Terkait Dana Desa, Dr. Mangku Pastika,M.M.: Perbekel agar Kerja Tulus, Lurus dan Patuhi NSPK

Dana Desa bisa jadi bencana kalau tak dikelola sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya merupakan anugerah kalau sesuai pengelolaannya. Jadi keuangan desa harus dikelola secara transparan, akuntabel dan tertib serta disiplin.

(Baliekbis.com), Anggota Komite IV DPD RI Dr. Made Mangku Pastika,M.M. mengajak perbekel untuk bekerja tulus dan lurus dalam membangun desa dan mensejahterakan warganya.

“Juga patuhi NSPK (Norma Standar Prosedur dan Kriteria). Dengan demikian tidak akan ada masalah hukum dalam memanfaatkan dana desa untuk pembangunan,” ujar Mangku Pastika selaku narasumber dalam Workshop “Evaluasi Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan Desa di Kabupaten Bangli”, Selasa (29/11).

Workshop yang berlangsung di aula RSJ Bangli dibuka Bupati Bangli Sang Nyoman Sedana Arta dihadiri seluruh perbekel. 
Hadir dalam acara tersebut Via zoom selaku narasumber  Kasubdit Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Desa  Direktorat Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemerintah Desa Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri Irham, SH, MM, Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II Kanwil Perbendaharaan Provinsi Bali Wayan Juwena, SE, MM, Koordinator Pengawasan Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah Perwakilan BPKP Provinsi Bali Joko Sunaryanto, Sekretaris Daerah Ida Bagus Gde Giri Putra. Bupati Sedana Arta mengatakan kalau Dana Desa dikelola dengan terarah maka akan berjalan baik. Untuk itu, perbekel diminta awasi pengelolaan keuangan ini dengan baik.

Mangku Pastika pada kesempatan tersebut minta kepada perbekel jangan ragu bertanya atau berkonsultasi dengan BPKP agar lancar dan selamat dalam mengelola sumberdaya yang ada termasuk Dana Desa. “Patuhi NSPK dan jangan menabrak, saya yakin semua bisa berjalan dengan baik,” pesan Mangku Pastika.

Mantan Gubernur Bali dua periode ini menjelaskan
selama menjadi gubernur, pihaknya sudah menganggarkan bantuan Rp1 miliar kepada desa. “Para perbekel sudah biasa mengelola anggaran miliaran. Jadi Dana Desa yang ada sekarang ini relatif gampang mengelolanya,” tambah Mangku Pastika.

Sementara Juwena mengatakan di Bali belum ada kades yang tersangkut hukum dalam pengelolaan dana desa. Bahkan penyaluran dana desa sudah 100 persen. Realisasi Bali (selalu) di atas nasional. Bali peringkat pertama soal pengelolaan dana desa. Namun penyerapan dana desa baru sekitar 80 persen, ada 17 persen mengendap di RKUD (Rekening Kas Umum Daerah).

Anggota Komite IV DPD RI Dr. Mangku Pastika, M.M.

“Jadi ada sebagian yang belum bisa dinikmati masyarakat desa. Padahal ini jumlahnya sangat besar,” jelasnya. Perkembangan dana desa juga selalu meningkat. Ada 636 desa di Bali diantaranya 68 di Bangli. Diharap ke depan semua desa bisa jadi desa mandiri.

Sedangkan Irham mengatakan ada Rp468 triliun dana yang disalurkan ke desa. Tidak ada satu desa pun yang tidak dapat dana. Namun diingatkan agar pengelolaannya mengikuti aturan yang ada. Sebab Dana Desa ini bisa jadi bencana kalau tak dikelola sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya merupakan anugerah kalau sesuai pengelolaannya. “Keuangan desa harus dikelola secara transparan, akuntabel dan tertib serta disiplin anggaran. Kalau tidak bisa jadi bencana,” pesannya.

Di awal paparannya, Mangku Pastika yang membawakan materi “Peran DPD RI terhadap Pembangunan Desa Khususnya dalam Pemulihan Perekonomian Desa” menjelaskan DPD RI sebagai representasi daerah sebagaimana ketentuan Pasal 22D UUD 1945 dan Tata Tertib DPD RI bahwa sebagai lembaga legislatif, DPD RI mempunyai fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran yang dijalankan dalam kerangka fungsi representasi.

Adapun salah satu tugas dan wewenang DPD RI antara lain melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Terkait Dana Desa, dijelaskan penggunaan beserta besarannya yang ditetapkan melalui kebijakan pemerintah pusat menyebabkan ketidakleluasaan Pemerintah Desa dalam membangun dan menjalankan program desanya mengingat bahwa kondisi setiap desa berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah lainnya.

Sanksi pemotongan Dana Desa sebesar 50% dari penyaluran Dana Desa tahap II TA 2023, apabila tidak menyalurkan BLT sangat memberatkan pemerintah desa. Kebijakan sanksi ini telah memangkas hak-hak desa, khususnya bagi desa yang masyarakatnya cukup mapan dan tidak memerlukan banyak BLT. Pasal 5 ayat 4 Perpres No. 98 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Perpres No. 104 tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja TA 2022, mengamanatkan Dana Desa per Kabupaten/Kota dialokasikan penggunaannya paling sedikit 40% untuk BLT, paling sedikit 20% untuk ketahanan pangan dan hewani dan paling sedikit 8% untuk dukungan pendanaan penanganan Covid-19. Ketentuan ini tidak sesuai dengan Kondisi geografis yang berbeda-beda serta strata penduduk yang beragam di Indonesia.

Ketentuan prosentase-prosentase tersebut sangat merugikan desa karena kondisi desa yang berbeda-beda harus mengikuti ketentuan yang sama, yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan desa.

Adanya keterlambatan penerbitan kebijakan maupun pedoman umum dan pedoman teknis mengenai Dana Desa berpotensi kepada keterlambatan dimulainya pembangunan desa yang bersumber dari Dana Desa dan ketidaksesuaian pengelolaan Dana Desa dengan ketentuan yang seharusnya.

Perencanaan dan penganggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan Desa serta kebijakan mengenai Dana Desa yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat kerap berubah-ubah menyebabkan kebingungan dan ketidakpastian dalam pelaksanaan pengelolaan Dana Desa dan berpotensi menimbulkan tidak tercapainya kesejahteraan masyarakat desa.

Terdapat 3 (tiga) Kementerian yang mengatur tentang pengelolaan Dana Desa, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, menyebabkan terjadinya tumpang tindih aturan serta berpotensi membuat kerentanan dalam pengelolaan Dana Desa di tengah keterbatasan kemampuan aparatur desa yang responsif dan adaptif terhadap perubahan regulasi.

Dalam PMK Nomor 128 tahun 2022 tentang Perubahan atas PMK No.190 tahun 2021 tentang Pengelolaan Dana Desa, terdapat aturan baru pada pasal 33 ayat (1a) yang menyebutkan Keluarga Penerima Manfaat BLT Desa dapat menerima bantuan sosial yang bersumber dari APBD. Ketentuan ini justru berpotensi menimbulkan tumpang tindih penerima bantuan sosial. Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kepmendesa) Nomor 40 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat telah mempersempit ruang Pemerintah Daerah untuk melakukan sinergisitas positif dengan Tenaga Pendamping Profesional, khususnya dalam rangka memperkuat kegiatan pendampingan karena Pemda tidak bisa mengevaluasi kinerja Tenaga Pendamping Profesional (TPP) agar terjadi keselarasan pemahaman dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa dari pusat sampai ke Desa. Masih rendahnya kompetensi dan kemampuan aparat desa dalam hal memahami regulasi pengelolaan Dana Desa memunculkan kerentanan dalam pengelolaan keuangan desa (APBDes).

Temuan Permasalahan mengenai Dana Desa yang merupakan hasil pengawasan DPD RI akan disampaikan kepada mitra-mitra terkait dalam bentuk rapat kerja atau Rapat Dengar pendapat sebagai salah satu bentuk peran DPD RI dalam pembangunan desa melalui fungsi pengawasannya.
DPD RI bersinergi untuk melakukan Kegiatan-kegiatan pengawasan bersama mitra kerja terkait (Seperti BPKP) tentang pelaksanaan APBN termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.(bas)