Sudikerta: Mustahil, Pariwisata Tanpa Desa Adat dan Promosi

(Baliekbis.com), Calon Wakil Gubernur Bali nomor urut 2 dari Koalisi Rakyat Bali (KRB) I Ketut Sudikerta berbicara tegas soal pariwisata Bali saat diskusi di Bali Tourism Board (BTB) Renon Denpasar. Di hadapan 10 asosiasi pariwisata yang tergabung dalam Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Sudikerta dengan sangat lugas menjelaskan soal tantangannya selama menjadi Wakil Gubernur Bali periode sebelumnya di bidang pariwisata. Ia mengatakan, sebenarnya dirinya sangat konsen di bidang pariwisata dengan branding pariwisata budaya di Bali. “Saya sadar betul bahwa Bali ini tidak memiliki sumber daya alam, tidak punya hutan, tidak punya tambang, tidak punya sumur minyak. Yang ada di Bali adalah industri jasa pariwisata budaya. Kita hanya bisa jual jasa di bidang pariwisata budaya. Maka selama menjadi wakil gubernur periode sebelumnya, saya benar-benar memberikan atensi serius,” ujarnya di Denpasar, Senin (4/6).

Menurut Sudikerta, kesadaran bahwa Bali itu hanya menjual pariwista, maka dirinya memberikan perhatian penuh terhadap pariwisata Bali. Ada banyak hal yang dikerjakan, mulai menjadi pemimpin di beberapa destinasi sampai mengusulkan beberapa anggaran yang dianggapnya sangat penting di bidang pariwisata. “Saya selaku wakil gubernur mengusulkan alokasi untuk biaya promosi pariwisata Bali. Namun semua dirasionalisasi dengan banyak pertimbangan. Dana promosi itu akhirnya dihapus. Padahal, di banyak negara yang maju pariwisatanya, pemerintahnya ternyata menganggarkan dana promosi yang sangat besar. Yakinlah, pariwisata tanpa promosi itu mustahil. Omong kosong,” ujarnya dengan nada tinggi. Di Malaysia dan Singapura, ternyata dana promosinya besar, hampir mendekati Rp 1 triliun. Kedua negara itu merupakan pesaing berat bagi Bali.

Menurut Sudikerta, yang paling menyakitkan adalah adanya anggapan kalau promosi itu menjadi tanggung jawab dari para stakeholder pariwisata dengan pemahaman bahwa para pengusaha pariwisata itu telah menikmati keuntungan yang besar. Logika ini sebenarnya harus dibalik, karena keuntungan dari sektor pariwisata itu sangat berdampak bagi pertumbuhan ekonomi Bali secara keseluruhan, bukan hanya dinikmati oleh para pengusaha itu sendiri. Bila promosi itu digencarkan, tentu saja membutuhkan biaya, lalu kunjungan pariwisata ke Bali terus meningkat, maka akan berdampak pada pajak hotel dan restoran, dampak langsung bagi ribuan karyawan hotel dan restoran di Bali, pedagang kecil, jasa angkutan wisata, biro perjalanan wisata. Jadi sangat disayangkan adanya anggapan bahwa urusan promosi itu urusan para pengusahan pariwisata. Pemerintahlah yang bertanggung jawab urusan promosi. “Makanya kali ini saya meminta konsensus sejak awal dengan Cagub Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, jika terpilih maka jangan dicoret dana promosi pariwisata Bali. Dan beliau menyanggupi hal itu,” ujarnya.

Di sisi lain, pariwisata Bali adalah pariwisata budaya. Budaya Bali harus dilestarikan, dijaga eksistensinya demi pariwisata. Tanpa budaya, pariwisata Bali akan kehilangan rohnya, kehilangan karakternya. “Budaya itu ada di mana. Ada di Desa Adat, desa pakraman. Desa pakraman itu benteng terakhir penjaga warisan budaya Bali. Tanpa desa adat, budaya Bali akan hilang ditelan arus zaman yang semakin mengglobal. Makanya saya dengan hati yang tulus, ingin membantu desa pakraman pertahun Rp 500 juta. Pemerintah harus bertanggungjawab. Uang itu ada. Tidak melanggar aturan yang ada,” ujarnya.

Namun demikian, Sudikerta sangat menyesalkan, adanya pihak-pihak tertentu yang ingin menggagalkan bantuan kepada desa adat, dengan alasan bantuan itu tidak rasional, tidak realistis, berpotensi melanggar aturan, terbatas PAD dan seterusnya. “Pertanyaan saya, kenapa kita pesimis. Kenapa bantuan kepada desa pakraman dipersoalkan, dikritik. Ini serius membangun Bali atau tidak. Siapa yang harus bertanggunjawab. Pemerintah juga,” ujarnya. Menurut Sudikerta, desa adat berhak mendapatkan itu semua. Efeknya akan sangat besar, meski nilainya sangat kecil. Untuk itu ia meminta dukungan agar bantuan desa adat bisa terwujud.(nwm)