Rektor Universitas Dwijendra: “Urban Farming” Solusi Atasi Keterbatasan Lahan Pertanian di Perkotaan

(Baliekbis.com),Alih fungsi lahan khususnya di wilayah perkotaan tak mungkin dihentikan. Namun bukan berarti warga maupun petani tak bisa mengembangkan sektor pertanian di lahan yang relatif terbatas ini.

“Petani dan warga kota bisa kembangkan tanaman yang berumur pendek namun memiliki nilai jual tinggi seperti komoditi hortikultura,” ujar Rektor Universitas Dwijendra Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc.,MMA, Senin (9/9/2019) malam saat Yudisium Sarjana Pertanian Universitas Dwijendra di kampus setempat.

Yudisium ke-31 Fakultas Pertanian tersebut meliputi 55 sarjana dari Prodi Agribisnis dan Prodi Agroteknologi. Rektor mengatakan dengan lahan sempit dan ketersediaan air yang terbatas memang tak mungkin dikembangkan tanaman padi. Secara ekonomis hal itu juga kurang menguntungkan.

Namun melalui “Urban Farming”, pada lahan terbatas petani termasuk warga kota bisa bertanam sayuran dan produk lainnya yang bernilai ekonomi tinggi. “Jadi di kota dengan lahan terbatas kita bisa tanam sayuran dan sejenisnya yang dalam waktu hanya beberapa minggu bisa dipanen. Ini hasilnya cukup bagus,” ujar jebolan Fakultas Pertanian Unud ini.

Urban farming merupakan konsep memindahkan pertanian konvensional ke pertanian perkotaan. Pertanian konvensional lebih berorientasi pada hasil produksi, sedangkan urban farming lebih pada karakter pelakunya yakni masyarakat urban.

Di sisi lain, Dr. Sedana menambahkan makin banyaknya sarjana pertanian bisa membantu memberi semacam advokasi kepada petani agar pertanian bisa terus berkembang. Sebab pada intinya petani hanya membutuhkan produksi dan harga yang memadai atas usaha mereka. “Di sini peran sarjana pertanian memberikan saran dan masukan termasuk juga kepada pemerintah agar bisa membantu menjaga harga pasar,” tambahnya.

Soal kesiapan sarjana membuka lapangan kerja, bukan sebagai “job seeker”, Rektor asal Buleleng ini mengatakan sebenarnya sejak mahasiswa, pihaknya telah memberikan materi bisnis inklusif, kewirausahaan yang tujuannya agar setelah tamat bisa membuka lapangan kerja.

Seperti sarjana pertanian, mereka bisa menjadi “aktor” pasar (pelaku pasar), selain produsen. Mereka bisa memproduksi dan menjembatani hasil petani ke pengusaha atau ke pengolahan. “Jadi banyak peluang yang bisa dikerjakan selain di bidang advokasi,” tambah Dr. Sedana.

Rektor pada acara yudisium tersebut juga menyatakan kebanggaannya atas makin tingginya minat warga mengenyam pendidikan di Fakultas Pertanian Dwijendra. “Tahun ini mahasiswa Fakultas Pertanian naik hampir dua kali. Yang tercatat sudah sekitar 90-an mahasiswa,” ujarnya.

Pada yudisium yang dihadiri Dekan FP Dwijendra Ir. Ketut Karyati,MP, para dosen dan wakil yayasan juga diserahkan piagam penghargaan dari fakultas kepada lima yudisiawan yang berprestasi. (bas)