Reses Dr. Mangku Pastika, M.M.: Pelaku Pariwisata Pertanyakan Masa Karantina yang Terlalu Lama

(Baliekbis.com), Pelaku pariwisata di Ubud Gianyar menyambut baik dibukanya wisman dari 19 negara masuk Bali. Namun akibat aturan yang ketat, pelonggaran wisman ke Bali ini belum berdampak signifikan bagi pariwisata.

“Kenapa wisatawan harus karantina begitu lama di Jakarta. Bahkan biaya karantina sangat besar,” ujar pelaku pariwisata di Desa Mas, Ubud Drs. I Dewa Gede Rai Yuliarta saat menjadi narasumber pada reses Anggota Komite II DPD RI Dr. Made Mangku Pastika,M.M., Selasa (19/10) Mas Ubud.

Reses yang berlangsung secara virtual dan kunjungan lapangan tersebut mengangkat Tema “Dampak Pandemi Covid 19 terhadap Keberadaan Masyarakat Desa” dipandu Tim Ahli Nyoman Baskara didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja.

Drs. Dewa Gede Rai Yuliarta

Dewa Rai yang juga GM hotel di Mas tersebut mencontohkan keluhan tamunya yang sempat karantina di Jakarta dimana hotel yang sebelumnya hanya Rp250 ribu/hari kemudian melonjak Rp1 juta. “Dan anehnya, tamu yang dikarantina tidak diberi fasilitas, mereka terpaksa keluar beli makan,” ujarnya.

Aturan yang dianggap kurang mendukung bagi wisman yang hendak masuk Bali juga diwajibkannya asuransi yang cukup besar yakni 100 ribu dolar atau sekitar Rp1,4 miliar. Aturan yang cukup memberatkan tersebut jelas akan berdampak bagi wisatawan yang akan ke Bali khususnya.

Sejumlah pelaku pariwisata di Gianyar juga mengeluhkan minimnya perhatian menyusul anjloknya pariwisata akibat pandemi Covid-19.

“Karena tak ada kegiatan wisata, saya mencoba bertani tapi setelah panen harga anjlok. Harapan kami pariwisata bisa bergeliat lagi. Untuk itu persyaratan masuk bali agar lebih disederhanakan,” Gung Ngurah yang sebelumnya sebagai tour guide ini.

Rata-rata pelaku pariwisata mengaku bingung harus berbuat apa karena pandemi ini terlalu lama dan mereka mulai kehabisan modal. “Untuk usaha pertanian perlu modal tapi ketika panen harganya rendah. Kami berharap ada perlindungan hasil pertanian,” tambah pelaku pariwisata Gung Bagus yang mencoba berusaha tani di desanya.

Nyoman Bejug dari Tegallalang menuturkan, di wilayahnya yang baru merintis desa wisata namun tak bisa jalan karena terdampak pandemi. Padahal anggaran yang dikeluarkan untuk desa wisata ini sangat besar. Ia berharap pemerintah bisa melonggarkan aturan karantina sehingga wisatawan bisa berlibur ke Bali. Sebab kalau karantina lama, jelas turis yang memiliki waktu pendek tak bakal sampai ke Bali.

Pelaku pariwisata lainnya mengaku terpaksa mengalihkan usaha pijatnya ke yoga karena sepinya wisatawan. Rekannya Gede yang di-PHK dari hotel tempatnya kerja kini terpaksa jadi tukang servis HP.

Mendengar berbagai aspirasi tersebut Mangku Pastika mengajak warga jangan putus asa dan tetap berusaha sekuat tenaga menghadapi kondisi ini. “Kegiatan harus tetap jalan dan pasti ada jalan,” jelasnya.

Mantan Gubernur Bali dua periode ini juga minta pelaku pariwisata agar menyampaikan pula secara langsung kepada pejabat di Bali apa yang terjadi serta seperti apa solusinya. “Saya sudah bicara dengan Menparekraf agar aturan itu dilonggarkan. Ibaratnya jangan kepala dilepas tapi ekor dipegang,” ujar Mangku Pastika.

Diakui memang tidak mudah merubah profesi di tengah kondisi ini. Untuk mengubah struktur ekonomi tidak bisa cepat. Dicontohkan perajin di Celuk yang kini sepi order karena pandemi.

“Penting ke depan kita berpikir agar tidak terlalu dominan bergantung pada satu sektor saja. Kemajuan teknologi akan menimbulkan perubahan yang cepat, yang bisa menggeser profesi yang ada. Di akhir kegiatan Mangku Pastika melalui Tim Ahli Ketut Ngastawa menyerahkan bantuan sembako secara simbolis kepada warga. (bas)