Reses Dr. Mangku Pastika, M.M., Majukan Sektor Pertanian Perlu Keberpihakan Pemerintah dan Swasta

Belajar dari pengalaman pandemi Covid-19, Bali tak bisa lagi 100 persen bergantung dari industri pariwisata. Alternatifnya adalah sektor pertanian yang potensinya masih sangat besar. Kuncinya, harus modern (teknologi) dan ada keberpihakan pemerintah dan swasta.

(Baliekbis.com), Di banyak negara, peran pemerintah sangat dominan dalam memajukan sektor pertanian. Demikian pula dukungan swasta. Tanpa peran itu, sulit memajukan pertanian, apalagi kepemilikan lahan petani yang terbatas.

“Thailand bisa maju pesat pertaniannya karena pemimpinnya suka bertani. Kita masih memiliki potensi besar di sektor pertanian, tinggal dukungan dari pemerintah dan swasta untuk membantu petani sehingga sektor ini berkembang dan bisa mensejahterakan petani,” ujar Anggota DPD RI dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M. saat kegiatan reses di Agro Learning Center (ALC) Cekomaria, Senin (24/10).

Reses -penyerapan aspirasi dan diskusi dengan tema: “Pembangunan SDM Pertanian Terintegrasi” yang dipandu Tim Ahli Nyoman Baskara didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja menghadirkan narasumber Tim Matching Fund Universitas Warmadewa dan belasan mahasiswa di antaranya dari Fakultas Pertanian, Fak. Peternakan dan Fak. Perikanan.

Di awal paparannya, Mangku Pastika
mengaku salut dan menghargai mahasiswa mau menekuni pertanian. Sebab sejatinya kalau pertanian dikelola dengan sungguh-sungguh hasilnya sangat menjanjikan. “Kalau gak ada pertanian kita gak bisa makan. Jadi begitu pentingnya pertanian ini. Ini warisan nenek moyang kita yang bukan saja membuat kita bisa bertahan (hidup) tapi harus dijaga,” ujar Gubenur Bali dua periode ini.

Karena itu Mangku Pastika meyakinkan mahasiswa, kalau pertanian dikelola dengan penerapan teknologi dan terintegrasi, saling mendukung maka hasilnya akan bagus.  “Bertani bisa bikin kita kaya. Jadi ke depan harus punya cita-cita jadi petani modern dan kaya. Kalau miskin rugi kuliah,” tandas Mangku Pastika.

Dikatakan bertani itu sebuah bisnis. Jadi harus ada manajemen dan pemasaran. Dicontohkan,
ada tamatan Sospol yang mengembangkan pertanian secara terintegrasi bekerja sama dengan petani jagung, sekarang punya sapi 1.000 ekor. Juga ada peternak itik yang berhasil dengan menjual telor hasil ternaknya. “Jadi petani saya yakin bisa kaya. Saya di halaman rumah tanam cabe, singkong, pisang dan terong hasilnya bagus,” tambah penggagas Program Simantri ini.

Di sisi lain ke depan untuk menarik minat generasi muda kuliah di pertanian (dalam arti luas), Mangku Pastika berharap ada pihak-pihak yang membantu, mensponsori mahasiswa. Dunia industri harus hadir memberi insentif. “Ini salah satu solusinya. Idealis boleh realistis harus,” tegas Mangku Pastika.

Masih terkait memajukan pertanian ini, hasil-hasil riset penting diakomodir. “Saya sempat ketemu Rektor Universitas Tsinghua Tiongkok, ternyata 50 persen hasil riset diserap industri. Ini membuat pertanian di negeri ini maju pesat. Tapi hasil riset kita sedikit sekali yang terpakai,” pungkasnya.

Sementara itu Tim Matching Fund dari Univ. Warmadewa Made Kawan memaparkan tentang kampus merdeka, pentingnya mahasiswa belajar di tempat magang (industri). “Sekarang ini kampus banyak mencetak sarjana tapi tidak dibutuhkan dunia industri. Di Matching Fund ini mahasiswa juga belajar bersama masyarakat umum. Menurutnya bertani itu sebenarnya untung cuma petani tidak menghitungnya. Bertani itu juga harus kreatif.

Hal senada disampaikan rekannya, Sudewa yang menyebut dengan 50 are petani bisa hidup berkecukupan, yang penting tahu pola tanam dan pasar serta penerapan teknologi agar ada nilai tambah. Di akhir acara, Mangku Pastika menyerahkan buku yang menceritakan tentang ‘Hutang’ yang harus dibayar manusia semasa hidupnya. (bas)