Sarasehan Prabu, Bangun Bali Secara Holistik

(Baliekbis.com), Membangun Bali secara secara holistik bukanlah berarti membangun kota/kabupaten di Bali dengan pola dan cara yang seragam. “Sebab setiap daerah mempunyai potensi dan karakteristik berbeda-beda sehingga diperlukan pendekatan yang mengedepankan jati diri dan potensi masing masing wilayah,” ungkap Profesor Doktor I Nyoman Wiratmaja yang menjadi narasumber dalam sarasehan memperingati HUT ke-2 Prabu Catur Muka (Paiketan Rantauan Buleleng di Denpasar) di Sewaka Mahottama Graha Sewaka Dharma Kota Denpasar Minggu (19/11) siang. Hadir dalam acara tesebut para akademisi, praktisi serta tokoh masyarakat asal Buleleng yang ada di Denpasar. Tampak pula perwakilan Forum Sekar (Semeton Karangasem) dan Forum SMART (Semeton Rantauan Tabanan) meramaikan diskusi yang dimoderatori oleh I Made Westra SH mantan Sekda Kota Denpasar ini. Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra SE M Si membuka acara sekaligus menerima potongan tumpeng peringatan HUT ke-2 Prabu dari Ketua Prabu Made Erwin Suryadarma Sena SE. Lebih lanjut Wiratmaja yang juga dosen di FISIPOL Universitas Warmadewa menyatakan bahwa kesenjangan pembangunan antar daerah di Bali bukanlah hal terpenting. “Justru prioritas pembangunan di Bali adalah menjaga agar angka angka indeks pembangunan Bali berada di atas rata-rata nasional”, tegasnya. Misalnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bali yang saat ini sudah berada di atas angka nasional. Angka yang menggambarkan tingkat kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, menjadi tolak ukur keberhasilan pembangunan. Senada dengan Wiratmaja, Doktor I Gusti Wayan Murjana Yasa M.Si menyatakan bahwa pembangunan Bali mesti mengedepankan jati diri. “Jangan memperdebatkan perbedaan, justru perbedaan agar menjadi jati diri dan dikembangkan bagi kesejahteraan masyarakat,” tegasnya. Misalnya Kota Denpasar yang banyak mempunyai peninggalan bersejarah bisa dikembangkan menjadi Kota Pusaka. Menurut tim ahli Pemerintah Kota Denpasar ini, penyebab utama ketimpangan adalah timpangnya pembangunan desa kota yang berakibat tingginya urbanisasi. “Pembangunan infrastruktur di pedesaan mesti didorong bersamaan dengan pembangunan sektor lainnya agar desa maju, perekonomian tumbuh dan pengangguran berkurang,” tegas Murjana yang juga anggota semeton rantauan Tabanan (SMART) itu. Mengingat saat ini dana desa cukup besar, diperlukan pelaksanaan pembangunan yang efektif dan efisien sehingga dapat mengurangi kesenjangan desa kota. Pembangunan mengedepankan jati diri juga disampaikan Prof. Dr. Ir. Nyoman Sutjipta. Akademisi yang kini bergelar Ida Empu Pandita Daksa Manuaba ini menyoroti sisi spiritual dan nilai luhur Bali. “Pembangunan Bali sebaiknya berlandaskan nilai luhur yang dimiliki, misalnya Tri Hita Karana dan nilai spiritual yang menjadi taksu Bali,” tegasnya. Baginya ajaran Weda mesti dilaksanakan secara konsisten. Bahkan di beberapa negara penerapan ajaran agama pada sektor pertanian mampu meningkatkan hasil dan kualitas panen. Senada dengan itu Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UNUD Prof. Ir. Made Suparta Utama, Ph.D menyampaikan pentingnya aspek spiritual dan nilai nilai luhur Bali dalam melaksanakan pembangunan di Bali.

Sementara itu Dr Drs I Nyoman Subanda menyampaikan bahwa pembangunan Bali secara holistik sebenarnya sudah dimulai para pemimpin terdahulu. “Misalnya Pesta Kesenian Bali yang melibatkan seluruh kota kabupaten, sehingga hasilnya sekarang seniman dan kesenian tumbuh secara merata di semua kabupaten kota,” jelas Subanda yang juga pengajar di Universitas Warmadewa ini. Begitu juga dengan pembangunan perekonomian yang berbasis Lembaga Perkreditan Desa (LPD). “Secara holistik pembangunan ekonomi melalui LPD merupakan gagasan cerdas pemimpin terdahulu,” ujarnya. Secara umum hampir sebagian besar peserta yang hadir mempertanyakan timpangnya pembangunan pariwisata yang bertumpu pada pertanian dan budaya. “Saat ini justru sektor pertanian dan budaya serta manusianya kurang mendapat perhatian padahal jualan pariwisata dari kedua sektor tadi,” tegas Wiratamaja yang diamini Subanda dan peserta lainnya. “Bagaimana jika lahan pertanian semakin tergerus, manusia Bali semakin sibuk dan melupakan tradisi budaya yang bertumpu pada agama,” ujarnya. Prabu Catur Muka (Paiketan Rantauan Buleleng di Denpasar) yang berdiri 17 November 2015 adalah organisasi massa yang beranggotakan warga Buleleng yang merantau di Denpasar dan sekitarnya. “Sebagai wadah komunikasi dan menyamabraya antar warga Buleleng di rantauan,” jelas Ketua Prabu Made Erwin Suryadarma Sena SE. Pihaknya menekankan Prabu bergerak di bidang sosial budaya, ekonomi, dan berpartisipasi pada pembangunan. Saat ini Prabu sudah terdaftar di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Denpasar dengan Surat Kesbangpol No : 00.11/022/2017 dan dikukuhkan pada tanggal 29 April 2017. (wira)