Rektor Unud: Kendalikan Bahaya Rokok dari Proses Produksi, Distribusi Hingga Konsumsi

(Baliekbis.com),Center for NCDs, Tobacco Control and Lung Health (Udayana Central) bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Bali mengadakan Workshop sehari dengan tema “Sinergi Dalam Penguatan Program pengendalian Rokok untuk Mewujudkan Krama Bali Sehat” di Sanur, Rabu (12/2/2020).

Rektor Universistas Udayana (UNUD), Prof. Dr. AA Raka Sudewi mengatakan dalam UU Kesehaan No.36 tahun 2009, secara tegas menyatakan perlunya Kawasan Tanpa Rokok, (KTR), mengingat rokok mengandung zat adiktif yang menimbulkan ketergantungan bagi pemakainya.

“Karena itu, perlu dikendalikan mulai proses produksi hingga distribusi maupun konsumsinya,” tandas Rektor Sudewi. Saat ini, pemerintah pusat, Provinsi Bali dam daerah kabupaten/kota lainnya, telah menginisiasi berbagai upaya dan langkah melakukan pengendalian rokok, seperti KTR, peningkatan cukai rokok, upaya sosialisasi bahaya merokok, yang dilakukan terus menerus

Demikian juga, upaya lainnya seperti adanya klinik berhenti merokok, pemanfaatan pajak untuk bidang kesehatan maupun upaya sosialisasi terus menerus agar berhenti merokok. “Sampai saat ini, prevalensi merokok di Bali, terbilang rendah dibanding daerah lainnya, saya mengapresiasi itu semua,” tandasnya.

Ditegaskan, workshop bertujuan untuk menyampaikan hasil evaluasi implementasi program pengendalian rokok di Provinsi Bali dan tantangan yang dihadapi. Sinergitas di antara stakehoder majelis adat, PHRI sampai persepsi gerak langkah untuk mengurangi bahaya rokok dengan hadirnya Bupati Klungkung Nyoman Suwirta.

“Saya hadiri workshop ini, kita lihat dihadiri Wakil Kadis Kesehatan Bali, Bupati Klungkung OPD se Bali, Majelis Adat yang diharapkan berperan dalam pengendalian bahaya rokok,” tandasnya.

Selain itu, mendorong komitmen Pemerintah Bali dan partisipasi pihak terkait dalam implementasi pengendalian rokok terhadap kesehatan, serta pengembangan dan penyusunan strategi lanjutan dalam pengendalian rokok di Bali.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, prevalensi perokok usia 10-18 tahun di Indonesia menunjukkan peningkatan dari 7,2% pada tahun 2013 menjadi sebesar 9,1% pada tahun 2018.

Prevalensi perokok dewasa laki-laki adalah sebesar 64.9% dan wanita sebesar 2,1%. Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan 18,9% penduduk Bali merokok setiap hari dan secara nasional jumlah perokok di Indonesia sebesar 28,8% dari total jumlah penduduk.

Merokok tidak hanya berdampak buruk bagi perokok tetapi juga pada orang lain yang menjadi perokok pasif. Di Indonesia, lebih dari 97 juta penduduk Indonesia adalah perokok pasif. Asap rokok adalah campuran kompleks gas dan partikel yang mengandung banyak senyawa karsinogenik dan beracun yang berbahaya bagi kesehatan.

Ketua Central Bali I Made Kerta Duana mengatakan, pemerintah telah berupaya merumuskan berbagai regulasi dalam pengendalian bahaya rokok yang telah diinisiasi di tingkat nasional sesuai dengan amanat UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009.

Adapun program yang diimplementasikan, kebijakan KTR, peningkatan pajak rokok, pelarangan iklan dan promosi, peringatan rokok bergambar serta upaya lainnya.

“Amanat UU Kesehatan yang mewajibkan pemerintah daerah menetapkan kebijakan kawasan tanpa rokok disambut baik oleh berbagai daerah salah satunya adalah Provinsi Bali,” tuturnya.

Penerapan kawasan tanpa rokok di Provinsi Bali diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 10 tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan mengatur 8 kawasan yang meliputi fasilitas pelayanan kesehatan.

Kemudian, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Tempat umum yang dimaksud dalam perda KTR adalah tempat wisata dan rekreasi, hotel, restoran, pasar, terminal, halte,
pelabuhan serta bandara.

Keberadaan hotel dan restoran di Bali sebagai daerah wisata relatif sangat penting sebagai sumber penghasilan dan pendukung utama pariwisata. Merokok di kawasan hotel dan restoran telah menjadi masalah yang sering dilaporkan di sebagian besar negara di dunia.

WHO dalam upayanya mengendalikan dampak buruk rokok bagi kesehatan dan atas kepedulian untuk melindungi segenap karyawan dan pengunjung restoran dari paparan asap rokok telah menyerukan perlunya melindungi perokok pasif dan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat tanpa asap rokok di area publik.

Sebagai Provinsi dengan mayoritas umat Hindu yang memiliki banyak kegiatan keagamaan, tempat ibadah menjadi salah satu kawasan yang difokuskan dalam implementasi KTR. Dalam upaya meningkatkan implementasi KTR di tempat ibadah, dibutuhkan peran serta dari tokoh adat dan dukungan adat. Di beberapa daerah seperti, Kabupaten Klungkung dan Kota Denpasar telah memaksimalkan implementasi KTR di kawasan pura dan kegiatan adat serta beberapa desa ada juga sudah menrapkan hal yang sama.

Selain implementasi kebijakan KTR, pemerintah Provinsi Bali juga telah melakukan upaya strategis berdasarkan PP 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Provinsi Bali telah mengeluarkan Surat Edaran Sekda Provinsi Bali tentang Pelarangan Iklan Rokok Luar Ruang (2018), dan pemerintah daerah menyambut baik hal tersebut dengan melakukan berbagai tidak lanjut terhadap pelarangan iklan rokok luar ruang seperti dengan penerbitan peraturan bupati, surat edaran ataupun moratorium penerbitan ijin iklan rokok di wilayahnya.

Pemerintah Provinsi Bali yang secara serius mendorong implementasi KTR serta aktif dalam program pengendalian bahya rokok terhadap kesehatan mendapatkan apresiasi yang sangat baik dari pemerintah pusat dan menjadi salah satu rujukan nasional dalam upaya pengendalian rokok.

Dalam implementasi KTR, seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi telah mendapatkan penghargaan Pastika Parama dari Kementerian Kesehatan. Penghargaan lain yakni dalam upaya pelarangan iklan rokok luar ruang telah diraih oleh Kabupaten Klungkung dengan penghargaan Pastika Awya Pariwara.

Kebijakan yang telah ada tentunya menjadi tanggung jawab berbagai pihak terkait untuk bersinergi dan bekerjasama dalam memaksimalkan implementasinya, seperti halnya pelaksanaan KTR yang implementasinya harus senantiasa ditingkatkan dan memaksimalkan peran masyarakat dan pengelola kawasan untuk mewujudkan KTR di kawasannya masing masing khususnya pada tempat umum seperti hotel, bar, dan restoran serta tempat ibadah yang belum tingkat penerapan KTRnya masih rendah.

“Pemerintah daerah kabupaten/kota diharapkan melakukan peniadaan iklan rokok yang belum melakukan pelarangan iklan agar segera menerbitkan kebijakan dan yang sudah ada kebijakan peniadaan iklan agar dapat dimaksimalkan penegakannya di lapangan,” sambung Duana.

Kata dia, guna memaksimalkan dan meningkatkan program-program tersebut maka perlu dilakukan upaya tindaklanjut dan peningkatan upaya pengendalian rokok dengan melibatkan berbagai pihak terkait dan sesuai dengan situasi daerah masing masing. (rhm)