Kesehatan Kepwill XI ”Dorong Sinergi Media, Program JKN dari Kita untuk Semua”
(Baliekbis.com),Asisten Deputi Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah XI Endang Triana Simanjuntak menjelaskan Program JKN merupakan bentuk perlindungan sosial yang disiapkan oleh masyarakat kepada individu atau rumah tangga.
“Ini dilakukan melalui upaya kolektif guna menjamin tersedianya standar hidup minimal serta memberikan perlindungan dari penurunan kesejahteraan akibat risiko kesehatan,” ujar Endang selaku narasumber pada acara media gathering yang mengangkat tema “Penjaminan Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari kita untuk semua” pada Jumat (20/6/2025) di Denpasar, Bali.
Kegiatan yang diikuti sejumlah media lokal di wilayah Denpasar dan Klungkung ini bertujuan menyeragamkan pemahaman yang komprehensif kepada media mengenai penjaminan manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta menjawab berbagai isu yang berkembang di masyarakat.
Endang menambahkan hingga pertengahan tahun 2025, terdapat 885 fasilitas kesehatan di Provinsi Bali yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Fasilitas tersebut mencakup FKTP (puskesmas, klinik pratama, dokter praktik perorangan) serta FKRTL (rumah sakit pemerintah/swasta, apotek, laboratorium, dan optik).
“Sejalan dengan sinergi Ekosistem JKN, kami berkomitmen penuh dalam menjamin pemanfaatan pelayanan kesehatan sesuai ketentuan perundang-undangan. Seluruh penduduk memiliki hak yang sama untuk mendapatkan jaminan sosial sosial termasuk memastikan peserta memperoleh hak atas pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dibutuhkan,” ujar Endang.
Dalam pertemuan ini, BPJS Kesehatan juga menegaskan pentingnya memastikan pemahaman masyarakat terkait batasan manfaat pelayanan kesehatan yang tidak dijamin dalam Program JKN seperti pelayanan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pelayanan akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang sudah ditanggung oleh program jaminan kecelakaan kerja, pelayanan akibat kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib dan telah dijamin oleh program lain hingga batas tanggungannya ataupun pelayanan kesehatan untuk estetika.
Terkait maraknya informasi yang beredar di media sosial mengenai daftar 144 diagnosis yang disebut-sebut tidak dapat dirujuk ke rumah sakit, BPJS Kesehatan menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar. Diagnosis tersebut tetap dijamin Program JKN, namun dapat ditangani langsung di FKTP sesuai prinsip pelayanan berjenjang. Jika dalam pemeriksaan ternyata memerlukan penanganan lebih lanjut, peserta tetap akan dirujuk ke FKRTL.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tidak langsung mempercayai konten media sosial yang belum terverifikasi. Gunakan kanal resmi BPJS Kesehatan, seperti website, media sosial BPJS Kesehatan RI, Aplikasi Mobile JKN,” tambah Endang.
Hal ini disampaikan sebagai bagian upaya edukasi kepada masyarakat memahami akan hak dan kewajiban mereka secara utuh, serta terhindar dari kesalahpahaman dalam mengakses pelayanan kesehatan. Sebagai bentuk tanggung jawab publik, BPJS Kesehatan berkomitmen untuk terus meningkatkan literasi peserta melalui penyampaian informasi yang benar, terutama di era digital yang serba cepat dan rentan terhadap penyebaran informasi yang menyesatkan.
Dalam sesi diskusi, salah satu wartawan Made Ari mengungkapkan pengalamannya bahwa waktu tunggu tindakan medis untuk peserta JKN cenderung lebih lama dibanding pasien umum. “Peserta JKN seolah dianaktirikan. Kenapa antrean pasien umum bisa lebih cepat dibandingkan peserta JKN,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini, BPJS Kesehatan menjelaskan bahwa saat ini sekitar 70–90% pasien di rumah sakit merupakan peserta JKN, sehingga wajar jika antrean lebih padat. Rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan juga diimbau menyediakan dashboard ketersediaan tempat tidur dan dashboard jadwal operasi, yang telah terhubung ke Aplikasi Mobile JKN.
Namun perlu diketahui perbedaan jumlah ketersediaan tempat tidur di fasilitas kesehatan dengan di Aplikasi Mobile JKN, tidak selalu mencerminkan ketersediaan aktual hal ini dapat dikarenakan adanya klasifikasi ruangan di fasilitas kesehatan (misalnya ruang isolasi, infeksius, post-persalinan) yang tidak dapat digunakan secara umum.
Sementara itu, Made Ari juga menanyakan soal partisipasi Warga Negara Asing (WNA) dalam Program JKN. Sebagai informasi, di wilayah Bali terdapat 7.272 peserta JKN dari WNA dengan tingkat keaktifan mencapai 73%. Berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 (perubahan atas Perpres 82/2018), WNA yang memiliki Izin Tinggal Terbatas (KITAS) lebih dari 6 bulan dapat didaftarkan sebagai peserta JKN, baik melalui pemberi kerja, investor maupun secara mandiri.
Dinamika pelayanan kesehatan akan Program JKN terus mengalami evolusi dan pembenahan sejak BPJS Kesehatan berdiri pada tahun 2014. Jika pada awalnya pendaftaran peserta dilakukan secara individu, saat ini pendaftaran JKN telah disesuaikan dengan anggota keluarga yang tercantum dalam Kartu Keluarga (KK).
Perubahan ini dilatarbelakangi oleh temuan di lapangan terkait penyalahgunaan pemanfaatan Program JKN. Peserta yang datang bukanlah individu yang sebenarnya terdaftar sebagai peserta JKN atau penyalahgunaan akan nomor kepesertaan JKN. Pemberian obat tidak tepat sasaran dikarenakan, orang tua menerima resep yang tidak sesuai sebab pasien tidak hadir ke rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan medis namun diwakilkan oleh anak pengambilan obat saja tanpa pemeriksaan pasien. Untuk memastikan akurasi identitas dan kedisiplinan peserta, BPJS Kesehatan menerapkan sistem validasi biometrik dan pemindaian sidik jari (fingerprint) saat mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan.
BPJS Kesehatan mengapresiasi atas kehadiran dan kontribusi media lokal dalam mengedukasi masyarakat. Sinergi yang terjalin diharapkan dapat memperkuat pemahaman publik terhadap Program JKN sebagai program gotong royong yang hadir dari, oleh, dan untuk kita semua. (gt/ek)
Leave a Reply