​TPID Jembrana Jaga Ketersediaan dan Stabilitas Harga Barang

(Baliekbis.com),Bupati Jembrana, I Nengah Tamba menyampaikan High Level Meeting diharapkan dapat memberikan gambaran dan menjadi pedoman bagi TPID Kabupaten Jembrana dalam mengambil langkah stabilisasi ekonomi di Kabupaten Jembrana.

“Pasca pandemi Covid-19, masih terdapat beberapa pengaruh global, seperti harga minyak dan beberapa sektor migas lainnya terhadap daya beli masyarakat di Kabupaten Jembrana. Meskipun demikian, ekonomi Kabupaten Jembrana diyakini akan bergerak maju. Demikian terungkap dalam rapat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Jembrana saat melaksanakan High Level Meeting (HLM) pada Rabu, 20 Juli 2022 dalam rangka menjaga ketersediaan serta stabilitas harga bahan pokok di Kabupaten Jembrana.

Rapat dilaksanakan secara langsung di Kantor Bupati Jembrana yang dipimpin oleh Bupati Jembrana. Kegiatan HLM dihadiri oleh Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, serta seluruh anggota TPID Kabupaten Jembrana.

Salah satu hal yang dilakukan adalah ground breaking pasar oleh-oleh yang akan dijadikan gedung pusat oleh-oleh Kabupaten Jembrana. Pembangunan pusat oleh-oleh Jembrana menjadi salah satu cara untuk menggerakkan UMKM Kabupaten Jembrana. Nengah Tamba juga menyampaikan apresiasi kepada Bank Indonesia yang senantiasa melakukan pembaruan data.

Sekretaris Daerah Kabupaten Jembrana selaku pelaksana harian TPID Kabupaten Jembrana, I Made Budiasa menyampaikan tingkat perkembangan harga konsumen di Kabupaten Jembrana. Hingga Juni 2022, terdapat beberapa komoditas yang mengalami peningkatan seperti minyak goreng, daging ayam ras, telur ayam ras, cabai merah besar, cabai rawit merah, bawang merah, kacang panjang, kangkung, pisang ambon, gulaku/merek sejenis (putih), dan tepung terigu.

Sementara, terdapat beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga, seperti beras medium, daging babi, bawang putih, jeruk lokal, ikan tongkol/pindang. Beberapa penyebab kenaikan harga tersebut antara lain (1) adanya faktor cuaca yang berpengaruh pada produksi bahan pokok, khususnya volatile food, (2) ketersediaan pasokan Kabupaten Jembrana masih bergantung dari luar daerah, (3) adanya penyakit mulut dan kuku (PMK) yang berpotensi mengganggu pasokan daging, (4) tahun ajaran baru menyebabkan beberapa kenaikan harga untuk kebutuhan sekolah, serta (5) kenaikan harga yang diatur pemerintah, seperti Tarif Dasar Listrik (TDL), BBM, dan gas. Lebih lanjut,

Budiasa menyampaikan beberapa pelaksanaan kebijakan yang telah dilakukan, seperti (1) pengumpulan data dan informasi harga setiap hari, (2) menayangkan informasi harga bahan kebutuhan pokok melalui videotron dilakukan oleh Dinas Kominfo, (3) melaksanakan pasar murah, (4) edukasi masyarakat tentang inflasi dan belanja bijak, dan lainnya.

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, G. A. Diah Utari menyampaikan perlu adanya peningkatan awareness mengingat hingga Juni 2022, inflasi kumulatif (ytd) Bali sudah melampaui rentang target inflasi nasional (3±1%) yakni sebesar 4,2%. Faktor eksternal yang turut mendorong kenaikan inflasi dalam negeri  melaluikenaikan harga bahan pangan, kenaikan harga energi dan pelemahan nilai tukar. Faktor-faktor tersebut yakni (1) krisis geopolitik, (2) kebijakan proteksi pangan, (3) zero covid policy di Tiongkok, (4) gangguan rantai pasok dan (5) kenaikan suku bunga di negara maju yang mendorong pergerakan aliran modal ke negara maju dan akhirnya berakibat pada pelemahan nilai tukar.

Lebih lanjut, Diah menyampaikan inflasi Juni 2022 di Provinsi Bali terutama bersumber dari kenaikan harga kelompok volatile food (cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah). Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi sehingga mempengaruhi supply komoditas tersebut. Penyumbang inflasi disusul core inflation, yakni canang sari.

Beberapa potensi risiko ke depan yang perlu diwaspadai yakni adanya pola historis volatile food dalam tren meningkat pada Agustus-Desember, potensi angin monsoon Australia yang meningkatkan curah hujan dan berisiko menurunkan produksi cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan tomat.

Komoditas daging sapi juga perlu diwaspadai seiring adanya potensi risiko penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Bali yang berpotensi mengganggu pasokan daging sapi. Pada inflasi inti (core inflation), terdapat risiko kenaikan permintaan selama musim liburan sekolah (domestik) dan liburan musim panas (wisatawan mancanegara) serta sumbangan inflasi dari biaya pendidikan (tahun ajaran baru).

Di sisi inflasi dari harga barang yang diatur Pemerintah (administered price inflation), terdapat risiko kenaikan tarif dasar listrik, harga gas dan energi yang dapat menimbulkan dampak lanjutan pada peningkatan harga bahan makanan jadi dan kenaikan tarif tiket pesawat.

Bank Indonesia memberikan beberapa rekomendasi yaitu perlu adanya upaya bersama yang intensif dalam jangka pendek untuk mengendalikan inflasi bahan pangan khususnya komoditas hortikultura seperti (1) menjaga kecukupan stok bahan pangan untuk internal Bali diantaranya dengan mendorong KAD antara daerah yang surplus dengan daerah defisit bahan pangan, (2) memotong rantai distribusi untuk mengurangi biaya di antaranya dengan pembelian langsung produk bahan pangan oleh Perusda kepada petani, (3) mengintensifkan operasi pasar murah produk pangan agar lebih nyata dampaknya terhadap inflasi, serta (4) mengintensifkan kembali gerakan tanam cabai di pekarangan rumah dan memberikan bantuan bibit cabai kepada rumah tangga. (ist)