SMAN 1 Bangli dan SMAN 4 Denpasar Kembali ke ‘Pelukan’ Tri Hita Karana

(Baliekbis.com), Kemeriahan menyambut malam di Kalangan Madya Mandala Taman Budaya, Denpasar Jumat (19/10). Penampilan memukau dari SMAN 1 Bangli dan SMAN 4 Denpasar sama-sama mengingatkan penonton akan konsep Tri Hita Karana dalam kehidupan.

Jauh-jauh datang dari Bangli, tak menyurutkan totalitas para penampil garapan seni bertajuk “Back To Nature” yang disuguhkan oleh SMAN 1 Bangli. Melihat fenomena alam yang tengah merundung kedukaan negeri seperti gempa di Lombok, Palu, dan Donggala membuat SMAN 1 Bangli terinspirasi untuk membuat garapan kaya pesan dalam Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya III.

“Sebagai manusia kita lupa bahwa keadaan alam ini tidak baik-baik saja, seperti halnya sekarang banyak bencana alam yang menerjang Indonesia seperti di Palu, Lombok, dan Donggala,” jelas I Wayan Yudha Pangestu sebagai salah satu penggarap. Yudha yang nyatanya masih menjadi siswa SMAN 1 Bangli menuturkan dengan adanya garapan ini dapat memberi pesan kepada masyarakat bahwa alam hendaknya dicintai layaknya manusia mencintai diri sendiri maupun mencintai pujaan hatinya.

Menurut Kepala SMAN 1 Bangli I Nengah Sudaya, persiapan yang dilakukan anak didiknya cenderung mendesak. “HUT tanggal 25 Oktober, di Bangli juga ada upacara, hanya 3 (tiga) minggu anak-anak dapat latihan dengan mandiri,” tutur Sudaya. Keberadaan orangtua siswa yang mendukung kegiatan anak-anaknya menjadi kemudahan tersendiri yang memperlancar suksesnya garapan ini.

Penggabungan unsur kesenian seperti tabuh, tari, dan unsur drama merupakan bentuk pengembangan kesenian yang digiatkan oleh SMAN 1 Bangli. Kesempatan tampil dalam Bali Mandara Nawanatya III adalah kebanggaan tersendiri bagi anak-anak SMANICHI (SMAN 1 Bangli).

Di sisi lain SMAN 4 Denpasar yang hadir sebagai penampil kedua menyuguhkan paduan suara dari KSM 4 (Grup Paduan Suara SMAN 4 Denpasar-red), Tari Prabasastra (Werdhi Yowana), dan sebagai pamungkas hadir garapan berupa operet yang menyajikan kisah Mayadenawa. Garapan yang kental dengan penggabungan unsur modern dan tradisional ini pun menghibur para penonton yang rata-rata berasal dari generasi milenial. “Ini puncak kreativitas dari siswa-siswi kami, sehingga anak-anak dapat mengorganisasi diri mereka yang berkaitan dengan seni, pendidikan, dan kepercayaan diri,” terang I Ketut Kerta selaku Kepala SMAN 4 Denpasar.

Kendala yang dialami anak didiknya yakni pada proporsi dan tujuan utama pembelajaran. Salah satu dari sekian tujuan kan tujuan utama belajar, kalau tidak disikapi dengan baik kena aturan akademis. “Jadi ada dispensasi untuk siswa yang terlibat dalam pentas,” ungkap Kerta. Baik SMAN 1 Bangli maupun SMAN 4 Denpasar sama-sama menyajikan garapan yang mengingatkan manusia akan ajaran Tri Hita Karana akan senantiasa peduli pada sesama, lingkungan, dan Sang Pencipta yakni Tuhan Yang Maha Esa.

Sementara itu sore harinya, Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya berlangsung di Kalangan Angsoka Taman Budaya, Denpasar. SDN 4 Sumerta dan SDN 1 Bona. SDN 4 Sumerta yang hadir sebagai penampil pertama menghadirkan garapan bertajuk “Janger Sunda Upasunda”. “Tidak ada kendala selama anak-anak kami berproses, semoga lancar juga pentasnya,” ungkap Ida Ayu Putri Masyanuida selaku Kepala SDN 4 Sumerta. Selepas SDN 4 Sumerta, dilanjutkan dengan penampilan SDN 1 Bona yang mempersembahkan Tari Baris Tunggal, Tari Rare Angon, dan Tari Paksi Lila. “Tari Rare Angon yakni tarian baru yang ditampilkan di IMF produksi Sanggar Paripurna,” jelas Ni Luh Sofi Manik Firtiyani sebagai pembimbing dari Sanggar Paripurna. Pada garapan ini, SDN 1 Bona menggaet Sanggar Paripurna sebagai rekan untuk menggarap tari-tarian yang ada dalam Nawanatya. Kreativitas yang unik diperlihatkan kedua sekolah ini dengan maksimal yang mencirikan khasnya budaya Bali.(gfb)