UNR Ikut Seminar Internasional Kebahasaan 2019

(Baliekbis.com), Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan bersama Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI menyelenggarakan Seminar Kebahasaan 2019 pada 9-12 Juli 2019 di Mercure Cikini Jakarta.

Seminar diikuti 123 pemakalah dari seluruh Indonesia, terdiri dari akademisi dan balai bahasa. Agenda kegiatan terdiri dari seminar, workshop dan Pameran Makalah Poster. Pemakalah diseleksi dari lebih 500 naskah yang diterima.

Dr. Ida Ayu Made Gayatri sebagai pemakalah mengatakan bahwa kegiatan seminar internasional kebahasaan 2019 merupakan kontribusi peneliti dan akademisi termasuk Universitas Ngurah Rai.

Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia ini menampilkan karya yang berjudul “Analisis Kajian Kritis Kebhinekaan Bahasa Isyarat dalam Pendidikan Bahasa Indonesia pada Komunitas Tuli dan SLB”.

“Penelitian ini menggunakan perspektif Analisis Wacana Kritis yang menunjukkan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) adalah salah satu dialek yaitu ragam bahasa selain dialek Bengkala Buleleng,” ujar Dr. Gayatri.

Kekayaan dialek dari komunitas yang tidak mau disebut tunarungu dan lebih memilih menyebut diri sebagai Orang Tuli ini memperkaya khasanah perbendaharaan bahasa dan isyarat sekaligus. Bisindo disebut dialek karena komunitas Tuli menyebutnya sebagai Bisindo wilayah Denpasar. “Ini kontraproduktif dengan cita-cita menjadikan Bisindo sebagai bahasa nasional Tuli,” ujar Dr. Gayatri.

Gayatri juga menambahkan bahwa perspektif manajemen dalam penelitian ini digunakan untuk menarik embarkasi manajemen pendidikan Bisindo yang diselenggarakan Komunitas Tuli merupakan pendidikan berbasis masyarakat. “Dan pendidikan Sistim Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan komunikasi total (total) merupakan bagian dari pendidikan formal,” ujarnya.

Penelitian ini juga melihat kelemahan Bisindo akan sulit menggantikan SIBI dan komtal menjadi bahasa nasional orang Tuli karena belum ada desain kurikulum untuk diterapkan pada sistem pendidikan formal.

Selain itu komunitas Tuli tidak menggunakan tata bahasa gramatikal yang digunakan dalam dunia akademik. Namun keunggulan Bisindo yaitu dalam menarik minat warga masyarakat yang mendengar sehingga inklusi sosial, masyarakat lebih cepat mengenal budaya Tuli.

Di sisi lain, Sekolah Luar Biasa menggunakan bahasa isyarat hanya sebagai pendukung. Sebab kurikulum K13 bergerak lebih maju dengan mengajarkan siswa didik tunarungu untuk memaksimalkan pendengaran dengan alat bantu augmentif (alat bantu dengar), kemampuan wicara dengan terapi bicara serta membaca gerak bibir.

Pada penutupan Dr. Gayatri menyerahkan cinderamata untuk Badan Bahasa dan Perbukuan Republik Indonesia buku Antologi Cerpen Layar dan Samudera Jiwa sebagai kontribusi Universitas Ngurah Rai dalam pengembangan literasi warga.

Adapun tema yang diangkat memajukan peran bahasa dalam kancah kontemporer bahasa Indonesia, penguatan strategi dan diplomasi kebahasaan di berbagai bidang.

Sesuai dengan topik yang dibahas dalam seminar ini, tentunya Universitas Ngurah Rai berpeluang mengembangkan diplomasi kebahasaan melalui pusat bahasa yang dimiliki. (sus)