Temu Bisnis Pengelola Bisnis Pertanian Bali dengan GM Merchandiser Hypermart Indonesia, Petani Butuh Kepastian Harga Pasar

Petani banyak mengeluh bilang produknya tak laku, padahal supermarket justru mengaku masih kurang barang. Di sisi lain harga pasar (tradisional) tidak menentu sehingga petani beresiko rugi ketika konsumen menawar murah.

(Baliekbis.com), HA IPB (Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor) Bali menginisiasi pertemuan antara petani, pelaku bisnis pertanian dengan supermarket dalam hal ini Hypermart dengan harapan produk petani bisa terserap pasar dengan harga yang baik sehingga ke depannya petani bisa Mandiri, Maju dan Modern”.

Pertemuan yang mengangkat tema “Temu Bisnis para Pengelola Bisnis Pertanian Bali dengan GM Merchandise Hypermart Indonesia” bertempat di Warung Gemitir, Sabtu (4/6).

Pada acara yang berlangsung seharian tersebut, hadir sejumlah petani (produsen), pelaku bisnis pertanian, Tommy Librawanto selaku Head Div. Buyer Hypermart bersama tim serta jajaran HA IPB (Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor) Bali.

Petani dan pemasok pada intinya mengaku potensi pasar masih sangat terbuka, dalam artian peluang pasar tidak masalah. “Kendala kami adalah ketika musim hujan dan minimnya produksi di luar musim,” ujar petani mangga asal Buleleng.

Sementara produsen sayuran dari Plaga Ni Wayan Kerti mengaku harga pasar kerap tidak stabil dan cenderung merosot. “Jahe gajah sekarang harganya anjlok sekitar Rp5 ribu/kg. Itu pun minim pembeli. Produk sayuran lainnya juga turun. Konsumen menginginkan produk berkualitas dengan harga lebih murah dari harga pasar,” jelas Kerti yang beberapa waktu lalu sempat mendapat binaan dari pebisnis Korea ini.

Petani juga mengaku terkendala harga pasar (tradisional) belum pasti. “Jadi kita bawa dulu barangnya ke pasar, nanti soal harga tergantung pembeli, ada tawar menawar. Jadi bisa untung atau rugi,” jelasnya.

Made Sandi yang memproduksi sayur organik mengakui sejauh ini pasar masih terbuka lebar.
Bahkan rekannya Sandra mengatakan kalau mengikuti permintaan pasar, sebenarnya petani kurang produk. “Seperti jeruk Bali cukup terserap. Kuncinya kualitas,” jelasnya.

Petani muda keren Ratna Sari Dewi yang terjun ke pertanian (hortikultura) sejak 2015 silam mengaku fokus suplai ke supermarket. “Sejauh ini bisa berjalan lancar,” ungkap Duta Petani Muda Indonesia 2018 yang mengelola kebun sayuran di Kintamani ini.

Petani muda Wayan Mudita yang bergerak di bawah bendera Kebun Mimba memberikan resep suksesnya, yakni dengan teknologi bertani jadi gampang dan menguntungkan. “Sekarang ini semua bisa dikontrol melalui HP,” jelas pengusaha asal Sanur ini. Namun diakui untuk pengiriman keluar daerah kendala ada di pengiriman. Kelambatan pengiriman di penerbangan menyebabkan barang rusak sehingga harganya anjlok.

Sementara Pemerhati Pertanian yang juga mantan Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan Bali IB Wisnuardana di awal paparannya mengaku tak habis pikir pertanian Bali tak maju-maju. Padahal lahan cukup dan SDM-nya andal. Lahan pertanian di Bali ini ada 50 persen lebih. Produk apa saja ada dengan kualitas bagus. “Saya kira produk tak terserap karena rantai pasar yang panjang, pembeli (supermarket) terlalu ketat,” jelasnya.

Ia berharap pertemuan dengan Hypermart ini bisa memberi solusi. Hypermart diharapkan bisa jadi pembina petani. Terkait kontinyuitas bisa sepanjang ada kepastian pasar. “Petani butuh kepastian harga pasar,” tegasnya seraya berharap peran Koperasi HA IPB bisa bantu permodalan petani ketika barangnya belum dibayar oleh pengusaha. Sebagaimana diungkapkan petani, barang sering tertunda pembayarannya cukup lama.

Tommy Librawanto selaku Head Div. Buyer Hypermart mengatakan ada sejumlah kriteria yang perlu diperhatikan yakni tampilan produk, packaging agar barang bisa dijual dengan volume tinggi. “Customer ingin barang bagus dengan harga murah, jangan sampai harga kita kemahalan,” ujarnya. Jimmy juga menyebutkan pentingnya kualitas. “Bagaimana barang bisa bagus sampai di tempat. Sebab kualitas ini pengaruhi harga. Saya berharap pertanian Bali berkembang dan produk bisa kita serap untuk dibawa ke seluruh cabang Hypermart,” tambahnya.

Panitia IB Gede Arsana yang memandu acara mengatakan kehadiran HA IPB Bali ingin menjembatani petani, sehingga apa yang jadi kebutuhan pasar (Hypermart) bisa disediakan petani. “Jadi barang apa yang dibutuhkan, jumlahnya, jenis dan kualitas termasuk harga bisa disepakati dengan petani (produsen),” jelas Gusde Arsana yang juga Direktur Bali SRI Organik, produsen beras organik.

Gede Suarnata selalu Ketua Himpunan Alumni IPB mengungkapkan petani di lapangan kerap menghadapi masalah bibit yang mahal, air sulit, partner, tunda bayar dan teknologi. Masalah mendasar ini yang perlu dipecahkan bersama. Belum lagi banyaknya barang impor sehingga menjadi ketergantungan. “HA IPB akan berupaya menjembatani kebutuhan petani, berbagi informasi termasuk masalah modal akibat tunda bayar melalui koperasi,” jelasnya.

Alumni IPB Ida Ayu Pidada menambahkan Bali punya aneka produk unggulan mulai sayuran, buah-buahan serta rempah-rempah pada sentra-sentra penanaman yang cukup luas. “Jadi secara kuantitas bisa memenuhi kebutuhan pasar,” jelasnya. (bas)