Sosialisasi PM 108, Pengelola Taksi Keluhkan Lamanya Pengurusan Izin

(Baliekbis.com), Pengelola taksi di Bali mengeluhkan lamanya pengurusan perpanjangan Izin Kartu Pengawas yang sekarang diproses di Jakarta. Akibat dari lambatnya proses tersebut, sebagian besar kendaraan angkutan beroperasi tanpa izin alias illegal.

Drs. I Wayan Suata
Drs. I Wayan Suata

 

“Kami harus bolak-balik beberapa kali ke Jakarta untuk urus izin tersebut tapi tak selesai-selesai,” ujar Drs. I Wayan Suata dari KSU Asep Bali bernada tinggi menyampaikan uneg-unegnya saat berlangsungnya Sosialisasi PM 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Tidak Dalam  Trayek yang digelar di kantor Bappeda Bali, Sabtu (4/11). Sosialisasi selain dihadiri puluhan pengusaha angkutan umum juga hadir Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Ir. Bambang Prihartono,MSc. dan Kadishub Bali IGA Sudarsana. Ditambahkan Suata, selain banyak waktu terbuang juga pengurusan yang terpusat di Jakarta itu memakan biaya tinggi, apalagi mereka tak bisa sekali dalam mengurusnya. Lambatnya prose penyelesaian izin Kartu Pengawas tersebut membawa dampak pada proses izin lainnya yang berkaitan di daerah seperti Samsat dan KIR. Dulu sebelum tahun 2017,  izin itu prosesnya di daerah dan tak sampai memakan waktu lama. Paling lambat dua minggu sudah selesai. “Sekarang ini sangat lama. Dampaknya mereka jadi terhambat mengurus KIR dan Samsat. Sebab untuk pengurusan izin tersebut harus dilampirkan dengan Kartu Pengawas,” tegasnya. Ia berharap proses ini bisa dipercepat agar tak merugikan pengusaha. Sebab dampaknya banyak kendaraan jadi tak berizin alias beroperasi secara illegal. Terkait hal itu Ir. Bambang mengakui hal itu terjadi karena banyaknya pengurusan izin yang harus ditangani pusat. “Kan sekarang semua provinsi harus ke Jakarta,” ujarnya.

Pande Sudirta,S.H.
Pande Sudirta

Sementara Ketua Koperasi Jasa Angkutan Ngurah Rai Pande Sudirta,S.H. menyoroti PM 108 yang kurang mengakomodir angkutan taksi konvensional. Sebab dalam aturan baru itu, taksi konvensional diwajibkan menggunakan argometer dilengkapi printer. “Ini kan tambah biaya yang tak sedikit, bisa milyaran rupiah di tengah semakin  ketatnya persaingan,” ujarnya. Pande juga menyoroti ketentuan dalam PM 108 yang menetapkan tarif batas bawah Rp 3 ribu dan batas atas Rp 6 ribu. Padahal selama ini tarif yang sudah disepakati Rp 6.500. Menanggapi ketentuan tarif atas dan tarif bawah, Ir. Bambang mengatakan hal itu untuk menjaga agar penumpang tak dipermainkan masalah tarif dan pengemudi pendapatannya  tak boleh di bawah upah minimum.  “Ketentuan itu juga juga untuk menjaga terjadinya persaingan bisnis antara angkutan konvensional dan angkutan khusus,” ujarnya. (bas)