Seminar Peningkatan Kompetensi Pemijat Tunanetra Libatkan “Stakeholder”

(Baliekbis.com),Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Tunanetra Infonesia (Pertuni) Provinsi Bali menyelenggarakan seminar Peningkatan Kompentensi Pemijat Tunanetra se-Bali pada 28 November 2019 di Hotel Nirmala Denpasar.

Seminar diikuti 55 pemijat tunanetra perwakilan dari Dewan Pengurus Cabang Pertuni se-Bali dengan menghadirkan narasumber dari Dinas Pariwisata, Dinas Kesehatan, Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) Provinsi Bali.

Kepala Biro SDM DPD Pertuni Provinsi Bali sekaligus penanggung jawab seminar Yande Suardana mengatakan kegiatan yang digelar DPD Pertuni Provinsi Bali dalam rangka meningkatkan potensi dan kompetensi tunanetra dalam bidang ketenagakerjaan dan bisnis, khususnya di bidang pijat.

Sementara, Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Provinsi Bali Dr. Dra. Dewa Ayu Laksmiadi, M.Par. menyambut baik para pemijat tunanetra dan berharap dapat bersinergi untuk membina usaha pijat dengan mengurus sertifikasi usaha.

Sedangkan dari Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Tradisional, drg. Desak Gede Eka Variasih memaparkan tentang prosedur penerbitan surat penyehat tradisional.
Menurutnya Dinas kesehatan menggunakan istilah Hattra untuk penyehat tradisional. Istilah ini sepadan dengan balian dalam bahasa Bali. Hattra memiliki dua modalitas yang diakui yaitu modalitas ramuan dan keterampilan.

Selanjutnya, dalam pengurusan sertifikasi sebagai penyehat tradisional, Hattra pemijat tergolong keterampilan empiris. Persyaratannya perlu rekomendasi dari asosiasi penyehat tradisional. Jika sudah mendapatkan STPT atau surat terdaftar sebagai penyehat tradisional seorang Hattra dapat memasang papan nama dan usaha berwarna hijau bertuliskan rumah sehat dengan warna putih. Pendataan hattra nantinya akan dilakukan oleh puskesmas setempat.

Dr.Tjokorde Gede Dharmayuda, Sp.PD, KHOM, Finasin mengingatkan pemijat tunanetra untuk bekerja dengan tulus ikhlas. Dalam pemaparannya dokter ahli penyakit dalam ini mengingatkan
pemijat sebagai seorang penyehat tradisional merupakan keterampilan profesi yang mulia dan kehadirannya dibutuhkan masyarakat.

Penyehat tradisional bekerja dengan pendekatan emik yaitu dengan kesadaran dan kearifan budayanya yang holistik dan pendekatan etik melalui sertifikasi profesi sebagai pemijat. SP3T salah satu tugasnya adalah membina penyehat tradisional dengan modalitas keterampilan pijat.
Sertifikasi ini merupakan pengakuan legal atas profesi dan martabat tunanetra sebagai seorang penyehat tradisional.

Disisi lain, Dr. Ida Ayu Made Gayatri dari Universitas Ngurah Rai (UNR) memaparkan peluang dan tantangan masseur tunanetra dalam meningkatkan kompetensi melalui standar usaha panti pijat. DPD Pertuni Provinsi Bali memiliki 320 anggota yang mana sebanyak 65% berprofesi sebagai pemijat.

Menurut Dr. Gayatri, tunanetra lebih senang menggunakan istilah masseur atau pemijat. Tantangan tunanetra dalam usaha pijat adalah latar belakang mereka yang mayoritas urban di kota, kos, mengontrak rumah, dan kurangnya pengetahuan dalam manajemen bisnis.

Selain itu kompetitor terbesar mereka adalah panti pijat plus plus atau yang menawarkan pelacuran. Kelemahan lain yaitu belum memiliki sertifikasi. Sedangkan peluang yang dimiliki yaitu kompetensi tunanetra dalam bidang pijat sudah teruji waktu. Pemijat tunanetra di Pertuni mendapatkan keterampilan pijat dari Dinas Sosial. Mereka bekerja sebagai pemijat rentang waktu 20-35 tahun. (sus)