Vidcon Dr. Mangku Pastika: Budaya “Manyama Braya” Bisa Jadi Solusi Atasi Covid-19

(Baliekbis.com),Anggota DPD RI daerah pemilihan Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M. mengingatkan agar budaya Bali “menyama braya” bisa diterapkan dalam mengantisipasi penyebaran wabah Covid-19 yang terus meningkat saat ini.

“Saya tak yakin wabah ini bisa secepatnya teratasi. Sementara kondisi warga sudah semakin berat, bukan hanya karena takut Covid, tapi mereka juga mulai terancam kelaparan,” ujar Mangku Pastika dalam dialog interaktif melalui vidcon yang berlangsung di Sekretariat DPD RI Renon Denpasar, Kamis (11/6/2020).

Dialog dengan narasumber Dirut RSJ Prov. Bali, Prof. LK Suryani, Dr. Cok Bagus Jaya Lesmana, Dr. AAA Tini Gorda dan Ketua FSP Par-SPSI Bali ini mengangkat tema “Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Kesehatan Mental Masyarakat dan Upaya Penanggulangannya” dipandu Nyoman Baskara bersama Ketut Ngastawa dan Wayan Wiratmaja.

Mangku Pastika mengingatkan dalam Covid-19 ini masalah yang muncul beragam. Ada yang hanya takut Covid namun secara ekonomi berkecukupan (single stress). Ada yang takut Covid dibarengi kesulitan ekonomi (double stress). “Dan yang terparah adalah yang triple stress, mereka selain takut penyakit ini, dapurnya tak bisa ngebul dan tak tahu sampai kapan kondisi ini akan berlangsung,” ujar Gubernur Bali 2008-2018 ini.

Dr. Tini Gorda

Kondisi ini tambah Mangku Pastika sangat mengkhawatirkan dan bisa membuat mereka tambah stres. Apalagi sebagian orang Bali memiliki bawaan karakter nekat. Secara sederhana, dicontohkan orang yang sakit tak sembuh-sembuh nekat bunuh diri, yang putus cinta juga banyak mengambil jalan pintas. Bali juga terkenal dengan Perang Puputan. “Jadi harus ada langkah-langkah nyata dan gerakan bersama untuk bisa menolong mereka yang mulai kesulitan makan,” jelas mantan Kapolda Bali ini.

Menurutnya, ada sejumlah solusi yang bisa dilakukan seperti budaya Bali yang kuat dengan konsep “menyama braya” dan “paras paros”. Yang punya lebih bisa berbagi kepada yang kurang. Sebab yang kelihatan parah sekarang ini masalah ekonomi akibat banyak yang tidak bekerja. Belum lagi kepulangan puluhan ribu PMI dari luar negeri yang tentu akan menambah jumlah tenaga kerja yang nganggur.

Hal senada disampaikan Akademisi FK Unud Dr. Cok Bagus Jaya Lesmana yang mengatakan kalau kondisi ini tak bisa diantisipasi akan menjadi bom waktu.

Dokter Bagus juga
menyarankan agar ada antisipasi penanganan orang gangguan jiwa. Sebab Covid ini bisa menimbulkan lompatan stres yang tinggi. “Saya prediksi ada sampai 50 ribu yang stres, depresi dan ini bisa masuk RSJ,” tambahnya.

Dijelaskan berdasarkan data 11 dari 1.00O orang mengalami gangguan jiwa (berat). Padahal kapasitas RSJ terbatas. Jadi perlu upaya-upaya mengatasi kemungkinan ini, seperti budaya Bali yang bisa jadi jadi protektor yakni konsep “menyama braya”, bagaimana bisa berbagi dengan lingkungan sekitar. Jadi seberat apapun kalau dihadapi bersama akan bisa.

Prof. LK Suryani dari Suryani Institute for Mental Health menawarkan terapi termurah dan termudah dalam menghadapi kondisi ini adalah melalui meditasi. Dr. Tini Gorda juga sepakat dengan meditasi itu. “Setelah meditasi bisa diikuti dengan mabayuh untuk menyegarkan memori,” tambah dosen Undiknas ini.

Sementara Dirut RSJ Prov. Bali dr. Basudewa mengingatkan agar rasa percaya itu dioptimalkan sehingga tidak mudah stres. Ia melihat justru warga di desa-desa lebih banyak senyum dibanding yang di kota. “Syukuri apa yang dimiliki, bisa beraktivitas dan peduli lingkungan sesuai protokol kesehatan,” jelasnya.

Sementara Ketua FSP Par-SPSI Bali Putu Satyawira Marhaendra mengatakan kendala dalam Covid ini terbatasnya komunikasi dan sinergitas yang tak jalan. “Komunikasi tak dimanfaatkan secara maksimal. Pariwisata mestinya tetap beraktivitas, yang penting sesuai standar Covid,” jelasnya. (bas)