Sektor Jasa Keuangan Optimis Capai Pertumbuhan 5,4 Persen

(Baliekbis.com), OJK memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan peran sektor jasa keuangan dalam memacu pertumbuhan dengan tetap menjaga kesinambungan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Demikian disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2018 yang dihadiri Presiden RI Joko Widodo di Jakarta, Kamis (18/1).

Wimboh mengatakan, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah kondisi makroekonomi dan sektor jasa keuangan yang kondusif. “Kami yakin sektor jasa keuangan mampu mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4%. Hal ini didukung oleh solidnya indikator sektor jasa keuangan baik dari sisi pemodalan dan likuiditas, maupun tingkat risiko yang terkendali,” katanya.

Permodalan lembaga jasa keuangan terpantau kuat sampai Desember 2017, seperti CAR  perbankan  sebesar 23,36%. Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi umum dan asuransi jiwa juga berada di level  tinggi, yaitu 310% dan 492%. Gearing ratio perusahaan  pembiayaan tercatat sebesar 2,97 kali, jauh di bawah threshold sebesar 10 kali.

Kuatnya permodalan perbankan ini juga diikuti dengan likuiditas yang memadai. Pada Desember 2017, rasio Alat Likuid per Non-Core Deposit (AL/NCD) perbankan tercatat sebesar 90,48%, di atas threshold  sebesar 50%. Sementara excess reserve perbankan tercatat di kisaran Rp 626 triliun. Kondisi ini didukung tingkat risiko kredit yang terkendali dengan rasio NPL  2,59%  gross  (1,11% net), dengan tren yang menurun. Rasio Non-Performing Financing (NPF)  perusahaan  pembiayaan juga  mengalami  penurunan  menjadi 2,96%. Intermediasi lembaga jasa keuangan juga mengalami pertumbuhan sejalan kinerja perekonomian domestik. Kredit perbankan sampai Desember 2017  tercatat  sebesar Rp 4.782  triliun  atau  tumbuh sebesar 8,35% yoy .  Sementara itu, Dana Pihak Ketiga  (DPK) perbankan tercatat sebesar Rp 5.289 triliun atau  tumbuh 9,35% yoy.

Pertumbuhan intermediasi  perbankan juga diikuti dengan tren penurunan suku bunga.  Sepanjang  tahun  2017,  suku bunga  deposito turun sebesar 65 bps, dan suku bunga kredit turun sebesar 77 bps. Selain itu, piutang  pembiayaan yang disalurkan perusahaan pembiayaan sebesar Rp 415  triliun  atau  tumbuh  7,05% yoy. Pendapatan  premi  industri  asuransi  jiwa  dan  perusahaan  asuransi umum masing-masing  sebesar  Rp167 trilun dan Rp 70 triliun, atau tumbuh masing-masing sebesar 35,10% dan 6,52%.

Kuatnya tingkat permodalan, ketersediaan likuiditas yang memadai, serta terkendalinya tingkat risiko  memberikan landasan yang kuat bagi sektor jasa keuangan untuk lebih proaktif dalam menyediakan sumber  pendanaan  untuk  mendorong  percepatan pertumbuhan  perekonomian  domestik. Berdasarkan  capaian tersebut dan dengan target pertumbuhan ekonomi 5,4% yang ditetapkan pemerintah di  tahun 2018, OJK  memperkirakan  kredit  dan  Dana  Pihak  Ketiga  perbankan berpotensi untuk tumbuh  di kisaran 10%-12%. Optimisme untuk memacu  pertumbuhan turut  diperlihatkan  pula  oleh  pelaku industri  jasa keuangan, sebagaimana  tercermin dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2018, yang menargetkan ekspansi kredit  dan Dana Pihak Ketiga masing-masing sebesar12,23% dan 11,16%.

OJK menilai sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi antara lain perkembangan digitalisasi di sektor jasa keuangan yang sangat cepat, normalisasi kebijakan moneter negara maju dan risiko geopolitik dunia yang masih tinggi. Sejumlah program menjadi fokus OJK pada 2018, yaitu mendukung aspek pembiayaan untuk proyek-proyek infrastruktur dan sektor prioritas lainnya, percepatan program industrialisasi, peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan literasi dan akses pembiayaan masyarakat, serta optimalisasi potensi ekonomi syariah. Sejumlah kebijakan strategis telah disiapkan seperti untuk mendukung pembiayaan infrastruktur dan sektor prioritas serta sekaligus untuk memperdalam pasar keuangan yakni mendorong perluasan dan pemanfaatan instrumen pembiayaan yang lebih bervariasi, antara lain perpetual bonds, green bonds, dan obligasi daerah, termasuk penerbitan ketentuan pengelolaan dana Tapera melalui skema Kontrak Investasi Kolektif, mempermudah proses penawaran umum Efek bersifat utang dan sukuk bagi pemodal profesional, meningkatkan akses bagi investor domestik serta keterlibatan pelaku ekonomi khususnya lembaga jasa keuangan di daerah melalui penerbitan kebijakan pendirian Perusahaan Efek Daerah. Juga meningkatkan proses penanganan perizinan dan penyelesaian transaksi yang lebih cepat dengan menggunakan teknologi serta menghilangkan kewajiban pembentukan margin 10% untuk transaksi hedging nilai tukar.

Peran IKNB juga lebih dioptimalkan dalam mendukung pembangunan infrasruktur.  Perusahaan  pembiayaan infrastruktur dan perusahaan pembiayaan per November 2017 telah menyalurkan pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 56,3 triliun, di antaranya  digunakan  untuk  pembiayaan  pembangunan pembangkit tenaga listrik Rp 31,8 triliun, pembangunan jalan tol Rp12,7  triliun serta  pembangunan proyek sistem penyediaan air minum dan pengembangan Palapa Ring Rp11,8 triliun. (ist)