Sanggar Eny Art Dance Kerobokan dan Sanggar Tindak Alit Badung “Belajar Menerima Karunia-Nya”

(Baliekbis.com), “Jaga dan rawatlah, jangan pernah menyesal menciptakan kami. Kami hadir untukmu…Ibu,” penggalan dialog pertunjukkan teater Sanggar Eny Art Dance Kerobokan Badung pada Minggu (4/11) malam di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar.

Anak adalah kebahagiaan bagi orangtuanya. Anak adalah kebanggaan bagi orangtuanya. Namun, apa jadinya kalau anak yang dilahirkan, anak yang dibesarkan adalah hasil dari hubungan di luar nikah? Bagi para pelakunya hal itu adalah bencana besar. Tak sedikit di masa kini, anak yang terlahir menjadi korban. Anak yang berasal dari hubungan terlarang, memang selalu bernasib malang. Ada yang dibuang, ada pula yang digugurkan secara paksa. Sungguh malang. Hal itulah yang membuat Sanggar Eny Art Dance Kerobokan Badung memiliki keinginan yang kian besar untuk mengangkat kisah anak dan orangtua yang berjuang melawan takdir.

“Banyak orangtua yang memutuskan untuk menolak anak yang terlahir karena hubungan di luar nikah, di sini kami ingin menyadarkan bahwa anak itu tidaklah salah, mereka merindukan kasih sayang orangtua,” tutur Eny Darmayni selaku koordinator garapan Sanggar Eny Art Dance Kerobokan. Tepat pukul 19.30 Wita, kegelapan yang menyelimuti Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar kian mencekam tatkala pementasan ini dimulai. Suara anak kecil yang menyanyikan lagu Nenek Si Bongkok Tiga pun menambah suasana mistis. Siluet seorang ibu yang berjuang sendirian membesarkan anaknya mulai menunjukkan diri di atas panggung. Kelenturan para pemain tampak dengan jelas, mengingat Sanggar Eny Art Dance Kerobokan Badung memang khusus mempelajari seni olah tubuh. “Kami tidak hanya mempelajari tari Bali, kontemporer, namun juga ada olah tubuh dan zumba,” ujar Eny.

Bekerja sama dengan Citra Nala Art Studio&Bahana membuat garapan ini kian sukses membuat penonton merasakan takut, sedih, dan sesekali tawa yang diakibatkan oleh kelucuan kawanan anak-anak yang bermain dengan riangnya.

Penampil kedua yang berasal dari Sanggar Tindak Alit Badung turut mengangkat tema yang hampir serupa. Garapan bertajuk “Cening” ini pun mengisahkan sebuah hubungan anak dan ibu yang diselingi pula dengan kisah mistis di baliknya. “Jadi kami memang ada kesinambugan dengan penampil sebelumnya, hanya saja kami masukkan sedikit unsur mistisnya,” ungkap I Putu Candra Pradhita selaku pemimpin Sanggar Tindak Alit Badung. Garapan ini dimulai dengan kemunculan seseorang yang bergerak-gerak layaknya gerakan janin yang masih berada dalam kandungan ibunya. Hingga janin itu besar dan menjadi seorang anak yang bernama Cening. Karakter Cening yang polos kerap menjadi bahan candaan teman-temannya. Hingga pada puncaknya Cening yang bermain bersama temannya di hutan, diculik oleh makhluk halus dari dunia kegelapan. Lagi-lagi kelenturan tubuh dan detail pemain dalam memainkan drama ini patutlah mendapatkan apresiasi yang besar dari para penonton yang memiliki antusiasme tinggi untuk menyaksikkan garapan ini. Pada akhirnya, kedua kisah sarat makna ini mengajarkan setiap orangtua untuk senantiasa menjaga anaknya. Kala nasi sudah menjadi bubur, anak dari hubungan gelap juga anugerah dari Tuhan yang harus diterima dan dibesarkan dengan layak. (gfb)