Reses Dr. Mangku Pastika, M.M.: Ubah Paradigma “Kumpul, Angkut, Buang” Atasi Masalah Sampah

(Baliekbis.com), Anggota DPD RI Dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika, M.M. mengatakan masalah sampah tidak sederhana sebab sampah yang dihasilkan sangat besar.

“Sampah sekarang juga makin beragam. Kalau dulu cuma sampah organik, sekarang ada plastik, limbah dan non organik lainnya. Sehingga perlu ada solusi dan penanganan yang tepat,” ujar Mangku Pastika saat reses, Rabu (9/3).

Reses mengangkat tema “Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber: Tantangan dan Solusinya” dipandu Tim Ahli Nyoman Baskara didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja. Sejumlah narasumber hadir dalam reses yang digelar secara vidcon, di antaranya Kepala UPTD Pengelolaan Sampah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali Dr. Ni Made Armadi, SP, MSi., Kemitraan Bali Resik Ayu Widiasari juga praktisi AA Kakarsana dari Puri Ageng Blahbatuh.

Mangku Pastika mengatakan untuk menangani masalah sampah harus ada dirigennya yakni pemerintah. “Penanganan sampah ini kewajiban pemerintah sebab sudah ada aturannya bahkan pejabat yang tak tangani sampah bisa dipidana,” jelas mantan Gubernur Bali dua periode ini.

Melihat kompleksnya masalah sampah ini, Mangku Pastika minta agar aspek pengawasan dan pelaksanaannya mendapat perhatian. Sebab kalau dilihat regulasi soal sampah ini sudah begitu komplit. Namun sampai sekarang sampah tetap (masih) sampah. “Saya juga penasaran, 10 tahun jadi Gubernur sampah ini gak selesai dan sampai sekarang masalahnya,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Kepala UPTD Pengelolaan Sampah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali Dr. Ni Made Armadi, SP, MSi. Bahkan menurut Armadi Bali mengalami masalah sampah yang akut.

Sejumlah kendala masih dihadapi dalam penanganan sampah saat ini seperti keterbatasan fasilitas olah sampah yang belum berjalan optimal, keterbatasan lahan juga SDM (mindset). Padahal berbagai upaya sudah dilakukan termasuk pembinaan kepada masyarakat.

“Saya kira perlu ada semacam sanksi, seperti halnya penggunaan masker saat ini, dimana orang takut gak pakai masker karena ada sanksinya,” jelas Armadi. Selain sanksi, perlu ada perubahan paradigma “kumpul, angkut, buang”. Jadi warga mau melakukan 3R yakni Reuse, Reduce dan Recycle yakni mengolah kembali sampah atau daur ulang menjadi suatu produk atau barang yang dapat bermanfaat (ekonomi).

Ayu Widiasari menambahkan pentingnya melibatkan desa adat dalam penanganan sampah di desa (adat). Menurutnya produk sampah organik sangat besar yakni 70 persen dan terbanyak berasal dari rumah tangga. “Jadi ini yang perlu diolah,” ujarnya.

A.A. Kakarsana yang sangat peduli dengan masalah sampah ini mengatakan para penglingsir puri selama ini juga turut menyosialisasikan pentingnya pengelolaan sampah. “Kalau semua komunitas dikoneksikan dengan Mulung Parahita tentu akan lebih mudah,” pungkasnya. (bas)