Tahun 2020, Kasus Perceraian dan Narkotika di PN Denpasar Meningkat

(Baliekbis.com), Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang mencakup wilayah hukum Kota Denpasar dan Kabupaten Badung  pada tahun 2020 menangani 2.468 kasus yang terdiri dari 1.224 perkara pidana dan 1.244  perdata.

“Sebagian perkara telah mendapat putusan pengadilan dan sisanya masih berproses,” ujar Humas PN Denpasar I Made Pasek S.H, M.H,  Senin (18/01).

Rinciannya, perkara pidana sebanyak 602 dimana hampir 50 persen merupakan tindak kejahatan narkotika. Pencurian 242 perkara, penggelapan 94 perkara, penipuan 30 perkara dan 256 perkara yang lain.

Sementara perkara perdata dikatakan Made Pasek didominasi 70 persen perkara perceraian atau sebanyak 895 perkara. “Sisanya PMH (Perbuatan Melawan Hukum) 51 perkara, Wanprestasi (ingkar janji) 22 perkara, perkara tanah 19, harta bersama 19, hak asuh 5 perkara, ganti rugi 2 perkara, dan perkara lain-lain 33,” papar Made Pasek.

Dibanding tahun sebelumnya, lebih lanjut Made Pasek memang terjadi peningkatan, khususnya perkara narkotika dan perceraian. Ia tidak menampik dugaan salah satu faktor peningkatan tersebut adalah kondisi ekonomi pascaCovid-19.

Kalau dilihat dari datanya memang ada peningkatan, terutama perkara narkotika. Salah satunya yang mendorong faktor ekonomi. “Termasuk perceraian, timbulnya percekcokan berujung perceraian juga diawali salah satunya soal penghasilan, soal penghidupan. Ketika itu tidak dapat dipahami oleh masing-masing pasangan maka terjadilah pertengkaran berujung pada perceraian,” paparnya.

Terkait kasus perceraian, Made Pasek mengungkapkan selama ini terkendala alamat tergugat banyak yang tidak jelas. Sehingga perlu dilakukan pemanggilan umum melalui media massa (koran). Pemanggilan dilakukan minimal 2 kali dengan jarak masing-masing 1 bulan.

Jika dalam beberapa kali pemanggilan secara patut tersebut yang bersangkutan tidak juga hadir maka sidang digelar tanpa kehadiran tergugat, alias verstek pada bulan berikutnya.

Ditambahkan untuk perkara perceraian, sebagian masih ada yang belum diputuskan, sebagian sudah. “Jadi kalau bulan November baru masuk, kan belum bisa memenuhi, sehingga di tahun berikutnya baru bisa disidangkan. Kalau tidak hadir setelah sekian kali pemanggilan secara patut, putusannya verstek,” tandasnya. (ist)