Wujudkan Pilkada Damai, Direktorat Intelijen Keamanan Polda Bali Gandeng Insan Pers

(Baliekbis.com), Direktorat Intelijen Keamanan (Dirintelkam) Polda Bali mematangkan upaya menjaga kondusivitas pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada Rabu, 27 Juni 2018. Salah satunya dengan menguatkan sinergi menggandeng insan pers di Bali untuk memberikan informasi yang mampu mendukung dan menguatkan kondusivitas ini.

“Mari saling bersinergi untuk mewujudkan kondusivitas pilkada. Mari bentuk opini pilkada yang damai,” kata Kepala Bagian (Kabag) Analis Direktorat Intelijen Keamanan (Dirintelkam) Polda Bali AKBP I Wayan Subagia dalam acara analisis dan evaluasi (anev) dan silaturahmi dalam rangka mewujudkan Pilkada damai tahun 2018 bersama awak media di Denpasar, Kamis (21/6). Acara ini juga dihadiri Kasubdit 1 Direktorat Intelijen Keamanan Polda Bali Ni Nyoman Wismawati, dengan pembicara Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Bali I Gede Agus Astapa, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali Dwikora Putra dan pakar komunikasi Agus Arjawa Tangkas serta dihadiri insan pers baik media cetak, media online dan elektronik di Bali.

Subagia menambahkan menciptakan pilkada damai bukan tugas kepolisian saja tapi merupakan tugas semua pihak termasuk insan pers. Maka pihaknya juga mengajak rekan-rekan media massa agar ikut menjaga keutuhan NKRI dan menjaga kondusivitas pilkada serentak. Sebab insan pers punya peran strategis membentuk opini di masyarakat serta melawan berita hoaks dengan informasi yang benar. “Akhir-akhir ini banyak informasi menyesatkan, ujaran kebencian dan mengarah pada SARA. Di media sosial banyak informasi hoaks. Jadi mari kita perangi bersama. Mari bentuk opini pilkada yang damai,” ujarnya.

Ketua PWI Bali Dwikora Putra mengatakan acara ini pertama sebagai wahana menyatukan persepsi menghadapi pilkada serentak. Sebab ada salah persepsi antara produk media sosial dan produk jurnalistik pers.

Diterangkan, sebagian besar karya jurnalistik dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan UU. Kalau informasi di media sosial tidak semua bisa dipertanggungjawabkan.

“Di media sosial siapa yang akan mempertanggungjawabkan. Orang benci bebas mau marah-marah dan mengumpat. Pertanggungjawaban hanya secara pribadi. Kalau lembaga pers ada pertanggungjawaban secara kelembagaan yang berbadan hukum,” terangnya.

Maka PWI Bali mengajak masyarakat khususnya netizen harus mampu memilah-milah mana produk jurnalistik dan mana produk media online. “Sebab kami di pers sering jadi kambing hitam kalau ada informasi hoaks dan menyesatkan. Pejabat juga seringkali tergelincir katakan pers dan wartawan tidak beres. Padahal kita semua sudah tunduk pada UU Pers, UU ITE dan lainnya,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Bali I Gede Agus Astapa menekankan pemahaman mengenai informasi publik dan informasi yang dikecualikan dalam konteks pilkada. Sebab dalam Pilkada kemungkinan ada sengketa informasi.

Pihaknya juga sudah mengingatkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) Bali dan Kabupaten/Kota soal informasi dana kampanye yang dianggap bisa menjadi informasi krusial dan akan banyak diminta publik.

KIP memandang bahwa informasi dana kampanye ketika sudah masuk proses audit di auditor publik dan hasilnya diserahkan ke KPU maka informasi itu wajib dibuka. Tapi kalau masih berproses audit termasuk informasi yang dikecualikan atau rahasia.

Informasi afiliasi calon kepada partai politik (parpol) tertentu juga merupakan informasi yang dikecualikan dan tidak bisa diungkapkan. “Termasuk pula hasil rekam medis pasangan calon juga tak bisa diungkapkan ke publik,” tandasnya. (sus)