Toxic Positivity Ternyata Berpengaruh Buruk Bagi Kesehatan Mental

(Baliekbis.com), Toxic positivity adalah kondisi ketika seseorang menuntut dirinya sendiri atau orang lain untuk selalu berpikir dan bersikap positif serta menolak emosi negatif. Melihat suatu hal dengan positif memang baik, tapi jika dibarengi dengan menghindari emosi negatif, hal ini justru dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental, lho.

Seseorang yang terjebak dalam toxic positivity akan terus berusaha menghindari emosi negatif, seperti sedih, marah, atau kecewa, dari suatu hal yang terjadi. Padahal, emosi negatif juga penting untuk dirasakan dan diekspresikan.

Penyangkalan emosi negatif yang terus dilakukan dalam jangka panjang bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan mental, seperti stres berat, cemas atau sedih yang berkepanjangan, gangguan tidur, penyalahgunaan obat terlarang, depresi, dan PTSD.

Kenali Ciri-Ciri Toxic Positivity

Toxic positivity umumnya muncul melalui ucapan. Orang yang memiliki pemikiran yang demikian mungkin bisa sering melontarkan petuah yang terkesan positif, tapi sebenarnya merasakan emosi yang negatif.

Selain itu, ada beberapa hal yang menandakan seseorang sedang terjebak di dalam toxic positivity, antara lain:

  • Menyembunyikan perasaan yang sebenarnya sedang dirasakan
  • Terkesan menghindari atau membiarkan masalah
  • Merasa bersalah ketika merasakan atau mengungkapkan emosi negatif
  • Mencoba memberikan semangat kepada orang lain, tapi sering disertai dengan penyataan yang seolah meremehkan, misalnya mengucapkan kalimat “jangan menyerah, begitu saja kok tidak bisa”
  • Sering mengucapkan kalimat yang membandingkan diri dengan orang lain, contohnya, “kamu lebih beruntung, masih banyak orang yang lebih menderita dari kamu”
  • Melontarkan kalimat yang menyalahkan orang yang tertimpa masalah, misalnya ‘Coba, deh, lihat sisi positifnya. Lagi pula, ini salahmu juga, kan?”

Mungkin, mengucapkan kalimat positif dimaksudkan untuk menguatkan diri sendiri atau sebagai rasa simpati terhadap masalah yang sedang dialami orang lain. Namun, bukan berarti boleh terlalu positif hingga mengabaikan emosi negatif. Apa pun yang berlebihan itu tidak baik, begitu pula dengan sikap dan pikiran positif.

Selain dari ucapan, media sosial juga dapat memicu toxic positivity. Secara tidak sadar, media sosial membuat tiap orang berlomba-lomba untuk menunjukkan sisi terbaik dari kehidupan masing-masing. Ketika melihat orang lain yang hidupnya tampak lebih sempurna, mungkin kita akan menjadi lebih mudah sedih dan terpuruk.

Bahkan, ketika sedang merasa sangat sedih sekali pun, sebisa mungkin untuk menutupinya dari media sosial. Hal ini membuat kita menolak segala emosi negatif karena ingin selalu terlihat sempurna, seperti dunia yang ditampakkan di media sosial. (ist)