Sutapa Raih Doktor “KB Tikus” Manfaatkan Radiasi Gamma Co-60

(Baliekbis.com),Dosen Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Udayana I Gusti Ngurah Sutapa berhasil menemukan metode KB untuk tikus sawah dengan memanfaatkan radiasi gamma Co-60.

Dengan temuan hasil penelitiannya itu, pria asal Gianyar ini berhasil
meraih gelar doktor.
Penemuan ini diharapkan dapat menjadi jalan dan membantu petani dalam mengendalikan hama tikus.
Dosen mata kuliah fisika radiasi ini mengungkapkan bahwa program KB yang diterapkan oleh Pemerintah pada tahun 70-an sangat efektif dan efisien dalam penurunan jumlah penduduk di Indonesia.

KB (Keluarga berencana) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan atau memandulkan/sterilisasi salah satu pasangan dengan memakai alat kontrasepsi. Senada dengan hal tersebut program KB dapat diterapkan dalam pengendalian hama tikus terpadu (PHTT) di Indonesia. Program KB yang dimaksudkan dalam PHTT ini adalah Teknik Jantan Mandul (TJM) pada tikus sawah.

“Tikus jantan dibuat menjadi mandul dengan menggunakan radiasi gamma Co-60. Tikus-tikus jantan mandul dilepas ke lapangan, sehingga tikus betina yang dikawini tikus jantan mandul tidak akan melahirkan anak” kata Sutapa usai mempertahankan hasil temuannya dalam ujian terbuka online melalui aplikasi webex.com yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, Unud pada Kamis (30/4).

Sutapa memaparkan bahwa pelepasan tikus jantan mandul secara bertahap akan dapat secara efektif menurunkan populasi tikus dilapang. Penurunan populasi akan berhasil apabila rasio tikus jantan mandul dengan tikus jantan fertil yang diterapkan dengan tepat. Keunggulan TJM ini adalah tidak menyebabkan tikus menjadi musnah (mati), tetapi tikus dapat ditekan/dikendalikan populasinya sehingga ekosistem dapat terjaga.

Menurut pria kelahiran 19 Juli 1967 tersebut, perlakuan dosis radiasi 3Gy merubah morfologi dan menurunkan konsentrasi, motilitas dan viabilitas spermatozoa namun masih dalam keadaan normal. Motilitas spermatozoa untuk dosis 3Gy menunjukkan perubahan pergerakan individu sperma dan hanya mampu bergerak berayun melingkar saja, sehingga diduga tidak terjadi pembuahan secara langsung.

“Dosis radiasi 3Gy dapat mengganggu reproduksi spermatozoa dan telah menyebabkan kemandulan (sterilisasi) secara permanen dan tikus betina fertil tidak melahirkan anak. Dengan demikian diketahui Indek kemandulan 100% terjadi pada dosis 3Gy yang merupakan dosis minimum efektif (DME) untuk memandulkan secara permanen” ungkap suami dari Komang Sugiartini.

Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan salah satu hama utama tanaman padi dari golongan mamalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat berbeda dibandingkan jenis hama utama padi lainya. Salah satu sifatnya yang unik adalah dapat menyerang pada semua stadia tanaman padi baik pada stadium vegetatif, generatif maupun pasca panen (gudang penyimpanan).

Sutapa menyampaikan tingkat kerusakan akibat serangan tikus sawah di Indonesia mencapai 17 % per tahun. Pada tahun 2010-2017 serangan hama tikus sawah telah mencapai 12.013 ha di Provinsi Bali dengan laju peningkatan kerusakan mencapai 2.403 ha per tahun. Daerah yang terkena kerusakan terbesar oleh hama tersebut adalah Kabupaten Tabanan, mencapai 6.061 ha atau 1.212 ha per tahunnya.

Melihat angka kerusakan yang terjadi, Kabupaten Tabanan hampir 50% terkena serangan hama tikus sawah dibandingkan Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali. Data gerakan pengendalian hama tikus yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali pada tahun 2017, menunjukkan bahwa jumlah tikus yang berhasil dikendalikan atau ditangkap selama 2 hari mencapai 158.048 ekor.

Jumlah tersebut menyebar di Kabupaten Buleleng 37 ekor, Tabanan 106.943 ekor, Badung 50.538 ekor, Gianyar 248 ekor dan Karangasem 282 ekor. Berdasarkan data tersebut Kabupaten Tabanan tepatnya Subak Gadon II, Desa Braban menunjukan persentase tertinggi yaitu 67,7 persen dari total hama tikus yang berhasil ditangkap dibandingkan 4 Kabupaten lainnya.

Sementara Prof. Dr. I Wayan Supartha, MS selaku promotor mengakui bahwa penelitian yang dilakukan promovendus memakan waktu cukup panjang. Belum lagi berbagai kendala yang terjadi dilapangan harus diperhitungkan secara matang. “Radiasi itu efeknya terhadap hewan atau pada organisme pasti ada, jangan-jangan nanti kalau kita radiasi tapi terjadi perubahan yang sangat mendasar atau pada akhirnya jantan mandulnya tidak tidak ada manfaatnya” papar Supartha.

Menurut Supartha, hasil penelitian yang didapatkan oleh promovendus merupakan temuan baru dan teknologi baru dalam mengatasi masalah hama tikus. Temuan ini juga dapat dipatenkan karena sampai saat ini belum ada teknologi untuk mengatasi hama tikus dengan metode radiasi sinar gamma untuk menghasilkan tikus jantan yang mandul. “Ini bisa menghasilkan sejumlah paten dan tentu salah satu paket yang khusus untuk disumbangkan pada pertanian itu adalah temuan baru terkait teknologi pengendalian hama,” tegas Supartha.(mul)