The New Normal, Adaptasi Jadi Kunci Jaga Keberlangsungan

(Baliekbis.com), Pandemi COVID-19 membuat terjadinya perubahan di berbagai aspek kehidupan termasuk kesehatan, sosial, dan ekonomi di Indonesia. Para ahli menyebutkan pandemi yang belum diketahui kapan berakhirnya ini akan menimbulkan The New Normal, yakni fase terjadinya perubahan perilaku masyarakat dalam beraktivitas, termasuk dalam hal keuangan. Berbagai perubahan mulai terlihat dari bagaimana masyarakat bertransaksi, kecenderungan untuk lebih memperhatikan nilai ketika membeli sebuah barang, serta pengelolaan keuangan dengan menetapkan skala prioritas.

Riset McKinsey terkait sentimen konsumen Indonesia menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan aktivitas digital selama masa pandemi, dengan lebih dari 30% responden mengaku lebih sering memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memesan makanan secara online. Selain itu, laporan McKinsey terkait dampak yang ditimbulkan dari COVID-19 ini juga menyebutkan bahwa secara global adopsi teknologi digital pada  industri keuangan pun meningkat, dimana 73% masyarakat telah mencoba adopsi teknologi digital dalam 6 bulan terakhir, dengan 21% diantaranya merupakan pengguna baru. Perubahan perilaku tersebut akan menggiring pada fase The New Normal, yang menuntut masyarakat untuk mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut guna menjaga produktivitas dan keberlangsungan kehidupan.

Salah satunya, Rizal Monel, seorang wirausaha cucian motor ‘Hidayah Steam Wash’ di Purwakarta, Jawa Barat yang juga harus beradaptasi terhadap kondisi saat ini. Sebelum pandemi terjadi, usaha Rizal mampu melayani hingga 700-800 motor per bulan karena bantuan modal produktif dari fintech lending. Namun, kini penurunan pendapatan tak terelakkan seiring dibatasinya gerak masyarakat. Selain beradaptasi pada kondisi tak menentu ini, Rizal mengakui bahwa penerapan pola keuangan yang baru juga harus diaplikasikan pada usahanya. “Karena adanya pandemi, saya harus memutar otak bagaimana saya dapat memanfaatkan pinjaman Kredivo berdasarkan prioritas. Kini, pinjaman yang ada saya alokasikan untuk memenuhi kebutuhan usaha saya lainnya, yaitu warung sembako, mengingat kebutuhan pokok masih menjadi hal yang  dibutuhkan di tengah pandemi ini. Namun, saya juga harus tetap menyisihkan keuntungan dari usaha warung tersebut untuk terus menghidupi keluarga, usaha steam motor, serta cita-cita saya untuk bermanfaat bagi orang lain,” ujar Rizal saat membagikan ceritanya.

Dari sisi pelaku industri, McKinsey dalam laporannya menyebut setidaknya ada prinsip dasar yang perlu dilakukan saat memasuki masa The New Normal yaitu memperhatikan 1) perubahan perilaku konsumen, 2) pola permintaan yang tidak dapat diprediksi, serta 3) efisiensi operasional berdasarkan skala prioritas.

Menanggapi kondisi ini, Kredivo, sebagai fintech lending, juga melihat urgensi pada kemampuan beradaptasi terhadap The New Normal, agar masyarakat serta pelaku industri dapat bertahan dan melewati krisis ini. Alie Tan – CEO Kredivo Indonesia mengatakan, “Berdamai dengan COVID-19 berarti masyarakat dan pelaku industri dapat beradaptasi dengan The New Normal. Kemampuan adaptasi yang agile dan solidaritas adalah kunci untuk melalui kondisi ini sekaligus menjaga keberlangsungan kehidupan serta usaha dalam jangka panjang. Di sisi lain, pelaku industri keuangan juga dituntut untuk terus berinovasi melalui teknologi, guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan transaksi digital yang semakin meningkat di masa pandemi ini.”

Lebih lanjut, untuk pelaku industri keuangan, setidaknya ada dua hal mendasar yang dapat menjadi faktor pendorong dalam melakukan adaptasi terhadap The New Normal:

  • Fasih transformasi digital dan kemungkinan menuju industri 4.0 yang lebih cepat

Pandemi ini mengakselerasi kemampuan masyarakat untuk lebih fasih memanfaatkan teknologi, sehingga menjadi katalisator menuju industri 4.0. Kemudahan dalam bertransaksi menjadi kunci yang semakin relevan bagi konsumen saat ini. Industri keuangan dituntut untuk semakin memperkuat transformasi digitalnya, bahkan mempersiapkan strategi secara matang menuju industri 4.0. Namun, edukasi dan literasi digital dalam hal keuangan juga tetap harus dipertimbangkan guna menyeimbangkan antara kondisi industri dengan kesiapan masyarakat menghadapi era revolusi industri 4.0.

  • Masyarakat naik kelas jadi konsumen cerdas

Kondisi ekonomi yang sulit memaksa masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan. Hal ini juga dapat menjadi sinyal positif bagi peningkatan literasi keuangan di Indonesia. Namun demikian, sinyal positif ini perlu diiringi dengan kesiapan para pelaku industri keuangan untuk memberikan produk atau layanan keuangan yang memiliki nilai tambah dan mampu mendukung produktivitas masyarakat.

Adaptasi secara cepat dan pemanfaatan peluang menjadi kunci berdamai di masa pandemi ini. Pelaku usaha harus terus berinovasi untuk menghadapi ketidakpastian dan  memenuhi kebutuhan masyarakat yang selalu berubah. Selain itu, strategi manajemen risiko dan efisiensi operasional berdasarkan skala prioritas juga perlu ditingkatkan oleh pelaku industri untuk memastikan keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang.

“Sejak kehadirannya, DNA industri fintech adalah berinovasi membantu masyarakat menghadapi tantangan. Untuk itu, kami terus berinovasi agar tetap bisa memenuhi kebutuhan dan beradaptasi dengan kondisi pasar, termasuk di tengah pandemi ini.  Disertai prinsip responsible lending dan sistem verifikasi yang memiliki metrik risiko yang setara dengan bank, Kredivo siap untuk terus menjadi financial enabler, dan terus berkomitmen mengedukasi masyarakat akan pentingnya literasi digital dan keuangan,” tutup Alie Tan. (ist)