Reses Dr. Mangku Pastika, M.M., Ini Solusi Atasi Masalah Sampah

Banyak negara bisa menangani masalah sampah karena diberlakukannya tipping fee ini. Sebab penanganan sampah perlu teknologi. Teknologi itu perlu biaya. Jadi biayanya bersumber dari tipping fee. Logikanya siapa yang menghasilkan sampah harus bayar.

(Baliekbis.com), Anggota DPD RI dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika, M.M. mengatakan
persoalan kehutanan dan lingkungan merupakan hal serius, khususnya sampah yang mendesak harus diatasi.

“Waktu saya jadi Gubernur Bali ada 52 perusahaan yang masuk untuk penanganan sampah. Tetapi semuanya gagal, karena begitu bicara soal tipping fee tidak ada yang mau,” ujar Mangku Pastika saat reses mengangkat tema “UU No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Selasa (25/10) di Denpasar.

Reses yang menghadirkan narasumber Kadis Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali Made Teja beserta staf dipandu Tim Ahli Nyoman Baskara didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja.

Menurut Mangku Pastika banyak negara bisa menangani masalah sampah karena diberlakukannya tipping fee ini. Sebab penanganan sampah perlu teknologi. “Teknologi itu perlu biaya. Jadi biayanya dari tipping fee,” jelas Gubernur Bali 2008-2018 ini.

Dijelaskan logikanya siapa yang menghasilkan sampah harus bayar. Orang yang buang sampah sembarang bisa kena sanksi karena cemari lingkungan. “Memang masalah sampah ini juga menjadi kewajiban pemerintah. Namun terkendala keterbatasan anggaran sehingga dengan tipping fee ini bisa menjadi salah satu solusi,” jelasnya.

Dicontohkan, di Malaysia tipping fee yang dikenakan sebesar 25 dolar AS untuk satu ton sampah yang dikirim ke TPA. Di Bali sampah yang masuk TPA rata-rata 2.000 truk/hari. “Nah kalau dari sini bisa terkumpul dana tentu sampah bisa lebih tertangani. Soal besaran tipping fee ini bisa diatur besarannya,” jelas Mangku Pastika sembari mengatakan kebijakan yang diambil tentu perlu didukung payung hukum.

Selain itu, Mangku Pastika yang juga selaku Anggota BULD (Badan Urusan Legislasi Daerah) ini memberi solusi melalui tukar guling TPA Suwung dengan LP Kerobokan yang kondisinya saat ini juga sudah over capacity. “Sebenarnya MenkumHAM sudah setuju. Tinggal pihak-pihak lain terkait,” tambah Mangku Pastika sembari berharap masalah sampah ini bisa cepat teratasi. Apalagi ada rencana TPA Suwung yang luasnya 32 hektar itu akan ditutup karena sudah penuh. Mangku Pastika optimis dengan kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster kendala dalam penanganan sampah ini akan bisa teratasi.

Di sisi lain, terkait UU Cipta Kerja, Mangku Pastika berharap berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat tidak sampai merugikan kepentingan daerah.

“Maksudnya baik untuk meningkatkan investasi dan membuka lapangan kerja, namun kondisinya tidak sesuai dengan daerah. Saya lihat banyak daerah yang belum siap bahkan mereka belum punya RTRW,” jelasnya.

Menurutnya, masalah lingkungan tidak mudah. Seperti pengawasan agar jangan sampai merusak lingkungan. Sebab terkadang untuk mempercepat proses, izin sering ‘bypass’ dari pusat, tanpa melihat kondisi daerah.

Contohnya, ada 72 UU yang dijadikan satu, tujuannya memang baik agar investasi naik, membuka lapangan kerja, dll. Tapi di lapangan belum didukung dengan SDM (pengawas) termasuk infrastruktur. Banyak kebijakan pusat yang tak nyambung dengan daerah dan bisa berdampak merugikan daerah.

Sementara Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali I Made Teja dalam paparan singkatnya menyampaikan dalam pelaksanaan tugasnya selain terkenda keterbatasan anggaran juga SDM. “SDM ini yang perlu kita tingkatkan kemampuannya,” ungkap Teja. Ditambahkan TPA Suwung, Denpasar, rencananya akan ditutup pada akhir Oktober 2022 ini karena kapasitas sudah penuh dan menjelang KTT G20.
Kepala UPTD Pengelolaan Sampah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali Ni Made Armadi mengatakan rata-rata volume sampah yang masuk ke TPA Regional Sarbagita, Suwung, Denpasar per harinya sekitar 1.000-1.100 ton. Sampah yang masuk selain diangkut oleh petugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, juga ada pihak swasta. (bas)