Reses Dr. Mangku Pastika, M.M.: Lahan Pertanian Menyempit, Subak Terhimpit

(Baliekbis.com), Subak di Gianyar menghadapi masalah cukup kompleks. Selain ketersediaan air yang makin menipis dan alih fungsi lahan yang tinggi juga menanggung beban “upacara” yang tidak sedikit.

Pekaseh Selukat Gusti Made Toya mengatakan kalau tahun 90-an, Subak Selukat memiliki luas 45 hektar. “Karena adanya perkembangan pembangunan yang pesat, areal subak kini tinggal 19 hektar. Itupun hanya 10 hektar milik petani, sedangkan yang 9 hektar dikuasai investor,” jelasnya saat kegiatan reses Anggota Komite II DPD RI dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M., Kamis (21/10) di Blahbatuh Gianyar.

Reses yang berlangsung secara virtual dan kunjungan lapangan ini mengangkat tema “Tantangan Menjaga Eksistensi Subak” dipandu Tim Ahli Nyoman Baskara didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja.

Untungnya tambah Gusti Toya, tanah yang dikuasai investor belum dibangun sehingga masih bisa diolah petani. Selain lahan yang menyempit, petani setempat juga kini harus merawat saluran secara swadaya.

Pasalnya bantuan perbaikan irigasi dari pemerintah hanya diberikan bagi subak yang luasnya minimal 50 hektar. “Di tengah panen yang terbatas, petani harus berswadaya untuk perbaikan saluran,” ujar Gusti Toya.

Padahal petani juga harus mengeluarkan biaya untuk upacara di subak yang nilainya tidak sedikit.
Hal senada disampaikan rekannya Wayan Arditha. Menurut mantan wakil rakyat ini ‘amongan’ subak sangat besar. Beban petani juga sangat berat untuk kegiatan upacara di sejumlah pura. Selain beban di subak juga sebagai warga adat.

Sementara itu pakar subak Prof. Dr. Wayan Windia mengatakan subak bisa eksis karena topografinya miring dan sumber airnya berada di atas (puncak gunung).

Kelebihan subak juga karena sistem pembagian air dinilai paling efektif dan efisien di dunia. Itu sebabnya subak diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO.

Namun subak juga banyak menghadapi tantangan seperti alih fungsi lahan. Harga produksinya (padi) juga belum menguntungkan petani. Negara lebih berpihak pada konsumen agar harga beras murah dibandingkan bela petani.

Akibatnya petani rugi karena NTP (nilai tukar petani) hanya 93 persen. “Kalau petani rugi maka sulit pertahankan sawah. Untuk itu petani harus dibantu,” jelas dosen Unud ini.

Menanggapi aspirasi warga subak, Mangku Pastika mengatakan subak sebagai warisan leluhur harus bisa dilestarikan. “Subak ini sangat esensial sehingga harus dikawal agar bisa mensejahterakan petani,” ujar mantan Gubernur Bali ini.

Mangku Pastika juga mengatakan apa yang menjadi aspirasi warga subak dan eksistensi subak perlu ditindaklanjuti dengan pihak terkait. Seperti keluhan warga subak yang mengaku kesulitan menjaga keutuhan areal subak karena keterbatasan kewenangan. “Kita disuruh melestarikan lahan subak, tapi ketika terjadi alih kepemilikan tidak dilibatkan,” jelasnya. Di akhir kegiatan, Mangku Pastika melalui tim ahli Ketut Ngastawa secara simbolis menyerahkan bantuan sembako kepada warga. (bas)