Sidang Tanah, Jaksa Sebut Kuasa Hukum Zainal Tayeb Tidak Paham Dakwaan

(Baliekbis.com), Setelah tim kuasa hukum terdakwa Zainal Tayeb membacakan pembelaan atau pledoi atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Selasa (23/11/2021) giliran tim JPU yang diberikan kesempatan untuk menanggapi (replik) atas pledoi tersebut.

Dalam replik yang dibacakan di muka sidang pimpinan hakim I Wayan Yasa, tim jaksa yang dikomandani Imam Ramdhoni langsung menyebut pledoi yang disampaikan oleh penasehat hukum terdakwa cenderung copy paste dari berbagai dokumen sebelumnya.

Jaksa juga menilai telah terjadi kegagalan dalam berpikir yang dilakukan oleh penasehat hukum terdakwa. Ini dapat dilihat dari beberapa poin pembelaan yang disampaikan.

Dimana dalam pembelaannya, tim kuasa hukum terdakwa mendalilkan bahwa adapun pihak yang memasukkan data 8 SHM (sertifikat hak milik) yang ada dalam akta No 33 adalah saksi Hedar Giacomo, bukan merupakan keterangan dari terdakwa.

Atas poin pembelaan ini, jaksa mengajak penasehat hukum terdakwa untuk berpikir logis bahwa yang menjadi pemilik 8 SHM tersebut adalah terdakwa. Sehingga secara logis dapat dipahami bahwa klausul mengenai data 8 SHM tersebut yang ada dalam akta No. 33 adalah klausul yang diajukan oleh terdakwa.

Jaksa juga menanggapi soal pembelaan yang disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa terkait proses pengukuran ulang terhadap tanah yang menjadi objek perjanjian dalam akta No 33. Terkait ini jaksa menyebut bahwa ini merupakan ketidakpahaman tim kuasa hukum terdakwa terhadap dakwaan dari penuntut umum.

Yang mana, jaksa menyebut bahwa dalam dakwaan pihak hanya mempermasalahkan adanya perbedaan fakta antara luas tanah yang tertulis dalam 8 SHM dengan total luas yang tercantum dalam akta No. 33 dan tidak ada bersinggungan dengan luas tanah secara riil.

“Sehingga menurut kami tidak perlu dilakukan pengukuran ulang rill karena apa yang tercantum dalam SHM adalah sudah berdasarkan perhitungan rill yang ada dalam tiap-tiap SHM yang mana telah dilakukan oleh pihak berwajib dalam hal ini BPN,” tegas jaksa dalam repliknya.

Selain itu jaksa juga menanggapi soal pembelaan terdakwa melalui kuasa hukumnya yang mendalilkan bahwa berdasarkan akta No. 33, ada klausul yang menyebut bilamana terdapat suatu permasalahan maka diselesaikan dengan membuat adendum dan secara kekeluargaan.

Mengenai ini jaksa menanggapi, faktanya setelah terjadi permasalahan antara terdakwa dengan saksi korban, pihak dari saksi maupun korban sendiri memiliki kesulitan dalam menjalin komunikasi dengan terdakwa.

Jaksa menyebut tidak ada respons positif dari terdakwa untuk menyelesaikan masalah melalui jalur adendum, ini diketahui dari keterangan saksi-saksi dan korban.

“Pernyataan tim kuasa hukum terdakwa ini kami anggap sebagai upaya untuk mengulur waktu dan menghalang-halangi proses peradilan pidana dan suatu kesesatan dalam berpikir yang mendalam,” tegas jaksa.

Atas replik yang disampaikan itu, tim JPU pun berkesimpulan terdakwa telah secara sah melakukan tindak pidana memasukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP.

“Memohon kepada majelis hakim untuk menolak pembelaaan yang disampaikan oleh penasehat hukum terdakwa. Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pindana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP,” pungkas JPU. (ist)