Reses Dr. Mangku Pastika, Porang Bisa Jadi Andalan Ekonomi Bali

(Baliekbis.com), Pelaku pariwisata yang kini menekuni bisnis porang Komang Suardika mengatakan pertanian di Bali memiliki masa depan yang luar biasa. “2010 saya berhenti di pariwisata, secara otodidak saya belajar  pertanian. Dari dulu saya ingin mengkritisi dan menggabungkan pertanian dan pariwisata. Saat pandemi terbukti pertanian bisa menambah devisa negara,” ujar Suardika saat mengikuti vidcon terkait reses Anggota DPD RI Dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika, M.M., Selasa (20/4).

Reses mengangkat tema “Menggarap Potensi Umbi-umbian Nusantara untuk Ciptakan Peluang Kerja dan Tingkatkan Produktivitas Petani” dipandu tim ahli Nyoman Baskara didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja juga menghadirkan narasumber lainnya.

Dalam vidcon, komoditi porang menjadi salah satu topik yang dibahas. Bahkan Mangku Pastika secara detail banyak menanyakan soal bisnis porang yang kini lagi marak di Bali. “Saya ingin lebih banyak mendengar soal porang ini dan seperti apa manfaat dan peluang ekonominya,” ujar mantan Gubernur Bali dua periode ini di awal paparannya.

Komang Suardika menambahkan di era pandemi sekarang ini porang itu sudah menjadi komoditi unggulan. Manfaat porang dapat dijadikan kosmetik dan bahan industri yang dibutuhkan negara importir seperti Cina, dll. “Oleh karena itu porang ini bisa menjadi salah satu solusi untuk dikembangankan di Bali,” jelasnya.

Namun diakui kendala yang sering ditemukan adalah pemahaman tentang porang karena banyak yang tidak tahu tentang porang baik budidaya, permodalan, penjualan, prospek pasar dll.
Saat ini porang sudah mulai dikembangkan, namun karena pengembangannya terlalu jor-joran tanpa pengetahuan yang baik ditakutkan porang dikembangbiakan dengan kimia sehingga merusak kualitasnya yang bisa merusak pasar.
Oleh karena itu selaku ketua kelompok tani, ia selalu memberikan pengetahuan melalui diskusi di banyak tempat tentang cara budidaya porang dengan baik dan benar agar tidak merusak potensi pasar.

Menjawab pertanyaan Mangku Pastika apa porang bisa dimakan langsung seperti keladi dan soal harganya, Komang menjelaskan dari sisi manfaat dan kandungan beda sekali dengan suweg yang umumnya bisa dikonsumsi. Kalau porang butuh proses untuk dikonsumsi sehingga tak bisa dimakan umbinya langsung.

“Yang membedakan dengan umbi lainnya adalah perlu proses sampai bisa dimakan dari bahan mentah hingga jadi. Seperti dijadikan tepung, mie oleh pabrik. Contoh pengolahnnya yaitu pabrik Amiko yang bisa memproduksi mie, beras dll dari porang yang ada di Surabaya,” ujarnya.

Soal harga, Komang menjelaskan sebagai komoditi unggulan dalam satu hektar bisa 40.000 pohon dan menghasilkan 80 ton. Harga saat ini adalah Rp 8.000 per kilo. Sehingga bisa mencapai sekitar Rp700 juta dalam dua musim.

Di Bali sudah ada koperasi,  kerja sama dengan pabrik di Surabaya dan Madium. Dijelaskan pula, porang baik ditanam pada bulan 6,7 dan 8. Kalau komoditi lain saat panen raya harga pasti turun, tapi porang walau panen raya harganya tetap naik. “Pabrik berlomba-lomba beli karena kebutuhannya tetap tinggi,” imbuhnya.

Ditanya Mangku Pastika soal iklim dan ketinggian lahan budidaya, dijelaskan porang adalah komoditi tanaman hutan. Dulu Jepang menjajah salah satunya karena banyak porang tumbuh di Indonesia. Budidaya porang dapat dengan budidaya terbuka atau sesuai habitatnya. Budidaya dapat dilakukan menggunakan lahan sawah yang kurang produktif dengan cara pola tanam.

Porang tidak membutuhkan air yang banyak cukup dengan musim hujan. Budidayanya dapat dilakukan saat musim hujan, lalu saat kemarau bisa panen. Selain itu, disela sela lahan terbuka juga bisa diberikan tanaman penyela atau jagung, kacang panjang dll untuk tambahan hasil sebelum porang dipanen. Di Bali tanaman ini banyak ditanam di Singaraja dan Tabanan. Luasnya sekitar 2.000 hektar.

Mendengar penjelasan tersebut, Mangku Pastika optimis komoditi bisa menjadi andalan pendepatan warga (petani). “Saya lihat juga di TV, panen porang itu besar umbinya. Satu pohon itu bisa satu kilo lebih. Kenapa ini luput dari perhatian kita padahal sama seperti menanam emas apalagi satu hektar bisa banyak. Walau banyak ditanam juga tetap tinggi kebutuhannya,” ujarnya seraya menambahkan Bali sangat cocok karena suweg saja bisa tumbuh dengan subur di daerah seperti Banyuatis dll. Tempatnya agak lembap tapi tak banyak air.

“Melihat potensinya, saya akan coba menanam satu dua hektar, karena saya lihat kalau nanam wortel dan lainnya nanem banyak sekalinya panen harganya langsung jatuh. Tapi kalau porang walau jumlah banyak juga tetap memiliki kebutuhan tinggi,” tambahnya.

Walaupun menjanjikan namun Komang mengingatkan jangan sampai budidaya porang seperti kopi Gayo Aceh, yang dulu sangat diminati bangsa Eropa. Namun karena orientasi ingin hasil banyak akhirnya berubah dengan tidak menjaga kualitas. Sehingga saat ini ekspornya ditolak oleh Eropa. “Porang ini berharga bukan hanya untuk industri, bahkan lem pesawat terbang bahannya porang, kalau minum kapsul salah satu bahannya juga dari porang,” jelasnya.

Sementara Ni Wayan Djani yang bergerak di bisnis pengembang rumput laut, mengaku saat ini banyak di komunitasbya yang mulai tertarik dengan porang. namun banyak yang bilang kendalanya kesukitan bahan baku. Padahal olahan porang sangat menjanjikan seperti beras dari porang yang bisa menyentuh harga hingga Rp200.000 per kilo. (bas)