Sosialisasi “Empat Konsensus Berbangsa”, Dr. Mangku Pastika Dorong Mahasiswa Terjun ke Politik

Bangsa Indonesia akan melaksanakan Pemilu Serempak pada 2024. Pemilu Serempak akan memilih Calon Eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) dan Calon Legislatif (DPR, DPD DPRD) pada 14 Februari 2024. Sedang Pemilukada (Pemilihan Umum Kepala Daerah) dilaksanakan pada 27 November 2024.
Pemilu sebagai bagian dari demokrasi yang notabene merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat bertujuan untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat juga merupakan implementasi dari tujuan nasional dan sesuai dengan UUD 1945.

(Baliekbis.com), Dr. Made Mangku Pastika, MM. sebagai Anggota MPR RI mendorong mahasiswa agar menjadi politisi setelah tamat.

“Sebab mahasiswa khususnya yang kuliah di Fisipol dan Fakultas Hukum pasti lebih ngerti dan tahu tentang politik. Sekarang ini ada artis jadi politisi, juga anak muda yang tiba-tiba terjun ke politik tanpa basic yang jelas,” ujar Mangku Pastika yang tampil sebagai keynote speaker pada acara Sosialisasi Empat Konsensus Berbangsa yang mengangkat tema “Menyongsong Pemilu Serempak 2024 untuk Memperkokoh Empat Konsensus Berbangsa Tantangan dan Solusinya” pada Jumat (19/5) bertempat di Gedung Pancasila DPD RI Perwakilan Bali Renon, Denpasar.

Sosialisasi dipandu Tim Ahli Nyoman Wiratmaja didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Baskara menghadirkan pembicara Ketua KPU Bali Dewa Lidartawan dan Akademisi Fisipol Undiknas Dr. Nyoman Subanda yang dihadiri sejumlah tokoh dan puluhan mahasiswa dari sejumlah universitas.

Dengan terjunnya anak muda (mahasiswa) ke politik diharapkan bisa melakukan perubahan untuk memajukan bangsa ini lebih baik lagi. Menurut Mangku Pastika, peran generasi muda ke depan sangat penting. Apalagi jumlah milenial 50 persen lebih.

“Jadi anak muda ini menjadi penentu. Saran saya kalau tamat kuliah nanti berkarirlah di politik sebab peluangnya lebih besar,” tambah mantan Gubernur Bali dua periode yang kini sebagai Anggota DPD RI dapil Bali.

Di awal paparannya, Mangku Pastika mengatakan Indonesia sangat kaya dengan berbagai potensi. Namun negeri ini juga banyak perbedaan yang kalau tidak dikelola dengan baik bisa menimbulkan perpecahan. Oleh karena itu perlu ada konsensus kebangsaan yaitu empat pilar yakni Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Mangku Pastika melihat pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 di tengah heterogenitas masyarakat Indonesia tidak saja berpotensi untuk menjadikan bangsa dan negara menjadi lebih baik, tetapi bisa menjadi lebih buruk.

“Harapan kita semua tentunya saja lebih baik. Lebih erat persatuannya, lebih kokoh negara, dan bangsa ini untuk menghadapi dinamika global yang turbulensinya begitu berat,” tambahnya.

Hal senada disampaikan Ketua KPU Bali Dewa Lidartawan yang melihat peran milenial yang begitu besar. Karena itu untuk menyukseskan pemilu nanti, ia bahkan merancang kampanye ke mal biar banyak yang tahu. “Kampanye juga bagus di kampus asal gak ada atribut dan kampus yang mengundang. Kalau di bawa ke kampus sangat bagus agar mahasiswa lebih paham,” tambahnya.

Dalam pemilu 2024 ini disebutkan tahapan sudah berjalan sesuai rencana. Untuk legislatif provinsi ada 772 bacaleg dari kuota 55 kursi. Calon perempuan juga melebihi 30 persen dari persyaratan. Untuk DPD RI ada18 calon dengan kuota 4 kursi. “53 persen pemilih milenial,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan mahasiswa terkait politik identitas, sistem terbuka atau tertutup menurutnya yang penting pemilih memakai nalar, memilih figur yang berkualitas dan sesuai hati nurani.

Prinsipnya kedua sistem tersebut ada kelebihan dan kelemahannya. Yang penting aturannya dijalankan dengan baik. “Kalau sistem tertutup juga bisa lebih hemat, sebab gak banyak yang ikut tarung. Tapi jangan tiba-tiba buat aturan di tengah jalan. Intinya aturan dijalankan dengan baik,” tegasnya.

Sementara Dr. Subanda mengatakan kekuasaan bukan satu-satunya cara untuk mengabdi. Kekuasaan itu memang harus direbut karena kesempatan tak datang 2 kali.

Ia juga mengingatkan dengan digitalisasi semua data dan informasi mudah dikontrol. “Adanya social control ini, semua orang bisa jadi pengontrol dan pengawas kita bahkan sampai luar negeri. Jadi apa yang kita perbuat dikontrol semua orang,” pesannya.

Subanda melihat sering anak muda kurang dilibatkan dalam sosialisasi. Karena itu perlu sosialisasi ke kampus-kampus sehingga bisa ikut juga melakukan kontrol.

Terkait pertanyaan soal kualitas dimana banyak anak pejabat yang ikut berpolitik padahal tak punya pengalaman menurut Subanda pengalaman sangat penting juga kaderisasi seperti di beberapa negara lain. Di Inggris contohnya, memang ada yang masih muda jadi pejabat tapi mereka punya kemampuan dan adaptif terhadap perkembangan zaman sehingga bisa merespon anak muda.

“Yang penting bukan karena diorbit oleh orangtuanya. Jadi tua atau muda gak masalah yang penting kemampuan,” tegasnya. Untuk kampanye esensinya adalah menawarkan program, debatnya juga adu program, visi dan misi. Sekarang ini yang terjadi dominasi capital. (bas)